LOKASI

Banyuwangi Jawa Timur

Minggu, 14 Juni 2020

JEAN-JACQUES ROUSSEAU

JEAN-JACQUES ROUSSEAU

ORANG GILA YANG MENARIK

 

Lebih dari dua ratus tahun, pengaruh para intelektual telah berkembang pesat. Kebangkitan para intelektual sekuler merupakan faktor kunci dalam membentuk dunia modern ini. Penampilan mereka yang persis seperti pendeta atau tukang ramal di masa lampau membenarkan bahwa para intektual tersebut telah memberikan bimbingan dan petunjuk bagi masyarakat sejak awal. 

Penurunan kekuatan relijius pada abad kedelapan belas menyebabkan munculnya mentor baru yang mengisi kekosongan dan menangkap telinga masyarakat. Mereka adalah intelektual sekuler yang benar-benar siap sebagaimana seorang penceramah atau pendeta untuk memberitahu semua manusia bagaimana melakukan urusannya. Untuk pertama kali dalam sejarah manusia dan dengan keyakinan dan perilaku yang mengejutkan, manusia bangkit untuk mengatakan  dengan jelas bahwa mereka dapat mendiagnosa penyakit-penyakit  masyarakat dan mengobatinya dengan intelektual mereka sendiri. Tidak seperti para pendahulunya yang sakral, mereka bukan sebagai pelayan dan penafsir dari tuhan tetapi sebagai penggantinya. Pahlawan mereka adalah Prometheous yang mencuri api surga dan membawanya ke bumi!

Kini saatnya untuk kita meneliti catatan-catatan mereka, baik dalam bidang yang publik ataupun yang bersifat pribadi. Secara khusus, tulisan ini akan berfokus pada kualitas pendapat dan moral para intelektual dalam mengajari manusia berbuat dalam urusannya sendiri. Bagaimana para intelektual ini menjalani kehidupan pribadinya?  Apakah ajaran-ajarannya pada manusia diamalkan juga dalam kehidupannya sendiri? Seberapa baik moral mereka dalam berperilaku terhadap keluarga,  teman dan rekan kerjanya?

Dalam tulisan ini, akan dibahas Jean-Jacques Rousseau (1712-78), orang pertama dari para intelektual modern yang pola dasar pemikirannya paling berpengaruh. Pendahulunya seperti Voltaire telah memulai karyanya dengan menghancurkan altar dan memberikan alasan dari penghancuran tersebut. Rousseau berbeda. Dia  adalah orang pertama yang menggabungkan semua sifat-sifat yang paling penting dari Promethean modern, yakni antara lain: penegasan akan haknya sendiri untuk menolak aturan yang ada secara keseluruhan; kepercaya-dirian akan kapasitasnya untuk mengubah aturan-aturan tersebut dari bawah sesuai dengan prinsip-prinsip yang dia miliki; berkeyakinan bahwa pengubahan ini dapat dilakukan melalui proses politik, pada mana naluri, intuisi, dan impulse memainkan peranan yang besar dalam pembuatannya. Rousseau juga yakin bahwa dirinya mempunyai cinta yang unik untuk kemanusiaan dan telah dianugerahkan  wawasan dan anugerah yang belum pernah dimiliki orang lain sebelumnya. Banyak orang pada masa dia hidup dan sesudahnya telah mengambil nilai-nilai ajarannya sebagai nilai-nilai kehidupan mereka.

Baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek pengaruh Rousseau sangatlah besar. Dia meninggal dunia satu dekade sebelum Revolusi Perancis tahun 1789, tetapi banyak bukti-bukti kontemporer mengatakan bahwa dialah yang bertanggung jawab atas revolusi ini dan juga penghancuran the ancien régime di Eropa. Selama Revolusi, Konvensi Nasional memutuskan untuk memindahkan abunya kedalam Panthéon. Dalam upacara pemindahan, presiden mendeklarasikan: ’Rousseaulah orang yang telah membawa kemajuan yang memberikan kebaikan, dia telah mentransformasikan moral, tradisi, hukum, perasaan dan kebiasaan kita’.

