JEAN-JACQUES
ROUSSEAU
ORANG
GILA YANG MENARIK
Lebih
dari dua ratus tahun, pengaruh para intelektual telah berkembang pesat. Kebangkitan
para intelektual sekuler merupakan faktor kunci dalam membentuk dunia modern
ini. Penampilan mereka yang persis seperti pendeta atau tukang ramal di masa
lampau membenarkan bahwa para intektual tersebut telah memberikan bimbingan dan
petunjuk bagi masyarakat sejak awal.
Penurunan
kekuatan relijius pada abad kedelapan belas menyebabkan munculnya mentor baru
yang mengisi kekosongan dan menangkap telinga masyarakat. Mereka adalah
intelektual sekuler yang benar-benar siap sebagaimana seorang penceramah atau
pendeta untuk memberitahu semua manusia bagaimana melakukan urusannya. Untuk
pertama kali dalam sejarah manusia dan dengan keyakinan dan perilaku yang
mengejutkan, manusia bangkit untuk mengatakan
dengan jelas bahwa mereka dapat mendiagnosa penyakit-penyakit masyarakat dan mengobatinya dengan
intelektual mereka sendiri. Tidak seperti para pendahulunya yang sakral, mereka
bukan sebagai pelayan dan penafsir dari tuhan tetapi sebagai penggantinya. Pahlawan mereka adalah
Prometheous yang mencuri api surga dan membawanya ke bumi!
Kini saatnya untuk kita meneliti
catatan-catatan mereka, baik dalam bidang yang publik ataupun yang bersifat
pribadi. Secara khusus, tulisan ini akan berfokus pada kualitas pendapat dan
moral para intelektual dalam mengajari manusia berbuat dalam urusannya sendiri.
Bagaimana para intelektual ini menjalani kehidupan pribadinya? Apakah ajaran-ajarannya pada manusia
diamalkan juga dalam kehidupannya sendiri? Seberapa baik moral mereka dalam
berperilaku terhadap keluarga, teman dan
rekan kerjanya?
Dalam
tulisan ini, akan dibahas Jean-Jacques Rousseau (1712-78), orang pertama dari
para intelektual modern yang pola dasar pemikirannya paling berpengaruh.
Pendahulunya seperti Voltaire telah memulai karyanya dengan menghancurkan altar
dan memberikan alasan dari penghancuran tersebut. Rousseau berbeda. Dia adalah orang pertama yang menggabungkan semua
sifat-sifat yang paling penting dari Promethean modern, yakni antara lain:
penegasan akan haknya sendiri untuk menolak aturan yang ada secara keseluruhan;
kepercaya-dirian akan kapasitasnya untuk mengubah aturan-aturan tersebut dari
bawah sesuai dengan prinsip-prinsip yang dia miliki; berkeyakinan bahwa
pengubahan ini dapat dilakukan melalui proses politik, pada mana naluri,
intuisi, dan impulse memainkan
peranan yang besar dalam pembuatannya. Rousseau juga yakin bahwa dirinya
mempunyai cinta yang unik untuk kemanusiaan dan telah dianugerahkan wawasan dan anugerah yang belum pernah dimiliki
orang lain sebelumnya. Banyak orang pada masa dia hidup dan sesudahnya telah mengambil
nilai-nilai ajarannya sebagai nilai-nilai kehidupan mereka.
Baik dalam jangka panjang maupun jangka
pendek pengaruh Rousseau sangatlah besar. Dia meninggal dunia satu dekade
sebelum Revolusi Perancis tahun 1789, tetapi banyak bukti-bukti kontemporer
mengatakan bahwa dialah yang bertanggung jawab atas revolusi ini dan juga
penghancuran the ancien régime di Eropa. Selama Revolusi, Konvensi
Nasional memutuskan untuk memindahkan abunya kedalam Panthéon. Dalam
upacara pemindahan, presiden mendeklarasikan: ’Rousseaulah orang yang telah
membawa kemajuan yang memberikan kebaikan, dia telah mentransformasikan moral,
tradisi, hukum, perasaan dan kebiasaan kita’.
Dalam tingkat yang lebih mendalam dan
dalam rentang waktu yang lebih lama, Rousseau mengganti beberapa asumsi dasar
tentang manusia yang berperadaban dan merubah pola pikir manusia. Pengaruhnya
sangat luas tetapi dapat dikelompokkan dalam lima topik utama. Pertama,
semua ide modern tentang pendidikan telah dipengaruhi oleh doktrin Rousseau, khususnya oleh
karyanya Émile (1762). Disini dia memperkenalkan kritik tentang
kekomplekan masyarakat. Dia mengidentifikasi dan menunjukan kepalsuan-kepalsuan
peradaban.
Kedua, dihubungkan dengan penilaiannya terhadap
alam, Rosseau mengajarkan ketidakpercayaan terhadap peningkatan progresif dan
gradual yang disebabkan oleh budaya materialis. Dalam hal ini, dia menolak
pencerahan dan mencari solusi yang jauh lebih radikal. Alur pemikiran ini
terdapat dalam karyanya Confessions yang selesai pada tahun 1770,
meskipun tidak dipublikasikan sampai dia meninggal dunia.
Ketiga, konsepnya merupakan awal dari pergerakan
Romantik dan literatur instrospektif modern. Untuk pertamakalinya para pembaca
ditunjukan isi hati, meskipun ini juga merupakan sifat literatur modern.
Visinya adalah untuk memperdaya orang
agar percaya bahwa hati menunjukan jalan yang salah dan penuh dengan tipu
muslihat.
Keempat, konsep yang dipopulerkan oleh Rousseau adalah
konsep yang paling dapat menembus semua lapisan. Dia berpendapat bahwa manusia
terkorupsi ketika masyarakat berkembang dari sifat primitif ke sifat kompleks masyarakat
perkotaan; sifat individualis yang dia sebut sebagai amour de soi
tertransformasi menjadi sebuah naluri yang jauh lebih rusak, disebut amour-prope,
yang menggabungkan antara kesombongan dan harga diri. Manusia menghitung
dirinya sendiri dengan bagaimana orang berpendapat tentang dirinya. Oleh karena
itu, manusia terus mencari membuat orang lain terkesan akan dirinya dengan
uangnya, kekuatannya, superioritas otak dan moralnya. Sifat individualisnya
menjadi kompetitif dan akusitif sehingga dia menjadi asing tidak hanya dari
orang lain yang dia lihat sebagai kompetitor tetapi juga dari dirinya sendiri.
Keterasingan ini memasukan penyakit psikologis ke dalam diri manusia yang
ditandai dengan pembedaan tragis antara penampilan dan kenyataan.
Kelima,
topiknya adalah berhubungan dengan inovasinya mengembangkan kritik
terhadap Kapitalisme dalam karyanya seperti dalam pembukaan drama Narcisse
maupun dalam Discours sur l’inégalité. Dalam karyanya ini, Rousseau
mengidentifikasi kepemilikan. Kompetisi untuk mendapatkan kepemilikan ini merupakan
sumber utama dari keterasingan. Ini merupakan sebuah pemikiran Marx dimana
orang lain mengambilnya dengan paksa sebagaimana dengan ide-ide Rousseau
tentang evolusi kultural. Bagi dia,
“natural’ berarti ‘original’ atau pre-kultural. Semua kultur membawa masalah.
Ini karena hubungan manusia dengan manusia lain yang menularkan kebiasaan
jahatnya, sebagaimana dia paparkan dalam karyanya Émile, ‘Nafas orang
berakibat fatal untuk temannya’. Dengan demikian, budaya dimana orang hidup
merupakan sebuah perilaku manusia yang terdikte, terkontruksi secara semu, dan
berkembang. Dan kita dapat meningkatkanya, atau benar-benar
mentransformasikanya dengan merubah budaya dan kekuatan kompetitif yang
menghasilkanya, yakni, dengan social engineering (teknik sosial).
Ide-ide diatas tersebar secara luas
dengan sendirinya dan hampir merupakan sebuah ensiklopedia pemikiran modern.
Benar bahwa tidak semua ide-ide tersebut adalah asli miliknya. Bacannya luas:
Cescrates, Rabelais, Pascal, Leibnitz, Bayle, Fontenelle, Corneille, Pertrarch,
Tasso, dan secara khusus, dia belajar
pada Locke dan Montaigne. Germaine De Staël yang percaya bahwa Rousseau
mempunyai “kemampuan natural yang paling tinggi yang pernah dianugerahkan pada
manusia” menyatakan “Roesseau tidak menemukan apa-apa”. Germanie menambahkan, “
Dia telah menanamkan pahamnya dengan api”.
Kemudian, siapakah orang yang menjadi
sumber dari kekuatan intelektual dan moral yang luarbiasa dan bagaimana cara
dia mendapatkan kekuatan tersebut?
Rousseau adalah orang swiss yang lahir
di Genewa pada tahun 1712 dan besar sebagai seorang Calvinis. Ayahnya Isaac
adalah pembuat jam tetapi tidak sukses, menjadi pengacau dan sering terlibat
dalam kekerasan. Ibunya, Suzanne
Bernard, berasal dari keluarga kaya. Dia meninggal tidak lama setelah
melahirkan Rousseau. Kedua orang tuanya tidak berasal dari lingkaran keluarga
yang membentuk pemerintahan oligarki Genewa dan tidak juga termasuk dalam Dewan
Dua Ratus dan Dewan Duapuluh dua Dalam. Tetapi mereka mempunyai hak untuk
memilih dan hak hukum istimewa dan Rousseau selalu ingin tahu tentang status
superiornya. Ini membuatnya menjadi seorang yang konservatif secara alami dan
membuat perenungan sepanjang hidupnya tentang orang yang tidak punya hak suara.