Dalam tingkat yang lebih mendalam dan dalam rentang waktu yang lebih lama, Rousseau mengganti beberapa asumsi dasar tentang manusia yang berperadaban dan merubah pola pikir manusia. Pengaruhnya sangat luas tetapi dapat dikelompokkan dalam lima topik utama. Pertama, semua ide modern tentang pendidikan telah dipengaruhi  oleh doktrin Rousseau, khususnya oleh karyanya Émile (1762). Disini dia memperkenalkan kritik tentang kekomplekan masyarakat. Dia mengidentifikasi dan menunjukan kepalsuan-kepalsuan peradaban.

Kedua, dihubungkan dengan penilaiannya terhadap alam, Rosseau mengajarkan ketidakpercayaan terhadap peningkatan progresif dan gradual yang disebabkan oleh budaya materialis. Dalam hal ini, dia menolak pencerahan dan mencari solusi yang jauh lebih radikal. Alur pemikiran ini terdapat dalam karyanya Confessions yang selesai pada tahun 1770, meskipun tidak dipublikasikan sampai dia meninggal dunia.

Ketiga, konsepnya merupakan awal dari pergerakan Romantik dan literatur instrospektif modern. Untuk pertamakalinya para pembaca ditunjukan isi hati, meskipun ini juga merupakan sifat literatur modern. Visinya adalah  untuk memperdaya orang agar percaya bahwa hati menunjukan jalan yang salah dan penuh dengan tipu muslihat.

Keempat, konsep yang dipopulerkan oleh Rousseau adalah konsep yang paling dapat menembus semua lapisan. Dia berpendapat bahwa manusia terkorupsi ketika masyarakat berkembang dari sifat  primitif ke sifat kompleks masyarakat perkotaan; sifat individualis yang dia sebut sebagai amour de soi tertransformasi menjadi sebuah naluri yang jauh lebih rusak, disebut amour-prope, yang menggabungkan antara kesombongan dan harga diri. Manusia menghitung dirinya sendiri dengan bagaimana orang berpendapat tentang dirinya. Oleh karena itu, manusia terus mencari membuat orang lain terkesan akan dirinya dengan uangnya, kekuatannya, superioritas otak dan moralnya. Sifat individualisnya menjadi kompetitif dan akusitif sehingga dia menjadi asing tidak hanya dari orang lain yang dia lihat sebagai kompetitor tetapi juga dari dirinya sendiri. Keterasingan ini memasukan penyakit psikologis ke dalam diri manusia yang ditandai dengan pembedaan tragis antara penampilan dan kenyataan.

Kelima,  topiknya adalah berhubungan dengan inovasinya mengembangkan kritik terhadap Kapitalisme dalam karyanya seperti dalam pembukaan drama Narcisse maupun dalam Discours sur l’inégalité. Dalam karyanya ini, Rousseau mengidentifikasi kepemilikan. Kompetisi untuk mendapatkan kepemilikan ini merupakan sumber utama dari keterasingan. Ini merupakan sebuah pemikiran Marx dimana orang lain mengambilnya dengan paksa sebagaimana dengan ide-ide Rousseau tentang evolusi kultural.  Bagi dia, “natural’ berarti ‘original’ atau pre-kultural. Semua kultur membawa masalah. Ini karena hubungan manusia dengan manusia lain yang menularkan kebiasaan jahatnya, sebagaimana dia paparkan dalam karyanya Émile, ‘Nafas orang berakibat fatal untuk temannya’. Dengan demikian, budaya dimana orang hidup merupakan sebuah perilaku manusia yang terdikte, terkontruksi secara semu, dan berkembang. Dan kita dapat meningkatkanya, atau benar-benar mentransformasikanya dengan merubah budaya dan kekuatan kompetitif yang menghasilkanya, yakni, dengan social engineering (teknik sosial).