Selain itu, keluarganya mempunyai uang yang jumlahnya begitu besar.
Rousseau tidak mempuyai saudara
perempuan. Dia mempuyai kakak laki-laki
tujuh tahun lebih tua. Rousseau sangat mirip dengan ibunya, itulah maka
ayahnya sangat menyayanginya. Perlakuan ayahnya kepadanya terus berubah-ubah
dari kasih sayang yang bisa membuat air
mata berlinang sampai kekerasan yang menakutkan dan bahkan Jean-Jacques yang
disayangi ayahnya ini merasa cara ayahnya membesarkan dia tidak baik, akhirnya
dia mengeluhkannya dalam karyanya Émile. Kutipan ini mengambarkannya:
‘Ambisi, kerakusan, tirani, pandangan yang melenceng dari ayah,
ketidakacuhan, dan ketidakperasaan adalah jauh lebih berbahaya dibanding dengan
kelembutan kasih sayang ibu yang tidak pernah terpikirkan’. Kakaknya menjadi korban keganasan ayahnya. Dia dikirim
ke tempat rehabilitasi atas pemintaan ayahnya dengan alasan dia sangat jahat;
pada tahun 1723 kakaknya melarikan diri dan setelah itu tidak pernah terlihat lagi. Rousseau kemudian menjadi anak satu satunya
yang besar dalam situasi dimana dia bergaul dengan pemimpin-pemimpin modern.
Meskipun dibebaskan untuk menikmati hidup dengan caranya sendiri, dia muncul
dari masa kecil dengan rasa kehilangan yang kuat dan, mungkin, dengan sifat
pribadinya yang paling nampak yaitu merasa kasihan pada diri-sendiri.
Kematian membuatnya kehilangan baik
ayah maupun ibu-asuhnya. Dia tidak suka perdagangan yang memberikan penghasilan
rendah padanya. Maka pada tahun 1728 dia pergi meninggalkan dunia perdagangan
dan pindah agama ke Katholik supaya memperoleh perlindungan dari Madame
Françoise-Lousie de Warens yang tinggal di Annecy. Penjelasan tentang karir
Rousseau sebagaimana yang tercatat dalam karyanya Confessions tidak dapat dipercaya. Tetapi surat-surat pribadinya
dan sumber-sumber dari industri besar Rosseau dapat digunakan sebagai
fakta-fakta penting. Madame de Warens hidup dengan gaji pensiun dari Kerajaan
Perancis dan agaknya dia menjadi seorang agen baik untuk Pemerintah Perancis
maupun untuk Gereja Katolik Roma. Rousseau tinggal bersamanya dengan biaya
hidup ditanggung olehnya selama empat
belas tahun (1728 – 1742). Pada saat itu Rousseau menjadi kekasihnya. Selama
itu juga ada waktu-waktu tertentu dimana Rousseau pergi jalan-jalan sendiri.
Sampai umur tigapuluhan, Rousseau mengalami kegagalan dan ketergantungan,
khususnya pada wanita. Dia telah mencoba setidaknya tiga belas pekerjaan
sebagai pengukir, pesuruh, murid seminary, musisi, pegawai negeri, petani,
tutor, kasir, penyalin musik, penulis dan sekretaris pribadi. Pada tahun 1743,
dia diberi jabatan basah sebagai sekretaris untuk kedutaan Perancis di Venice,
Comte de Mantaigu. Ini berlangsung selama sebelas bulan dan dia mengakhirinya
dengan pemberhentian dan kabur untuk menghindari penangkapan Senat Venisia.
Montaigu menyatakan bahwa sekretarisnya dihukum karena sifat pribadinya yang
buruk dan tidak menghormati orang lain. Ini merupakan hasil dari mental yang
sakit dan terlalu mementingkan dirinya sendiri.
Beberapa tahun kemudian Rousseau telah
menemukan dirinya sendiri sebagai seorang penulis yang berbakat sejak lahir.
Dia mempunyai ketrampilan hebat yang berhubungan dengan merangkai kata-kata.
Pada tahun 1745, Roussseau bertemu
dengan seorang tukang cuci muda, Thérèse
Levasseur. Umurnya sepuluh tahun lebih muda dan mau menjadi wanita simpanannya
secara permanen. Ini memberikan semacam kestabilan hidup pada Rousseau. Pada
saat itu dia bertemu dengan tokoh Denis Diredot, seorang kardinal Pencerahan
dan kemudian menjadi Editor-in-Chief dari Encyclopédie. Seperti
Rousseau, Diderot, anak dari seorang artis,
merupakan prototipe seorang penulis berbakat alami. Dia adalah orang
yang baik hati dan tekun. Rousseau berhutang banyak kepadanya. Melalui dia,
Rousseau bertemu dengan diplomat dan ahli kritik sastra Jerman, Friedrich
Melchior Grimm yang sangat terkenal di masyarakat. Grimm membawanya ke salon
yang paling radikal, Baron d’Holbach yang terkenal sebagai ‘le Maître
d’Hotel de la philosophie’.
Pada tahun 1740-an and 1750-an, di
Perancis posisi para intelektual sebagai ahli kritik masyarakat masih
berbahaya. Negara yang merasa terancam oleh mereka masih sangat mungkin cepat mengambil
tindakan atas mereka dengan kejam. Contohnya, Voltaire dikurung oleh para pelayan aristokrat yang dia kritik
di penjara Bastille hampir setahun. Siapa saja yang menjual buku larangan akan
dihukum selama sepuluh tahun untuk bekerja sebagai budak, bekerja tanpa digaji.
Pada tahun 1749, Diderot ditangkap dan diasingkan di Vincennes karena menulis
buku yang membela atheisme. Dia berada disana selama tiga bulan.
Rousseau mengunjunginya disana, dan pada saat berjalan di Vincennes, dia
melihat selebaran dari Akademi Sastra Dijon yang mengundang untuk
perlombaan menulis essay dengan tema
“Whether the rebirth of the sciences and the arts has contributed to the improvement
of morals.’
Episode yang terjadi pada tahun 1750
ini merupakan titik balik dalam kehidupan Rousseau. Secara tiba-tiba,
sebagaimana apa yang dia katakan dalam Confessions, dia menaruh sebuah antusiasme yang berlebih-lebihan untuk ‘kebenaran, kebebasan,
dan kebajikan’. Dia berkata bahwa dia telah menyatakan pada dirinya sendiri:
‘Kebajikan, kebenaran! Saya akan meneriakan terus-menerus kebajikan dan
kebenaran!’ Akhirnya dia memenangi hadiah karena pendekatannya yang paradoks,
dan menjadi terkenal dalam waktu sekejab. Ini merupakan satu kasus seorang
laki-laki yang berumur tiga puluh sembilan, yang sampai saat itu hidup dalam
kepahitan dan ketidaksuksesan, merindukan perhatian dan ketenaran, dan akhirnya, dia benar-benar memperolehinya.
Essaynya sangat lemah dan sekarang hampir tidak dapat dibaca. Selalu, ketika
orang melihat kembali peristiwa sastra semacam itu, agaknya tidak dapat
dijelaskan bahwa karya yang tidak begitu bermutu telah dapat menghasilkan
ledakan ketenaran selebriti. Kritikan terkenal dari Jules Lemaître menyebut
puncak karir instan Rousseau ini sebagai ‘salah satu bukti yang paling kuat
yang pernah ada tentang kebodohan manusia’.
Publikasi Discours dalam bidang
seni dan ilmu pengetahuan tidak membuat Rousseau kaya, meskipun buku itu disirkulasikan
secara luas dan diproduksi hampir tigar ratus kali, namun jumlah salinan yang terjual sedikit dan penjual
bukulah yang menikmati hasil dari karya semacam itu. Disisi lain, ini
memberikan jalan bagi Rousseau untuk bergaul dengan kaum aristokrat, yang pada
saat itu sangat terbuka untuk para intelektual. Rousseau mensupport dirinya
dengan salinan musik (tulisan tangannya sangat bagus) tetapi setelah tahun 1750
dia selalu dalam posisi tergantung kepada keramahtamahan para aristokrat,
kecuali (sebagaimana sering tejadi) ketika dia memilih untuk bertengkar dengan
siapa saja yang menyingkirkannya karena dianggap tidak berarti. Untuk masalah
pekerjaan, dia menjadi seorang penulis yang professional. Dia selalu kaya ide,
dan ketika dia menuangkannya, dia mampu menuangkan dengan mudah dan bagus.
Tetapi dampak dari buku-bukunya baik semasa hidupnya ataupun jauh sesudahnya
sangatlah bervariasi. Bukunya Social Contrat, yang secara umum
mengandung kematangan filosofi politiknya yang dia tulis mulai pada tahun 1752
dan akhirnya dipublikasikan sepuluh tahun berikutnya, jarang sekali dibaca
sepanjang hidupnya dan hanya sekali dicetak ulang pada tahun 1791. Penelitian
dari lima ratus perpustakaan yang memiliki karya yang sejenis menunjukan bahwa
hanya satu perpustakaan yang mempunyai salinannya. Seorang sarjana Joan
Macdonald yang meneliti 1114 pamflet politik yang dicetak pada tahun 1789-1791
menemukan hanya dua belas yang mencantumkan buku tersebut sebagai
referensi. Sebagaimana yang diamati oleh
Joan Macdonald: ‘perlu dibedakan antara ketenaran Rousseau dan pengaruh
pemikiran politiknya’. Ketenarannya dimulai pada penganugerahan hadiah essay. Setalah
itu terus berkibar dan diikuti penerbitan dua bukunya; Novel La Nouvelle
Héloïs, terjemahan dalam bahasa Inggris, Letters of Two Lovers dan Clarissa.