Ide-ide diatas tersebar secara luas dengan sendirinya dan hampir merupakan sebuah ensiklopedia pemikiran modern. Benar bahwa tidak semua ide-ide tersebut adalah asli miliknya. Bacannya luas: Cescrates, Rabelais, Pascal, Leibnitz, Bayle, Fontenelle, Corneille, Pertrarch, Tasso, dan secara khusus, dia belajar  pada Locke dan Montaigne. Germaine De Staël yang percaya bahwa Rousseau mempunyai “kemampuan natural yang paling tinggi yang pernah dianugerahkan pada manusia” menyatakan “Roesseau tidak menemukan apa-apa”. Germanie menambahkan, “ Dia telah menanamkan pahamnya dengan api”.   

Kemudian, siapakah orang yang menjadi sumber dari kekuatan intelektual dan moral yang luarbiasa dan bagaimana cara dia mendapatkan kekuatan tersebut? 

Rousseau adalah orang swiss yang lahir di Genewa pada tahun 1712 dan besar sebagai seorang Calvinis. Ayahnya Isaac adalah pembuat jam tetapi tidak sukses, menjadi pengacau dan sering terlibat dalam kekerasan.  Ibunya, Suzanne Bernard, berasal dari keluarga kaya. Dia meninggal tidak lama setelah melahirkan Rousseau. Kedua orang tuanya tidak berasal dari lingkaran keluarga yang membentuk pemerintahan oligarki Genewa dan tidak juga termasuk dalam Dewan Dua Ratus dan Dewan Duapuluh dua Dalam. Tetapi mereka mempunyai hak untuk memilih dan hak hukum istimewa dan Rousseau selalu ingin tahu tentang status superiornya. Ini membuatnya menjadi seorang yang konservatif secara alami dan membuat perenungan sepanjang hidupnya tentang orang yang tidak punya hak suara. Selain itu, keluarganya mempunyai uang yang jumlahnya begitu besar.

Rousseau tidak mempuyai saudara perempuan. Dia mempuyai kakak laki-laki  tujuh tahun lebih tua. Rousseau sangat mirip dengan ibunya, itulah maka ayahnya sangat menyayanginya. Perlakuan ayahnya kepadanya terus berubah-ubah dari  kasih sayang yang bisa membuat air mata berlinang sampai kekerasan yang menakutkan dan bahkan Jean-Jacques yang disayangi ayahnya ini merasa cara ayahnya membesarkan dia tidak baik, akhirnya dia mengeluhkannya dalam karyanya Émile. Kutipan ini mengambarkannya:Ambisi, kerakusan, tirani, pandangan yang melenceng dari ayah, ketidakacuhan, dan ketidakperasaan adalah jauh lebih berbahaya dibanding dengan kelembutan kasih sayang ibu yang tidak pernah terpikirkan’. Kakaknya  menjadi korban keganasan ayahnya. Dia dikirim ke tempat rehabilitasi atas pemintaan ayahnya dengan alasan dia sangat jahat; pada tahun 1723 kakaknya melarikan diri dan setelah itu  tidak pernah terlihat lagi.  Rousseau kemudian menjadi anak satu satunya yang besar dalam situasi dimana dia bergaul dengan pemimpin-pemimpin modern. Meskipun dibebaskan untuk menikmati hidup dengan caranya sendiri, dia muncul dari masa kecil dengan rasa kehilangan yang kuat dan, mungkin, dengan sifat pribadinya yang paling nampak yaitu merasa kasihan pada diri-sendiri.

Kematian membuatnya kehilangan baik ayah maupun ibu-asuhnya. Dia tidak suka perdagangan yang memberikan penghasilan rendah padanya. Maka pada tahun 1728 dia pergi meninggalkan dunia perdagangan dan pindah agama ke Katholik supaya memperoleh perlindungan dari Madame Françoise-Lousie de Warens yang tinggal di Annecy. Penjelasan tentang karir Rousseau sebagaimana yang tercatat dalam karyanya Confessions  tidak dapat dipercaya. Tetapi surat-surat pribadinya dan sumber-sumber dari industri besar Rosseau dapat digunakan sebagai fakta-fakta penting. Madame de Warens hidup dengan gaji pensiun dari Kerajaan Perancis dan agaknya dia menjadi seorang agen baik untuk Pemerintah Perancis maupun untuk Gereja Katolik Roma. Rousseau tinggal bersamanya dengan biaya hidup ditanggung olehnya selama  empat belas tahun (1728 – 1742). Pada saat itu Rousseau menjadi kekasihnya. Selama itu juga ada waktu-waktu tertentu dimana Rousseau pergi jalan-jalan sendiri. Sampai umur tigapuluhan, Rousseau mengalami kegagalan dan ketergantungan, khususnya pada wanita. Dia telah mencoba setidaknya tiga belas pekerjaan sebagai pengukir, pesuruh, murid seminary, musisi, pegawai negeri, petani, tutor, kasir, penyalin musik, penulis dan sekretaris pribadi. Pada tahun 1743, dia diberi jabatan basah sebagai sekretaris untuk kedutaan Perancis di Venice, Comte de Mantaigu. Ini berlangsung selama sebelas bulan dan dia mengakhirinya dengan pemberhentian dan kabur untuk menghindari penangkapan Senat Venisia. Montaigu menyatakan bahwa sekretarisnya dihukum karena sifat pribadinya yang buruk dan tidak menghormati orang lain. Ini merupakan hasil dari mental yang sakit dan terlalu mementingkan dirinya sendiri.

Beberapa tahun kemudian Rousseau telah menemukan dirinya sendiri sebagai seorang penulis yang berbakat sejak lahir. Dia mempunyai ketrampilan hebat yang berhubungan dengan merangkai kata-kata.

Pada tahun 1745, Roussseau bertemu dengan  seorang tukang cuci muda, Thérèse Levasseur. Umurnya sepuluh tahun lebih muda dan mau menjadi wanita simpanannya secara permanen. Ini memberikan semacam kestabilan hidup pada Rousseau. Pada saat itu dia bertemu dengan tokoh Denis Diredot, seorang kardinal Pencerahan dan kemudian menjadi Editor-in-Chief dari Encyclopédie. Seperti Rousseau, Diderot, anak dari seorang artis,  merupakan prototipe seorang penulis berbakat alami. Dia adalah orang yang baik hati dan tekun. Rousseau berhutang banyak kepadanya. Melalui dia, Rousseau bertemu dengan diplomat dan ahli kritik sastra Jerman, Friedrich Melchior Grimm yang sangat terkenal di masyarakat. Grimm membawanya ke salon yang paling radikal, Baron d’Holbach yang terkenal sebagai ‘le Maître d’Hotel de la philosophie’.

Pada tahun 1740-an and 1750-an, di Perancis posisi para intelektual sebagai ahli kritik masyarakat masih berbahaya. Negara yang merasa terancam oleh mereka masih sangat mungkin cepat mengambil tindakan atas mereka dengan kejam. Contohnya, Voltaire dikurung  oleh para pelayan aristokrat yang dia kritik di penjara Bastille hampir setahun. Siapa saja yang menjual buku larangan akan dihukum selama sepuluh tahun untuk bekerja sebagai budak, bekerja tanpa digaji. Pada tahun 1749, Diderot ditangkap dan diasingkan di Vincennes karena menulis buku yang membela atheisme. Dia berada disana selama tiga bulan. Rousseau mengunjunginya disana, dan pada saat berjalan di Vincennes, dia melihat selebaran dari Akademi Sastra Dijon yang mengundang untuk perlombaan  menulis essay dengan tema “Whether the rebirth of the sciences and the arts has contributed to the improvement of morals.’