Alur ceritanya tentang mengejar, menggoda, pertobatan, dan hukuman seorang
wanita muda, ditulis dengan ketrampilan menulis yang hebat untuk menarik para
pembaca, khususnya waninta, dan pasar di kaum wanita kelas menengah dengan cita
rasa moralitas mereka. Isinya sangat terang-terangan untuk waktu itu, tetapi
pesan akhirnya betul-betul pas. Pendeta Paris menuduhnya ‘mengajarkan racun nafsu birahi namun
seolah-olah melarangnya.’ Kritikan itu menyebabkan penjualannya meningkat.
Rousseau menggunakan kata-kata yang sangat menarik pada halaman pembukaan. Dia
mengatakan dengan jelas dan tegas: ‘gadis yang hanya membaca satu halaman dari
buku ini akan kehilangan ruh dari buku tersebut.’ Namun dia juga menambahkan
‘gadis suci tidak membaca cerita-cerita cinta’. Pada kenyataannya gadis suci
dan suster-suster membacanya dan menjadikan buku tersebut best-seller
meskipun kebanyakan buku yang dijual merupakan buku bajakan.
Kemasyhuran Rousseau semakin luas pada
tahun 1762 dengan terbitnya ‘Émile, dimana dia meluncurkan ribuan
ide-ide tentang alam dan sikap-sikap manusia terhadapnya. Buku ini menarik
jumlah maksimum pembaca. Dalam satu hal Rousseau sangat pandai untuk
menampilkan kebaikan dirinya. Dia memasukkan dalam bukunya Émile sebuah
bab yang berjudul ‘Profession of Faith’. Disitu dia menuduh kawan-kawan
intelektual di abad Pencerahan, khususnya yang atheis ataupun yang hanya deis,
dengan sebutan arogan dan dogmatis. Katanya, ‘Mereka menghancurkan dan menginjak-injak
dibawah kakinya semua orang terhormat yang mengikuti ajaran agama dan mengambil
hanya satu kekuatan, yaitu nafsu akan harta dan kekuasaan’. Tindakan Rousseau
ini memang sebuah alat yang sangat efektif, namun untuk menyeimbangkannya,
Rousseau juga merasa perlu untuk mengkritik Gereja yang sudah mapan, khususnya
tentang keyakinan terhadap keajaiban dan takhayul. Rousseau sangat tidak
berhati-hati dengan memasukan kritikan tersebut dalam karya Emile. Setelah
itu Rousseau menjadi tertuduh di mata kaum geraja Perancis sebagai seorang
pengkhianat ganda. Itu karena setelah Berpindah agama ke Katolik, dia kemudian
pindah lagi ke Kalvinisme demi mendapatkan kembali kewarganegaraan Genewa. Pada
saat itu, Parlemen Paris yang didominasi oleh Jansenist menolak keras sentimen
anti-katolik didalam karya Rousseau Émile. Dan Mereka memerintahkan buku
tersebut dibakar didepan Palaies de Justice, sekaligus surat perintah
untuk penangkapan Rousseau. Tapi dia selamat karena mendapat peringatan dari
kawan-kawannya yang mempunyai kedudukan tinggi di pemerintahan. Setelah itu,
dia menjadi seorang pelarian selama bertahun-tahun. Sebetulnya, orang-orang
Kalvanist juga menolak bukunya, Émile. Maka tak heran, diluar wilayah
katolik pun dia terpaksa pindah dari satu tempat ke tempat lain. Namun dia
selalu mendapatkan perlindungan, baik di Britain (dimana dia tinggal selama 15
bulan pada tahung 1766-67) maupun di
Perancis pun juga demikian, dimana dia hidup dari 1967 dan seterusnya. Selama
dekade terakhir hidupnya, pemerintah sudah tidak tertarik lagi padanya. Setelah
itu musuh utamanya para intelektual, khususnya Voltaire. Untuk menjawab mereka,
Rousseau menulis buku Confessions yang ditulis di Perancis dan selesai pada
tahun 1770. Dia tidak mau mengambil resiko dengan mencetak bukunya tetapi buku
tersebut sangat terkenal karena dia membacakannya di rumah-rumah kaum
bangsawan. Pada saat kematiannya pada tahun 1778, reputasinya mulai segar
kembali dan mencapai puncaknya ketika revolusi Perancis mengambil alih
kekuasaan.
Rousseau kemudian menikmati kesuksesaan
yang luar biasa dalam hidupnya. Bagi orang modern yang tidak penuh dengan
syakwasangka, dia tampaknya tak akan
mempunyai sesuatu yang digerutukan. Tetapi, Rousseau merupakan salah seorang
penggerutu yang paling hebat dalam sejarah literatur. Dia menekankan bahwa hidupnya penuh dengan
kesedihan dan penderitaan. Dia sering sekali mengulang-ulang keluhannya dengan
kata-kata yang sangat menyedihkan sehingga orang merasa berkewajiban percaya
kepadanya. Dalam satu hal, dia tak mau merubah pikiran ini: “dia menderita gangguan
kesehatan yang kronis. Dia adalah seorang yang malang karena sakit…yang
berjuang setiap hari dalam hidupnya diantara kesakitan dan kematian.” Dia telah “tidak bisa tidur selama tiga puluh
tahun.” Memang benar bahwa dia selalu mempunyai masalah dengan alat kelaminnya.
Dalam sebuah surat kepada temannya Dr. Tronchin, yang ditulis pada tahun 1755,
dia menunjuk pada, ‘cacat organ sejak saya lahir’. Penulis biografinya Lester
Croker, setelah meneliti dengan hati-hati, menulis: “saya yakin bahwa
Jean-Jacques lahir sebagai korban hypospadias, sebuah kelainan bentuk
alat kelamin yang mana saluran kecingnya
terbuka di permukaan perut.” Di masa dewasanya, ini menjadi penyempitan
sehingga memerlukan selang untuk buang air kecil. Hal ini memperbesar
masalahnya baik secara fisik maupun psikologis. Rousseau selalu merasa mau
buang air kecil dan ini membuatnya dalam kesulitan ketika dia berada di
masyarakat kelas tinggi.
Namun pada waktu-waktu tertentu, dia
menunjukan kondisi kesehatannya yang baik. Penyakit susah tidur yang dia derita
sebagian hanya merupakan fantasi karena banyak orang telah membuktikan dia
tidur mendekur. David Hume, orang yang bersama dengannya dalam perjalanan ke
England, menulis, “Rousseau adalah orang yang paling kuat dan sehat yang pernah
saya lihat. Dia sanggup berada diatas
geladak kapal selama sepuluh jam pada malam hari dalam keadaan cuaca sangat buruk.
Padahal semua awak kapal hampir mati kedinginan, dan dia merasa tidak ada
apa-apa.”
Disamping
rasa malangnya, ada egoisme yang kuat, sebuah perasaan tidak suka dengan orang
lain, baik dalam penderitaan maupun dalam kesuksesan. Tentunya egoismenya itu
diiringi dengan kesombongannya. Rousseau menulis: ‘Orang yang dapat mencintaiku
sebagaimana aku mencintai diriku sendiri masih harus dilahirkan’, ‘Tak
seorangpun yang mempunyai bakat lebih untuk mencintai.’ Maka tak mengherankan
kalau Burke mendeklarasikan: ‘kesombongan yang dia miliki sampai pada tingkat
sedikit gila.’
Bagian dari kesombangan Rousseau adalah
bahwa dia percaya kalau dirinya sendiri tidak mempunyai perasaan emosional. ”Saya
merasa terlalu baik untuk membenci,” ungkapnya. Kenyataanya, dia sering menggerutu
dan menyimpan dendam kemarahannya. Banyak orang membuktikannya sebagai intelektual
yang memproklamirkan diri sebagai sahabat umat manusia. Tetapi selain mencinta
sebagaimana dia lakukan untuk kemanusiaan secara umum, dia juga mengembangkan
sebuah kebiasaan bertengkar dengan manusia lain.
Kalau Rousseau itu adalah orang yang
sombong, egois dan suka bertengkar, Bagaimana ceritanya sehingga sangat banyak
orang siap menjadi sahabatnya? Jawaban untuk pertanyaan ini membawa kita kepada
watak dasarnya dan pentingnya sejarah. Sebagian karena kebetulan, sebagaian
karena naluri, sebagian karena usahanya yang hati-hati, dia adalah intelektual pertama yang secara
sistematis mengeksploitasi kesalahan hak-hak istimema bagi kaum bangsawan dan
orang-orang kaya. Lebih-lebih lagi, dia melakukannya dengan cara yang
benar-benar baru, cara memuji kasar yang sistematis. Dia adalah prototipe
karakter tokoh jaman modern, the Angry Young Man. Secara alami dia tidak anti-sosial. Sungguh
dari sejak kecil, dia ingin bersinar di masyarakat. Khususnya, dia ingin
mendapatkan senyum-senyum wanita di masyarakat. Dia menulis, ‘penjahit-penjahit
wanita, pembantu, penjaga toko wanita tidak menggodaku. Saya butuh wanita-wanita
muda.’