Episode yang terjadi pada tahun 1750 ini merupakan titik balik dalam kehidupan Rousseau. Secara tiba-tiba, sebagaimana apa yang dia katakan dalam Confessions,  dia menaruh sebuah antusiasme yang  berlebih-lebihan untuk ‘kebenaran, kebebasan, dan kebajikan’. Dia berkata bahwa dia telah menyatakan pada dirinya sendiri: ‘Kebajikan, kebenaran! Saya akan meneriakan terus-menerus kebajikan dan kebenaran!’ Akhirnya dia memenangi hadiah karena pendekatannya yang paradoks, dan menjadi terkenal dalam waktu sekejab. Ini merupakan satu kasus seorang laki-laki yang berumur tiga puluh sembilan, yang sampai saat itu hidup dalam kepahitan dan ketidaksuksesan, merindukan perhatian dan ketenaran,  dan akhirnya, dia benar-benar memperolehinya. Essaynya sangat lemah dan sekarang hampir tidak dapat dibaca. Selalu, ketika orang melihat kembali peristiwa sastra semacam itu, agaknya tidak dapat dijelaskan bahwa karya yang tidak begitu bermutu telah dapat menghasilkan ledakan ketenaran selebriti. Kritikan terkenal dari Jules Lemaître menyebut puncak karir instan Rousseau ini sebagai ‘salah satu bukti yang paling kuat yang pernah ada tentang kebodohan manusia’.

Publikasi Discours dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan tidak membuat Rousseau kaya, meskipun buku itu disirkulasikan secara luas dan diproduksi hampir tigar ratus kali, namun jumlah  salinan yang terjual sedikit dan penjual bukulah yang menikmati hasil dari karya semacam itu. Disisi lain, ini memberikan jalan bagi Rousseau untuk bergaul dengan kaum aristokrat, yang pada saat itu sangat terbuka untuk para intelektual. Rousseau mensupport dirinya dengan salinan musik (tulisan tangannya sangat bagus) tetapi setelah tahun 1750 dia selalu dalam posisi tergantung kepada keramahtamahan para aristokrat, kecuali (sebagaimana sering tejadi) ketika dia memilih untuk bertengkar dengan siapa saja yang menyingkirkannya karena dianggap tidak berarti. Untuk masalah pekerjaan, dia menjadi seorang penulis yang professional. Dia selalu kaya ide, dan ketika dia menuangkannya, dia mampu menuangkan dengan mudah dan bagus. Tetapi dampak dari buku-bukunya baik semasa hidupnya ataupun jauh sesudahnya sangatlah bervariasi. Bukunya Social Contrat, yang secara umum mengandung kematangan filosofi politiknya yang dia tulis mulai pada tahun 1752 dan akhirnya dipublikasikan sepuluh tahun berikutnya, jarang sekali dibaca sepanjang hidupnya dan hanya sekali dicetak ulang pada tahun 1791. Penelitian dari lima ratus perpustakaan yang memiliki karya yang sejenis menunjukan bahwa hanya satu perpustakaan yang mempunyai salinannya. Seorang sarjana Joan Macdonald yang meneliti 1114 pamflet politik yang dicetak pada tahun 1789-1791 menemukan hanya dua belas yang mencantumkan buku tersebut sebagai referensi.  Sebagaimana yang diamati oleh Joan Macdonald: ‘perlu dibedakan antara ketenaran Rousseau dan pengaruh pemikiran politiknya’. Ketenarannya dimulai pada penganugerahan hadiah essay. Setalah itu terus berkibar dan diikuti penerbitan dua bukunya; Novel La Nouvelle Héloïs, terjemahan dalam bahasa Inggris, Letters of Two Lovers dan Clarissa. Alur ceritanya tentang mengejar, menggoda, pertobatan, dan hukuman seorang wanita muda, ditulis dengan ketrampilan menulis yang hebat untuk menarik para pembaca, khususnya waninta, dan pasar di kaum wanita kelas menengah dengan cita rasa moralitas mereka. Isinya sangat terang-terangan untuk waktu itu, tetapi pesan akhirnya betul-betul pas. Pendeta Paris menuduhnya  ‘mengajarkan racun nafsu birahi namun seolah-olah melarangnya.’ Kritikan itu menyebabkan penjualannya meningkat. Rousseau menggunakan kata-kata yang sangat menarik pada halaman pembukaan. Dia mengatakan dengan jelas dan tegas: ‘gadis yang hanya membaca satu halaman dari buku ini akan kehilangan ruh dari buku tersebut.’ Namun dia juga menambahkan ‘gadis suci tidak membaca cerita-cerita cinta’. Pada kenyataannya gadis suci dan suster-suster membacanya dan menjadikan buku tersebut best-seller meskipun kebanyakan buku yang dijual merupakan buku bajakan.

Kemasyhuran Rousseau semakin luas pada tahun 1762 dengan terbitnya ‘Émile, dimana dia meluncurkan ribuan ide-ide tentang alam dan sikap-sikap manusia terhadapnya. Buku ini menarik jumlah maksimum pembaca. Dalam satu hal Rousseau sangat pandai untuk menampilkan kebaikan dirinya. Dia memasukkan dalam bukunya Émile sebuah bab yang berjudul ‘Profession of Faith’. Disitu dia menuduh kawan-kawan intelektual di abad Pencerahan, khususnya yang atheis ataupun yang hanya deis, dengan sebutan arogan dan dogmatis. Katanya, ‘Mereka menghancurkan dan menginjak-injak dibawah kakinya semua orang terhormat yang mengikuti ajaran agama dan mengambil hanya satu kekuatan, yaitu nafsu akan harta dan kekuasaan’. Tindakan Rousseau ini memang sebuah alat yang sangat efektif, namun untuk menyeimbangkannya, Rousseau juga merasa perlu untuk mengkritik Gereja yang sudah mapan, khususnya tentang keyakinan terhadap keajaiban dan takhayul. Rousseau sangat tidak berhati-hati dengan memasukan kritikan tersebut dalam karya Emile. Setelah itu Rousseau menjadi tertuduh di mata kaum geraja Perancis sebagai seorang pengkhianat ganda. Itu karena setelah Berpindah agama ke Katolik, dia kemudian pindah lagi ke Kalvinisme demi mendapatkan kembali kewarganegaraan Genewa. Pada saat itu, Parlemen Paris yang didominasi oleh Jansenist menolak keras sentimen anti-katolik didalam karya Rousseau Émile. Dan Mereka memerintahkan buku tersebut dibakar didepan Palaies de Justice, sekaligus surat perintah untuk penangkapan Rousseau. Tapi dia selamat karena mendapat peringatan dari kawan-kawannya yang mempunyai kedudukan tinggi di pemerintahan. Setelah itu, dia menjadi seorang pelarian selama bertahun-tahun. Sebetulnya, orang-orang Kalvanist juga menolak bukunya, Émile. Maka tak heran, diluar wilayah katolik pun dia terpaksa pindah dari satu tempat ke tempat lain. Namun dia selalu mendapatkan perlindungan, baik di Britain (dimana dia tinggal selama 15 bulan pada tahung 1766-67)  maupun di Perancis pun juga demikian, dimana dia hidup dari 1967 dan seterusnya. Selama dekade terakhir hidupnya, pemerintah sudah tidak tertarik lagi padanya. Setelah itu musuh utamanya para intelektual, khususnya Voltaire. Untuk menjawab mereka, Rousseau menulis buku Confessions  yang ditulis di Perancis dan selesai pada tahun 1770. Dia tidak mau mengambil resiko dengan mencetak bukunya tetapi buku tersebut sangat terkenal karena dia membacakannya di rumah-rumah kaum bangsawan. Pada saat kematiannya pada tahun 1778, reputasinya mulai segar kembali dan mencapai puncaknya ketika revolusi Perancis mengambil alih kekuasaan.