Setelah kesuksesan essaynya dia mampu
memainkan kartu alam, dia merubah taktiknya. Sebagai ganti dari menyembunyikan
kekasarannya, dia justru menekankannya. Dia membuat kekasaran menjadi
kebajikan. Dan strategi itu berhasil. Sudah menjadi kebiasaan diantara kaum
terpelajar dari bangsawan Perancis merasa tidak nyaman lagi dengan sistem lama
tentang hak-hak istimewa kelas masyarakat. Ahli kritik sosial, C.P. Duclos
menulis: ‘Diantara orang-orang besar, bahkan orang-orang yang sebenarnya tidak
begitu suka dengan para intelektual pun bertindak seolah-olah mereka juga tidak
suka dengan sistem hak istemewa kelas karena itu sudah menjadi model.’ Dengan
demikian hampir semua penulis bertindak demikian, meniru dengan cara tidak baik
untuk kebaikan mereka. Dengan melakukan hal yang berlawanan, Rousseau menjadi
tampak jauh lebih menarik, cerdas dan
brilian sebagaimana orang suka memanggilnya ‘Brute of Nature’ atau ‘Bear’. Pendekatan ini sangat cocok dengan
tulisan-tulisannya yang jauh lebih senderhana dibanding dengan penulis
kontemporer saat itu yang banyak memoles tulisan mereka. Caranya yang langsung ini sesuai dengan
perlakuannya tentang seks dalam novel La Nouvelle Héloïse yang merupakan
salah satu novel yang menyebutkan tentang bagaimana cara wanita berpakaian.
Rousseau membuat rambu-rambu penolakannya terhadap norma-norma sosial dengan
kesederhanaan dan kelonggaran cara berpakaian yang pada saat itu menjadi ciri
utama dari anak muda jaman Romantik.
Sadar atau tidak, dia ahli dan lihai
mempublikasikan dirinya: keantikannya, brutalitas sosialnya, kepribadian
ekstrimisnya, bahkan pertengkarannya menarik banyak perhatian dan tidak
diragukan lagi merupakan bagian dari daya tariknya baik bagi pengemar
aristokrat maupun pembaca dan pemujanya. Sebagaimana
telah ditulis oleh penulis biografinya, Rousseau selalu menyusun sedikit
jebakkan untuk orang. Dia akan menekankan kesulitan dan kemiskinannya, kemudian
ketika orang menawarkan bantuan, dia akan membuat kejutan atau bahkah hal yang
tidak terhormat. Ini merupakan ketrampilan psikologis dari Rousseau untuk
membujuk orang. Dalam satu kasus, dia menulis kepada Duc de
Montmorency-Luxembourg yang meminjamkam sebuah rumah yang besar di pinggiran
kota Paris: ‘Saya tidak memuji atau berterimkasih pada anda. Tetapi saya
tinggal di rumah anda. Setiap orang mempunyai bahasanya sendiri – saya berkata
segala sesuatunya adalah milik saya.’
Skenarionya berjalan dengan baik, Duc de Montmonercy menjawab secara
apologetis, ‘bukan anda yang berterimakasih kepada kami, tetapi Mashal dan Saya
yang berhutang pada anda’.
Akan tetapi Rousseau tidak dipersiapkan
hanya untuk hal-hal yang menyenangkan saja. Dia terlalu rumit dan menarik untuk
itu. Bersamaan dengan serangkaian kalkulasinya yang keras kepala dan dingin,
ada elemen paranoia, semacam sakit mental yang penderitanya berkeyakinan
bahwa orang lain ingin mengancamnya. Ini membuat dia tidak dapat hidup dengan
nyaman. Dia bertengkar hebat dan bahkan secara permanen dengan orang-orang yang
dekat dengannya dan khususnya orang-orang yang telah menolong dan melindunginya.
Rousseau bertengkar dengan Diderot, padahal Rousseau paling banyak berhutang
padanya. Dia bertengkar dengan Grim. Dia telah putus hubungan secara
menyakitkan hati dengan Madame d’Épinay, seorang pelindungnya yang paling
ramah. Dia bertengkar dengan Voltaire –
ini memang hal yang mudah terjadi. Dia bertengkar dengan David Hume, yang
membawa Rousseau ke Inggeris, menyambutnya dan berusaha dengan segala cara
untuk membuat kunjungannya ke Inggeris sukses dan membuatnya bahagia. Masih banyak lagi cerminan tentang hal itu,
misalnya, serperti petengkarannya dengan temannya dari Genewa Dr. Tronchin.
Rousseau membuat tanda dari kebanyakan pertengkarannya dengan menulis
surat-surat bantahan. Surat-surat ini
menjadi diantara karya-karya briliannya yang ditulis dengan sejarah, kronologi
yang mengada-ada untuk membuktikan bahwa teman-temannya yang membantunya itu
monster. Surat yang dia tulis untuk Hume tertanggal 17 Juli 1766 sepanjang
delapan belas halaman folio (dua puluh lima lebar kertas cetak) telah
dipaparkan dalam biografi Hume sebagai ‘sesuai dengan konsistensi logis dari
orang gila. Surat itu menjadi dokumen yang paling brilian dan menyenangkan yang
pernah dibuat oleh orang yang cacat mental.’
Rousseau secara beransur-ansur sampai
pada keyakinan bahwa orang-orang tersebut adalah agen yang dalam plot jangka
panjang akan menghalangi, menganggu dan bahkan menghancurkannya dan juga
merusak karyanya. Tindakan-tindakan Rosseau di Dover pada saat sebelum
keberangkatan sangat histeris, berlari diatas geladak kapal, mengunci diri di
kabin, dan meloncat-loncat di tempat dan menunjuk kumpulan orang dengan klaim
fantastis, bahwa Thérèse adalah bagian dari konspirasi plot dan mencobanya
untuk tetap tinggal di Inggeris dengan paksa. Kenyataanya, Rousseau
diperlakukan lebih baik oleh penguasa-penguasa Perancis dibanding dengan
penulis-penulis lainnya. Hanya ada satu usaha untuk menangkapnya, dan biasanya
kepala sensor, Malesherbes, akan membantunya untuk mempublikasikan
bukunya. Akan tetapi, perasaan Rousseau
bahwa dia adalah korban dari sebuah jaringan internasional muncul, khususnya,
selama kunjungannya di Inggeris. Dia menjadi yakin bahwa Hume-lah yang pada
saat itu membuat plot konspirasi yang dibantu oleh banyak asisten.
Setelah kembali ke Perancis, dia
membuat poster di depan pintunya yang menyebutkan keluhan-keluhannya tentang
berbagai lapisan masyarakat yang melawannya seperti: pendeta, para intelektual,
rakyat biasa, para wanita, dan orang-orang Swiss. Dia yakin bahwa Duc de Choiseul, Menteri Luar
Negeri Perancis telah membuat konspirasi internasional dan menyusun jaringan
luas yang bertugas untuk membuat hidup Rousseau menderita. ‘Mereka akan
membangun di sekelilingku sebuah banguan kegelapan yang tidak dapat ditembus.
Mereka akan menguburku hidup-hidup didalam peti jenazah.’ Karya terakhirnya Dialogues
avec moi-même (ditulis mulai 1772) dan Révéries du promeneur solitaire
(1776) merefleksikan persekusi-mania ini. Ketika dia menyelesaikan karyanya Dialogues,
dia menjadi yakin bahwa ‘mereka’ bermaksud untuk menghancurkannya. Pada tanggal
24 Februay 1776 dia pergi ke Katedral Notre Dame dengan maksud mendapatkan
perlindungan untuk manuskripnya dan meletakannya di Altar Tinggi. Tetapi
gerbangnya terkunci secara misterious, klaimnya. Maka dia membuat enam salinan
dan diberikan dengan kekuatan gaib kepada beberapa orang: satu untuk Dr.
Johnson, seorang teman yang selalu berstoking biru dan Miss Brooke Boothy dari
Lichfield. dan Miss Boothylah orang pertama yang mempublikasikan karya Rousseau
tersebut pada tahun 1780. Pada saat itu, Rousseau tentu sudah ada di kuburnya. Pasti dia masih yakin bahwa ada ribuan agen
yang mengejarnya.
Issu kebenaran sangat signifikan karena
setelah kematiannya, Rousseau terkenal dengan karyanya Confessions. Ini
merupakan usaha pribadi memproklamirkan diri untuk menceritakan seluruh
kebenaran hakiki dari kehidupan manusia, dalam satu hal, keberanan ini yang
tidak pernah ada kecuali diusahakan.
Buku ini adalah bentuk baru dari autobiografi kebenaran-ultra.
Rousseau membesar-besarkan julukannya
menjadi penyampai kebenaran dengan mengklaim mempunyai memori yang hebat. Lebih penting, dia menyakinkan para pembaca
dengan mengatakan bahwa dia ikhlas menjadi orang pertama mengungkapkan
kehidupan seksnya secara terperinci, bukan dalam spirit untuk mengungkapkan
keperkasaan, tetapi sebaliknya dengan rasa malu dan keengganan. Sebagaimana dia
sepantasnya katakan, dengan mengacu kepada ‘labyrin kotor dan hitam’ tentang
pengalaman kehidupan seksnya, ‘Ini bukan tentang kejahatan apa yang paling
berat untuk dikatakan, tetapi tentang apa yang membuat kita merasa gila dan
malu.’ Tetapi sejauh mana kemurnian dari keengganannya? Di Turin, ketika dia
muda, dia berjalan-jalan di jalan
gelap dan menampakan pantatnya telajang
kepada para wanita: ‘Kesenangan bodoh yang saya pernah lakukan adalah menampakkannya
di depan mata-mata yang tidak dapat didiskripsikan.’ Rousseau adalah pemapar
yang alamiah dalam hal seks dan juga dalam hal-hal lain. Mungkin ada kesenangan
tersendiri dalam cara dia memaparkan kehidupan seksnya. Dia menunjukan
kejantanannya, dengan cara menikmati ketika pantatnya yang telanjang dipukul saudara
perempuan seorang pastor yang keras, Mademoiselle Lambercier, karena sengaja
berbuat nakal agar dihukum, dan juga menyarankan kepada saudara tuanya,
Mademoiselle Gorton, untuk memukulnya juga: ‘terbaring di kaki seorang nyonya
rumah yang sombong, mematuhi perintahnya, meminta maaf – cara ini untuk saya
merupakan sebuah kenikmatan yang indah’. Dia juga menceritakan bagaimana
sebagai seorang anak, dia melakukan mastubasi.
Menurutnya hal ini mencegah seorang anak muda dari terjangkiti penyakit
dan juga, ‘kebiasaan ini membuat orang yang penakut dan pemalu menemukan
sesuatu yang sangat nyaman lebih dari satu kenikmatan khayalan-khayalan yang
hidup: ini memungkinkan bagi para pelakunya menjalaninya dengan semua wanita
dalam hasratnya dan membuat keindahan memberikan keyamanan yang menggoda mereka
tanpa harus memperoleh ijinnya.’ Ada juga dikisahkan seorang homoseksual mencoba
menggodanya di rumah sakit Turin. Dan lain-lain.
Pengakuan-pengakuan yang rusak ini
membangun kepercayaan terhadap pandangan Rousseau tentang kebenaran, dan dia
memperkuatnya dengan menghubungkannya dengan episode-episode non-seksual
lainnya yang memalukan seperti mencuri, berbohong, pengecut dan pembelotan.
Tetapi ada elemen kebohongan disini. Tuduhan-tuduhan atas dirinya digunakan
untuk membuat tuduhan-tuduhan yang dibuat sesudahnya untuk menyerang
musuh-musuhnya menjadi jauh lebih meyakinkan. Dideriot mengamatinya dengan
geram, ‘dia mendiskripsikan diri dengan cara yang menjijikan untuk membuat
tuduhan yang tidak adil dan kasar bahwa orang lain sama dengannya.’ Fakta-fakta
yang dia akui secara terus terang dalam pandangan sarjana modern tampak tidak
akurat, menyimpang atau bahkan tidak ada. Ini kadang-kadang sangat jelas bahkan
hanya dengan melihatnya dari bukti-bukti internal saja. Demikian pula, dia
memberikan pertimbangan yang sangat berbeda tentang homoseksual dalam karya Émile
dan Confessions. Ceritanya secara keseluruhan adalah sebuah
mitos saja.
Memang banyak pengabdian Rousseau untuk
kebenaran. Tapi apakah kebajikannya? Dia berkata bahwa dia lahir untuk
mencintai, dan dia mengajarkan doktrin cinta
secara kontinyu dibanding dengan para rohaniawan. Kemudian seberapa baik dia mengungkapkan
cintanya dengan orang-orang terdekat? Kematian ibunya membuatnya kehilangan
kehidupan normalnya dari sejak lahir. Dia tidak mempunyai perasaan apa-apa
terhadapnya dalam berbagai hal karena dia tidak pernah tahu ibunya. Dalam hal
lain, dia menunjukkan tak ada perasaan kasih, atau benar-benar berkepentingan
terhadap anggota keluarga yang lain. Kematian ayahnya tidak berarti apa-apa
baginya kecuali sebuah kesempatan baginya untuk mendapat warisan. Dalam hal ini perhatian terhadap saudaranya
yang hilang muncul setidaknya untuk
membuktikan bahwa dia telah mati, sehingga uang keluarganya dapat dapat menjadi
miliknya. Dia melihat keluarganya berdasarkan uang. Dalam Confessions,
dia mendiskripsikan, ‘salah satu ketidakkonsistenan saya yang nyata – bertemunya ketamakan kotor
dengan kejijikan terhadap uang.’ Padahal
tidak ada banyak bukti tentang kejijikannya terhadap uang dalam hidupnya.
Ketika warisan keluargannya jatuh ke tangannya, dia berusaha semampunya untuk
menunda membuka surat tersebut sampai hari berikutnya. Kemudian: ‘Saya
membukanya dengan sengaja secara pelan-pelan dan menemukan surat pesanan uang
didalamnya. Saya pertama-tama merasakan
banyak kebahagian tetapi saya bersumpah
yang paling menyenangkan adalah telah menguasai diri saya sendiri.’
Jika sikap-sikap diatas adalah sikap
terhadap keluarganya yang sebenarnya, bagaimana dia memperlakukan ibu asuhnya,
Madame de Warens? Jawabannya adalah: pelit. Madame de Warans telah
menyelamatkannya dari kemelaratan tidak kurang dari empat kali, tetapi ketika
Rousseu kemudian menjadi kaya dan Madame de Warens menjadi miskin, Rousseau
hampir tidak pernah membantunya. Menurut hitungan Rousseau, dia telah mengirim
‘sedikit’ uang ketika dia diwarisi harta keluarganya pada tahun 1740-an, tetapi
dia menolak untuk memberinya lebih dengan alasan uang tersebut hanya akan
diambil oleh ‘penipu’ yang hidup disekelilingnya. Ini adalah alasan. Beberapa
saat kemudian Madame de Warens meminta bantuan uang kepadanya namun tidak ada
jawaban sama sekali. Dia menghabiskan masa dua tahun terakhirnya dalam
kesengsaraan dan kematiannya pada tahun 1761 mungkin disebabkan karena
kekurangan gizi. Comte de Charmette yang tahu
keduanya, benar-benar mengutuk Rousseau karena kegagalannya untuk
kembali menjengut Madame de Warens atau setidaknya sebagai bagian dari biaya
orang yang telah membantu dan melindunginya dulu. Itulah Rousseau yang memperlakukan kematian
pelindungnya dalam konteks yang benar-benar egosentris.
Apakah Rousseau mampu mencintai wanita
tanpa mementingkan diri sendiri? Menurut
pengakuannya sendiri, ‘cinta pertamaku dan hanya satu-satunya adalah Sophie,
Comtesse d’Houdetot, adik ipar dari orang yang banyak membantunya, Madame
d’Épinay.’ Rousseau mungkin telah
mencintai Sophie, tetapi Rousseau berkata bahwa dia telah memberikan peringatan
dalam surat cintanya yang mana publikasi dari surat-surat itu justeru merusak
citra Sophie. Lalu bagaimana dengan Thérèse Levarseur, seorang tukang cuci yang
berumur 23 tahun yang dijadikan kekasihnya pada tahun 1745, dan tetap
bersamanya selama tiga puluh tiga tahun sampai kematian Rosseau? Rousseau
berkata bahwa dia tidak pernah merasakan gemerlapnya cinta padanya…..kebutuhan
sensual yang saya puas dengannya adalah hanyalah seksual semata dan tidak ada hubungan dengannya secara
individual.
Dalam satu hal Rousseau membenci Thérèse sebagai orang kasar, pelayan
buta huruf dan membenci dirinya sendiri karena bergaul dengan dia. Rousseau menuduh
ibunya tamak dan saudara laki-lakinya
mencuri empat puluh dua baju bagusnya (Tidak ada bukti bahwa keluarga Thérèse
seburuk seperti yang Rousseau gambarkan). Dia berkata bahwa Thérèse tidak hanya
tidak dapat membaca atau menulis tetapi juga tidak tahu mengatakan jam berapa
dan tidak mengerti hari itu hari apa. Rosseau tidak pernah mengajaknya keluar
dan ketika Rosseau mengundang kawan-kawannya
makan malam Thérèsa tidak diijinkan untuk duduk bersama. Untuk menghibur
Duchesse de Montmorency-Luxembourg
Rousseau mengkompilasi sebuah katalog tentang pekerjaan Thérèse. Bahkan
beberapa teman besarnya merasa terkejut dengan cara penghinaan yang Rousseau
gunakan untuk Thérèse.
Sungguh, Rousseau juga memberikan
pujiannya kepada Thérèse sebagai: ‘wanita yang berhati malaikat’, ‘lembut dan
baik hati’, ‘konselor yang hebat’, ‘gadis sederhana tanpa kegenitan’. Rousseau
mendapatinya sebagai seorang yang ‘takut-takut dan mudah didominasi’. Pada
kenyataanya tidak jelas sama sekali apakah Rousseau memahaminya atau mungkin
karena dia terlalu terobsesi untuk mempelajari pribadi Thérèse. Gambaran yang
paling dapat dipercaya adalah yang diberikan oleh James Boswell, orang yang
telah mengujungi Rousseau lima kali pada tahun 1764 dan kemudian dia melarikan
Thérèse ke England. James mendapati Thérèse sebagai seorang gadis kecil
Perancis yang rapi dan menyenangkan. Boswell menyuapnya agar dapat mempunyai
akses ke Rousseau dan Boswell mampu membujuk Thérèse untuk memberikan dua surat
dari Rousseau untuknya (hanya satu yang ada). Surat tesebut mengungkapkan bahwa
hubungan mereka mesra dan intim. Thérèse bercerita kepada Boswell: ‘Saya telah
bersama dengan Rousseau selama dua puluh dua tahun. Saya tidak akan menyerah
untuk menduduki tempat sebagai Ratu Perancis.’ Sebaliknya, suatu ketika Boswell
menjadi teman bepergiannya, dia menggoda Thérèse tanpa kesulitan sedikitpun.
Gambaran langkah demi langkah affair nya dipotong dari manuskrip catatan
hariannya oleh Badan Sensor Sastra dan gap yang ada ditandai dengan kata-kata
‘Bacaan Tercela’. Namun masih ada yang tersisa satu kalimat yang mana Boswell
mencatat kejadian itu di Dover: ‘Kemarin pagi saya masuk ke kamar tidurnya
pagi-pagi sekali dan melakukannya sekali: tiga belas kali semuanya’. Dan itu cukup bagi Boswel untuk mengungkapkan
bahwa Thérèse merupakan wanita yang mendunia dan jauh lebih rumit dibanding
dengan bagaimana orang menganggapnya. Jadi hal yang sebenarnya tampaknya dia
mengabdikan diri pada Rousseau dalam segala hal, tetapi dia telah diajari oleh
perilaku Rousseau sendiri untuk mengunakan Rousseau sebagaimana Rousseau
mengunakan dia.
Rousseau menjaga dan bahkah menyayangi
Thérèse karena Thérèse dapat melakukan untuknya: memasang selang untuk
menghilangkan penyempitannya, misalnya. Rousseau tidak akan pernah memberi toleransi
kepada pihak ketiga untuk mencampuri hubungannya: Rousseau menjadi marah,
misalnya, ketika sebuah penerbit mengirimi Thérèse sepotong baju. Rousseau
langsung memveto dengan sebuah rencana
akan memberikannya pensiun, yang mungkin akan membuatnya tidak tergantung pada
Rousseau lagi. Hampir semua, Rousseaupun tidak akan mengijinkan anak-anak untuk
menganggu klaim-klaimnya terhadap Thérèse, dan ini membawanya kearah kejahatan
yang paling besar. Karena sebagian besar teori Rousseau terletak pada teori bagaimana
cara membesarkan anak – pendidikan adalah tema yang mendasari karyanya Dicours,
Emile, Social Contract dan bahkan La Nouvelle Héloïse – ini
mengherankan bagaimana kehidupan yang sesungguhnya sangat berbeda dengan apa
yang ditulis, Rousseau tidak begitu banyak menaruh perhatian kepada anak. Tidak
ada bukti apapun yang membukti bahwa dia meneliti anak-anak untuk membuktikan
teorinya. Dia mengklaim tak seorang pun yang menikmati bermain dengan anak-anak
melebihi dirinya, tetapi anekdot yang kita buat untuk dia dalam kapasitas ini
tidak menyenangkan. Pelukis Delacroix menceritakan dalam Journal (31 Mei
1824) bahwa seorang laki-laki menceritakan kepadanya telah melihat Rousseau di
Taman Tuileries: ‘Bola dari seorang anak mengenai kaki sang filsuf. Sang Filsuf
marah dan mengejar anak itu dengan membawa sepotong tebu.’ Dari apa yang kita tahu tentang karakternya,
tidak mungkin Rousseau pernah menjadi seorang ayah yang baik. Berhubungan
dengan hal ini, kejutan-kejutan yang menyakitkan akan muncul ketika orang tahu
apa yang Rousseau lakukan terhadap anak-anaknya sendiri.
Anak pertamanya dilahirkan Thérèse pada
Musim dingin tahun 1746-1747. Kita tidak tahu apa jenis kelaminnya. Bayi itu
tidak pernah diberi nama. Dengan (dia berkata) ‘kesulitan yang terbesar di
dunia’, dia membujuk Thérèse agar bayi dibuang untuk ‘menyelamatkan
kehormatannya’. Thérèse ‘mematuhinya dengan desahan’. Rousseau menempatkan
bayinya dalam kotak kardus dan membungkusnya dengan pakaian bayi, lalu meminta
kepada bidannya untuk menjatuhkan bungkusan itu di Hôpital des Efants-trouvés.
Empat bayi lainnya yang dilahirkan Thérèse dibuang dengan cara yang sama. Tak
satupun yang diberi nama. Ini kemungkinan bahwa bayi-bayi itu hidup sangatlah
tipis karena sejarah dari institusi itu, Hôpital des Efants-trouvés, seperti
yang dipaparkan dalam Mercure de France pada tahun 1746 telah kelebihan
bayi buangan yang jumlahnya lebih dari 3000 dalam satu tahun. Pada tahun 1758
seperti yang dicatat oleh Rousseau sendiri
jumlah totalnya meningkat menjadi 5082. Sampai tahun 1772, jumlah
rata-ratanya hampir 8000. Dua pertiga dari bayi tersebut mati pada usia sebelum
satu tahun. Empat belas dari seratus bayi dan dari kelima bayi tersebut hidup
sampai dewasa, dan hampir semuanya menjadi pengemis dan gelandangan. Rousseau
tidak pernah mencatat tanggal lahir dari kelima anaknya tersebut dan tidak
pernah tertarik untuk mengetahui apa yang terjadi terhadap mereka kecuali
sekali pada tahun 1761, ketika Thérèse akan menemui ajalnya. Dia berusaha
asal-asalan, dan segera berhenti, untuk mencari tahu apa gerangan yang telah
terjadi dengan anak pertamanya.
Rousseau tidak dapat menutupi rahasia
kelakuannya secara keseluruhan. Pada beberapa kesempatan pada tahun 1751 dan lagi
tahun 1761, dia harus mempertahankan diri dengan surat-surat pribadinya.
Kemudian pada tahun 1764 Voltaire yang marah karena tuduhan-tuduhannya sebagai
seorang atheis dari Rousseau membuat pamflet anomim yang ditulis kepada seorang Pastor Geneva yang berjudul
Le Sentiment des Citoyens. Voltaire secara terbuka menuduh Rousseau
membuang lima bayinya, selain itu dia juga menyatakan bahwa Rousseau itu
seorang pembunuh dan berpenyakit raja singa. Bantahan-bantahan Rousseua
terhadap pamflet ini pada umumnya diterima. Walaupun demikian Rousseu
menelurkannya dalam sebuah episode dan inilah yang menjadi faktor penentu bagi
Rousseau untuk menulis karyanya Confessions dimana pada dasarnya karya
ini dirancang untuk membantah atau memperingan fakta-fakta yang telah diketahui
oleh publik. Dua kali dalam karya ini dia mempertahankan diri dalam hal-hal
yang berhubungan dengan bayi-bayinya dan dia menulis kembali tentang masalah
ini dalam bukunya Reveries dan berbagai surat-suratnya. Secara
keseluruhan usahanya untuk mempertahan diri baik secara publik maupun pribadai
telah tersebar selama dua puluh lima tahun dan sangat beragam. Namun usaha-usaha tersebut hanya membuat
keadaan semakin buruk karena berisi kekasaran dan egoisme yang bercampur dengan
kemunafikan. Pertama-tama dia menyalahkan lingkaran intelektual yang atheis
diantaranya dia meletakan ide-ide tentang yatim piatu. Kemudian dilanjutkan
dengan ide mempunyai anak itu ‘tidak nyaman’. Dia tidak mampu untuk
melakukannya. ‘Bagaimana mungkin saya dapat memperoleh ketenangan pikiran yang
saya perlukan untuk membuat karya-karya saya, jika loteng saya dipenuhi dengan
urusan domestik dan kegaduhan anak-anak?’ Dia terpaksa membungkuk-bungkuk dalam
karya yang semakin terdegradasi, ‘untuk hal-hal yang remeh semacam itu membuat
saya ketakutan’, ‘Saya tahu sepenuhnya dengan baik, tak ada seorang ayah yang
lebih lembut daripada saya’. Tetapi Rousseau tidak ingin anaknya berhubungan
dengan ibunya Thérèse, ‘Saya gemetar untuk memberikan kepercayaan kepada
keluarga yang sakit itu’. Secara kasar, bagaimana mungkin orang yang mempunyai
karakter moral yang tinggi akan melakukan kesalahan semacam itu? ‘…..cinta saya sangat kuat kepada keagungan,
kebenaran, keindahan, dan keadilan; ketakutan saya terhadap setiap keburukan,
ucapan ketidakmampuan saya untuk membenci atau melukai atau bahkan
memikirkannya; emosi yang indah dan manis dimana saya merasakannya dengan
pandangan bahwa semua itu baik, murah hati, dan menyenangkan. Saya bertanya,
apakah mungkin semuanya ini dapat setuju dalam hati yang sama dengan keburukan moral yang menginjak-injak dibawah
kakinya hal yang terindah dari kewajiban-kewajiban itu, tanpa sedikitpun
keberatan? Tidak! Saya merasa dan mengatakan
dengan jelas dan tegas - itu tidak
mungkin! Tidak pernah dalam sedetik hidupnya, Jean-Jacques menjadi seorang
laki-laki tanpa perasaan, tanpa rasa kasih, atau seorang ayah yang
dibuat-buat.’
Berdasarkan kebajikannya sendiri,
Rousseau merasa berkewajiban untuk terus melanjutkan dan mempertahankan semua
tindakan-tindankannya dengan dasar yang positif. Dalam hal ini, hampir secara
kebetulan, Rousseau membawa kita langsung kedalam pertimbangan hati, baik
tentang masalah pribadinya maupun filosi politiknya. Benar untuk mendudukan
desertasi tentang anak-anaknya tidak hanya karena itu merupakan satu-satunya
contoh yang paling menonjol dari perasaan tidak berperikemanusiaannya tetapi
itu karena juga merupakan bagian organis dari proses menghasilkan teorinya
tentang politik dan peranan negara. Rousseau
menganggap dirinya sebagai anak buangan. Sejuah itu, dia tidak pernah
benar-benar dibesarkan oleh orangtuanya, tetapi dia tetap menjadi anak yang
mandiri sepanjang hidupnya, berjalan dari Madame de Warens yang berlaku sebagai
ibunya sampai dengan Thérèse sebagain orang yang merawatnya. Ada banyak tulisan
dalam bukunya Confessions dan masih banyak lagi dalam surat-suratnya
yang menekankan tentang elemen anak. Banyak orang yang telah berhubungan dengan
dia – Hume misalnya – melihat Rousseau sebagai seorang anak. Mereka mulai
berpikir tentang Rousseau sebagai seorang anak yang tidak membahayakan dan
dapat diatur dengan pertimbangan jika mereka berhubungan dengan anak nakal dan
cerdas. Karena Rousseau merasa (dalam beberapa hal) sebagai seorang anak, ini
membuat dia tidak dapat membesarkan anak-anaknya sendiri. Sesuatu harus
mengantikannya dan sesuatu itu adalah Negara dalam bentuk rumah yatim-piatu.
Oleh karena itu, Rousseau berargumen
bahwa apa yang dia lakukan adalah ‘sebuah rencana yang masuk akal dan baik.’
Itu benar-benar sama dengan apa yang telah disampaikan oleh Plato. Anak-anak
akan ‘menjadi lebih baik jika tidak dibesarkan dengan kelembutan karena itu
akan membuatnya kuat dan sehat.’ Mereka akan ‘menjadi jauh lebih bahagia
dibanding ayah-ayah mereka’. Rousseau menulis, ‘Saya berkeinginan dan terus
tetap berkeinginan untuk dapat dibesarkan dan diasuh dengan cara mereka itu.’
‘Seandainya saya boleh mempunyai keberuntungan yang sama dengan mereka.’ Pendeknya, dengan mentransfer tangungjawabnya
kepada negara, Rousseau berkata, ‘Saya pikir saya telah melakukan tindakan
sebagai seorang warga negara dan seorang ayah dan saya melihat diri saya
sendiri sebagai anggota dari Republik Plato’.
Rousseau menegaskan bahwa dengan
menelurkan perilaku terhadap anak-anaknya semacam itu akhirnya menuntun dia
untuk memformulasikan teori pendidikan yang tuangkan dalam bukunya Émile.
Hal ini juga membantunya dalam menulis bukunya Social Contract, yang
dicetak pada tahun yang sama. Bermula dari sebuah proses justifikasi diri
pribadi dalam hal tertentu – serangkaian alasan-alasan pemikiran cepat dan
sakit karena perilakunya sendiri yang mana dia pasti tahu itu tidak alami –
secara berangsur-angsur berubah, karena pengulangan-pengulangan dan tumbuhnya
harga diri yang menguat keyakinannya, menjadi dalil bahwa pendidikan adalah
kunci peningkatan moral dan peningkatan sosial. Karena itu adalah kunci
peningkatan moral dan sosial maka itu adalah kewajiban dari Negara. Negara
harus membentuk pemikiran dari semua warga negara, tidak hanya pemikiran
anak-anak (seperti yang digambarkan Rousseau dalam institusi yatim-piatu)
tetapi juga pemikiran warga negara yang dewasa. Dengan serangkaian logika moral
yang remeh, kesalahan Rousseau sebagai orangtua dihubungkan dengan pengembangan
ideologinya tentang negara totaliter masa depan.
Kekacauan selalu melingkupi ide-ide
politik Rousseau kerana dia dalam beberapa hal adalah seorang penulis yang
tidak konsisten. Dalam beberapa bacaan dalam karyanya dia nampak menjadi
seorang yang konsevatif yang menentang revolusi: ‘Berpikir tentang
bahaya-bahaya dari pengerakan masa’. ‘Orang-orang yang membuat revolusi hampir
selalu berakhir dengan membawa kepada dirinya sendiri godaan-godaan yang
membuat rantai-rantai mereka lebih berat dari sebelumnya.’ ‘Saya tidak akan
berhubungan dengan plot revolusi yang selalu mengarahkan pada ketidakteraturan,
kekerasan dan pertumpahan darah.’ ‘Kebebasan dari keseluruhan ras manusia tidak
hanya bernilai satu nyawa manusia.’
Tetapi disisi lain tulisan-tulisannya juga mengandung kebencian radikal,
‘Saya benci keagungan, saya benci kelas mereka, kekasaran mereka, prasangka
mereka, kepicikan mereka, semua sifat buruk mereka.’ Dia menulis kepada salah
satu wanita bangsawan, ‘ini kekayaan kelas, kelasmu, yang mencuri dariku, roti
anak-anaku,’ dan dia mengakui ‘mempunyai kebencian tertentu kepada orang sukses
dan kaya, seolah-olah kekayaan dan kebahagian mereka diperoleh karena
mengorbankan saya. ’Orang-orang kaya adalah serigala-serigala lapar yang sekali
saja mereka merasakan daging manusia, akan menolak semua makanan pengantinya.’
Banyak sekali aforismenya dengan nada radikal kuat yang membuat buku-bukunya
sangat menarik khususnya bagi anak muda. “Buah-buah dari bumi milik kita semua,
dan bumi itu sendiri bukan milik siapa-siapa.’ ‘Manusia lahir bebas dan
dimana-mana saling berhubungan.’ Entrinya dalam Encyclopédie pada
‘Political Economy’ meringkas sikap kelas pemerintah: ‘Kamu membutuhkan saya
karena saya kaya dan kamu miskin. Mari kita buat perjanjian: Saya ijinkan kamu
untuk mendapat kehormatan melayani saya, asalkan kamu memberikan pada saya apa
saja yang membuat kamu menghalangi saya untuk memerintahmu.’
Walaubagaimanapun, kita sudah mengetahui
keadaan yang Rousseau ingin ciptakan, pandangannya bermula untuk melengkapi
satu sama lain. Perlu untuk menganti masyarakat yang ada dengan sesuatu yang
benar-benar berbeda dan egaliter. Tetapi untuk membuat ini agar tercapai,
kekacauan revolusioner tidak dapat dicegah. Orang-orang kaya dan orang yang
mempunyai hak istimewa, sebagai kekuatan pemerintah, akan diganti oleh Negara
yang mempunyai Jenderal Will dimana semuanya membuat janji untuk mematuhinya.
Kepatuhan semacam itu akan menjadi naluriah dan suka rela karena Negara dengan
sebuah prosses sistematis mengunakan teknik budaya akan menanamkan
nilai-nilai kebajikan untuk semua warganya. Negara adalah ayah, the patrie
dan semua warga negaranya adalah anak-anaknya dari rumah yatim piatu. (oleh
karena itu, ucapan Dr. Johson yang memotong semua alur pikiran Rousseau yang
menyesatkan, ‘Patriotisme adalah pengungsian terakhir dari seorang yang jahat).
Dan benar anak-anak negera, tidak seperti anak Rousseau sendiri, setuju untuk
memberikan kepada negara secara bebas perjanjian itu. Dengan demikian melalui
keinginan kolektifnya, mereke merupakan legitimasinya, setelah itu, mereka
tidak mempunyai hak untuk merasa terhalang, karena telah menginginkan hukum,
mereka harus cinta dengan kewajiban-kewajiban yang diberikan padanya.
Meskipun Rousseau menulis tentang
Jendral Will berkenaan dengan kebebasan, hal tersebut secara esensial merupakan
sebuah instrument otoriter, sebuah bayangan awal dari ‘demokrasi terpusat’nya
Lenin. Hukum dibawah Jendral Will harus, secara definisi, mempunyai otoritas
moral. ‘Rakyat yang membuat hukum untuk diri mereka sendiri tidak mungkin tidak
adil’. ‘Jenderal Will selalu benar.’ Lebih-lebih lagi, asalkan Negara
‘bermaksud baik’ (tujuan jangka panjangnya yang diinginkan), inteprestasinya, Jenderal Will dapat dibiarkan menjadi
pemimpin karena ‘rakyat tahu dengan baik kalau Jenderal Will akan selalu
memenangkan keputusan yang paling kondusif untuk kepentingan publik.’ Oleh karena itu, jika ada individu yang beroposisi dengan
Jendral Will, itu merupakan kesalahan: ‘Ketika pendapatnya bertentangan dengan
kemenangan saya sendiri, ini hanya menunjukkan bahwa saya salah dan apa yang
saya pikirkan tentang Jenderal Will tidaklah begitu.’ Sungguh ‘jika pendapat
saya benar berlaku pada suatu waktu,
saya telah mencapai apa yang bertentangan dengan keinginan saya dan oleh
karena itu, saya harus tidak bebas.’ Disini kita berada hampir sama dengan di
wilayah panas Arthur Koestler dalam
bukunya Darkness at Noon atau
bukunya George Orwell ‘Newspeak.’
Negara menurut Rousseau tidak hanya
otoriter, tetapi juga totaliter karena negara mengatur setiap aspek kehidupan
manusia, termasuk pemikiran. Dalam bukunya Social Contract, setiap
pribadi diwajibkan untuk ‘memindahkan
semua haknya ke komunitas secara keseluruhan (yaitu Negara).’ Rousseau berpendapat bahwa ada sebuah
konflict tak dapat dihilangkan antara sifat manusia yang mementingkan diri
sendiri dan tugas sosialnya, antara Manusia dan Negara. Dan itu membuat manusia
menderita. Fungsi dari kontrak sosial dan Negara adalah untuk membuat manusia
satu keseluruhan: ‘Membuat manusia itu satu, dan kamu akan membuatnya bahagia.
Berikan semua kepada Negara, atau biarkan dia semua pada diri mereka sendiri.
Tetapi jika kamu membagi hatinya, kamu telah merobeknya menjadi dua.’ Oleh
karena itu, kamu harus memperlakukan warga negara sebagai anak dan mengontrol
pertumbuhan dan pikiran mereka untuk menanamkan ‘hukum sosial kedalam hati
mereka.’ Mereka kemudian menjadi ‘manusia sosial karena sifat-sifatnya dan
warga negara karena perilakunya.’ Mereka adalah satu, mereka akan baik, mereka akan bahagia, dan
kebahagian mereka akan menjadi kebahagiaan Republik.’
Prosedur
ini mempersyaratkan penyerahan total. Sumpah kontrak sosial asli dalam
konstitusi proyeksi untuk Corsica berbunyi: ‘Saya mengikat diri saya sendiri,
tubuh, harta, kemauan dan semua kekuatan saya, kepada Negara Corsica,
mengakui kepemilikan negara atas saya,
saya sendiri dan apa-apa yang bergantung kepada diri saya.’ Dengan demikian, Negara
akan ‘memiliki manusia dan seluruh kekuatannya’ dan mengontrol setiap aspek
kehidupan sosial dan ekonominya yang mana ini akan menjadi tidak nyaman, anti-kemewahan dan anti-perkotaan, rakyat
tidak diijinkan masuk ke kota kecuali mendapat ijin khusus. Dalam beberapa hal,
Negara Rousseau yang direncanakan untuk Corsica menyebabkan lahirnya Rejim Pol
Pot yang mencoba menciptakan negara semacam itu di Kamboja, dan ini tidaklah
begitu mengherankan karena pemimpin-pemimpin rejim itu dididik di Paris dan
telah menyerap semua ide-ide Rousseau. Tentulah, Rousseau sangat yakin bahwa
negara semacam itu akan diperdebatkan karena rakyatnya akan dilatih untuk
menyukai negara. Dia tidak
mengunakan istilah ‘brainwash’ tetapi dia menulis: ‘Mereka yang mengontrol
opini rakyat, mengontrol juga tindakan-tindakan mereka’. Kontrol semacam itu
dibangun dengan memperlakukan warga negaranya, dari sejak bayi, sebagai
anak-anak negara, yang dilatih untuk ‘mempertimbangkan diri mereka sendiri
hanya berhubungan dengan Lembaga Negara.’
‘Untuk tidak menjadi apa-apa kecuali dengan negara, mereka tidak akan
menjadi apa-apa kecuali untuk negara. Negara akan memiliki mereka semua dan
negara menjadi milik mereka semua.’ Lagi, ini telah menyebabkan lahirnya
doktrin sentral Fasis Mussolini, ‘Segala sesuatu didalam Negara, tidak ada
satupun diluar Negara dan tidak ada
satupun melawan Negara’. Dengan demikian proses pendidikan merupakan kunci
sukses dari teknik pembudayaan yang dibutuhkan untuk membuat Negara dapat
diterima dan sukses. Poros dari ide-ide Rousseau ini adalah warga negara
sebagai anak dan Negara sebagai orangtua, dan dia menekankan bahwa pemerintah
harus sepenuhnya membesarkan semua anak-anaknya. Oleh karena itu, dia
mengusulkan proses politik bermula pada kedudukan yang yang sangat sentral dari
keberadaan manusia dengan membentuk sebuah legislator yang juga merupakan
pendidik yang mampu memecahkan semua masalah-masalah manusia dengan menciptakan
Manusia-Manusia Baru. Rousseau menulis, ‘Segala sesuatu pada dasarnya
tergantung pada politik.’ Kebajikan
adalah produk dari pemerintah yang baik. Proses politik dan jenis negara baru
yang dihasilkannya merupakan obat universal untuk sakitnya umat manusia.
Politik akan melakukan semuanya. Dengan demikian Rousseaulah yang menyiapkan blueprint khayalan dan kebodohan prinsip pada abad dua
puluh ini.
Reputasi Rousseau selama hidupnya dan
pengaruhnya setelah kematiannya memunculkan banyak pertanyaan yang menganggu
tentang mudah tertipunya manusia dan juga tentang kebiasaan manusia yang
menolak untuk mengakui kesalahnya walupun sudah ada bukti. Hal-hal yang ditulis
oleh Rousseau sangat tergantung pada lenkingan klaimnya bahwa dia tidak hanya
menjadi orang bijak, tetapi menjadi orang yang paling bijak pada masanya.
Mengapa klaim ini tidak hancur dalam kehinaan dan celaan ketika kelemahan dan
kebusukannya telah menjadi tidak hanya pengetahuan publik, tetapi juga menjadi
bahan debat interansional? Walau
bagaimanapun, orang-orang yang membantah Rousseau bukanlah orang-orang asing
atau lawan-lawan politiknya tetapi kawan-kawan lama dan teman sejawatnya yang
telah membantu dia dalam berbagai hal. Bantahan-bantahan mereka serius dan
merupakan sebuah dakwaan koletif yang menghancurkan. Hume, yang pernah berpikir
bahwa Rousseau itu ‘lembut, sederhana, penuh kasih, peka tanpa pamrih, memutuskan
dengan dasar pengalaman panjangnya bahwa
Rousseau adalah ‘monster yang melihat dirinya sendiri sebagai satu-satunya orang penting di alam
semesta.’ Diderot, setelah lama berkenalan, menyimpulkan Rousseau sebagai
pembohong, Sombong seperti setan, orang
tak tahu berterimakasih, kasar,
munafik, dan penuh dengan kedengkian.
Bagi Grimm, Rousseau adalah ‘sangat menjijikan’. Bagi Voltaire, dia
adalah ‘monster dari kesombongan dan kebusukan.’ Yang paling sedih dari
semua pendapat itu, adalah pendapat dari wanita yang sangat baik hati padanya,
Madame dÉpinay yang mana kata-kata terakhirnya untuk Rousseau yaitu ‘Tak ada
kata lagi yang tertinggal untukmu kecuali kasihan.’ Pendapat-pendapat seperti
tidak didasarkan pada kata-kata orang tetapi didasarkan pada perbuatan-perbuatannya,
dan karena sejak saat itu, lebih dari dua ratus tahun, banyak materi-materi
yang telah digali oleh para sarjana cenderung mendukung pendapat-pendapat itu.
Dalam catatan para akademisi modern, kekurang-kekurangan Rousseau adalah sebagai
berikut: ‘dia adalah seorang yang ‘sok
jogo, suka pamer, neurathentis, terlalu cemas terhadap kesehatan, suka onani,
gila karena ketakutan, homoseks latent,
tidak mampu mempunyai kasih sayang normal atau kasih sayang sebagai
orangtua, introvert karena penyakitnya, penuh dengan perasaan bersalah,
mempuyai penyakit malu-malu, kleptomanik, kekanak-kanakan, tidak berperasaan,
dan menderita’.
Tuduhan-tuduhan semacam itu beserta
bukti-buktinya tidak banyak berpengaruh terhadap daya tarik emosional dan
intelektualnya. Selama hidupnya, berapapun banyaknya persahabatan yang dia
rusak, dia tidak pernah menemukan kesulitan untuk mendapatkan teman-teman baru
dan juga untuk menarik para bangsawan, murid-murid dan para penggagum hangat,
yang siap menyediakan rumah, makan malam, dan wangi-wangian dupa sangat
dibutuhkannya. Ketika dia meninggal dunia, dia dikubur di Île des Peupliers
dekat danau Ermononville dan dengan cepat tempat itu menjadi tempat tujuan
peziarah orang-orang sekuler dari seluruh Eropa, seperti kuil orang-orang suci
Abad Pertengahan. Diskripsi-diskripsi jenaka dari para pengagumnya menjadi
bacaan yang menyenangkan: ‘Saya berlutut..menekan bibirku pada batu monumen
yang dingin…..dan saya menciumnya berkali-kali.’ Peninggalan-peninggalannya seperti kantong
tembakau dan kendi dilindungi dengan hati-hati di ‘Tempat Perlindungan’.
Orang-orang mengingat Erasmus dan John Colet yang mengujungi kuil agung St
Thomas à Becket di Canterbury pada tahun
1512 dan mencemooh ekses dari orang-orang yang menziarahi. Apa yang para
peziarah temukan dari ‘Santo Rousseau’ (sebagaimana George Sand memanggilanya
penuh hormat) tiga ratus tahun setelah Reformasi? Pujian terus diberikan jauh
sesudah abunya dipindah di Panthéon. Bagi Kant, Rousseau mempuyai ‘kepekaan
jiwa yang kesempurnaanya tidak tertandingi’. Bagi Shelley, dia adalah ‘jenius
yang luhur’. Untuk Schiller, dia adalah ‘seorang yang berjiwa seperti
Jesus dan hanya malaikat surga yang pantas menemaninya’. John Stuart Mill dan
George Elliot, Hugo dan Flaubert memberikan penghormatan yang mendalam.’
Tolstoy mengatakan bahwa Rousseau dan Kitab Injil adalah ‘dua hal yang mempengaruhi hidup saya’. Salah satu intelektual yang sangat
berpengaruh saat ini, Claude Lévi-Strauss, dalam karya utamanya, Tristes
Tropiques memanggil Rousseau sebagai
‘guru kita dan saudara kita….. dan setiap halaman dari buku itu dipersembahkan
untuknya, jika itu bernilai untuk mengenang keagungannya’.
Semua itu sangat mengherankan dan
mengambarkan bahwa para intelektual tersebut keterlaluan, tidak logis, dan
bertakhyul seperti orang biasa lainnya. Hal yang sesungguhnya tampaknya bahwa
Rousseau adalah seorang penulis yang jenius tetapi tidak seimbang antara hidup
dan pandangan-pandangannya. Kesimpulan tentang Rousseau yang paling tepat
adalah seperti yang digambarkan oleh seorang wanita, yang mana Rousseau bilang
dialah kekasih satu-satunya, Sophie d’Houdetot. Sophie hidup sampai pada tahun
1813 dan pada usia tuanya dia
menyampaikan putusan ini: ‘Rousseau adalah orang yang cukup buruk untuk
menakuti saya dan cinta tidak membuatnya lebih menarik. Dia adalah seorang
tokoh yang menyedihkan dan saya memperlakukannya dengan kelembutan dan
kebaikan. Dia adalah orang gila yang menarik’.
0 comments:
Posting Komentar
Sialhkan komen dengan bijak, cerdas, mencerahkan dan santun