Rousseau kemudian menikmati kesuksesaan yang luar biasa dalam hidupnya. Bagi orang modern yang tidak penuh dengan syakwasangka,  dia tampaknya tak akan mempunyai sesuatu yang digerutukan. Tetapi, Rousseau merupakan salah seorang penggerutu yang paling hebat dalam sejarah literatur.  Dia menekankan bahwa hidupnya penuh dengan kesedihan dan penderitaan. Dia sering sekali mengulang-ulang keluhannya dengan kata-kata yang sangat menyedihkan sehingga orang merasa berkewajiban percaya kepadanya. Dalam satu hal, dia tak mau merubah pikiran ini: “dia menderita gangguan kesehatan yang kronis. Dia adalah seorang yang malang karena sakit…yang berjuang setiap hari dalam hidupnya diantara kesakitan dan kematian.”  Dia telah “tidak bisa tidur selama tiga puluh tahun.” Memang benar bahwa dia selalu mempunyai masalah dengan alat kelaminnya. Dalam sebuah surat kepada temannya Dr. Tronchin, yang ditulis pada tahun 1755, dia menunjuk pada, ‘cacat organ sejak saya lahir’. Penulis biografinya Lester Croker, setelah meneliti dengan hati-hati, menulis: “saya yakin bahwa Jean-Jacques lahir sebagai korban hypospadias, sebuah kelainan bentuk alat kelamin yang  mana saluran kecingnya terbuka di permukaan perut.” Di masa dewasanya, ini menjadi penyempitan sehingga memerlukan selang untuk buang air kecil. Hal ini memperbesar masalahnya baik secara fisik maupun psikologis. Rousseau selalu merasa mau buang air kecil dan ini membuatnya dalam kesulitan ketika dia berada di masyarakat kelas tinggi.

Namun pada waktu-waktu tertentu, dia menunjukan kondisi kesehatannya yang baik. Penyakit susah tidur yang dia derita sebagian hanya merupakan fantasi karena banyak orang telah membuktikan dia tidur mendekur. David Hume, orang yang bersama dengannya dalam perjalanan ke England, menulis, “Rousseau adalah orang yang paling kuat dan sehat yang pernah saya lihat. Dia sanggup berada  diatas geladak kapal selama sepuluh jam pada malam hari dalam keadaan cuaca sangat buruk. Padahal semua awak kapal hampir mati kedinginan, dan dia merasa tidak ada apa-apa.”

Disamping rasa malangnya, ada egoisme yang kuat, sebuah perasaan tidak suka dengan orang lain, baik dalam penderitaan maupun dalam kesuksesan. Tentunya egoismenya itu diiringi dengan kesombongannya. Rousseau menulis: ‘Orang yang dapat mencintaiku sebagaimana aku mencintai diriku sendiri masih harus dilahirkan’, ‘Tak seorangpun yang mempunyai bakat lebih untuk mencintai.’ Maka tak mengherankan kalau Burke mendeklarasikan: ‘kesombongan yang dia miliki sampai pada tingkat sedikit gila.’

Bagian dari kesombangan Rousseau adalah bahwa dia percaya kalau dirinya sendiri tidak mempunyai perasaan emosional. ”Saya merasa terlalu baik untuk membenci,” ungkapnya. Kenyataanya, dia sering menggerutu dan menyimpan dendam kemarahannya. Banyak orang membuktikannya sebagai intelektual yang memproklamirkan diri sebagai sahabat umat manusia. Tetapi selain mencinta sebagaimana dia lakukan untuk kemanusiaan secara umum, dia juga mengembangkan sebuah kebiasaan bertengkar dengan manusia lain.

Kalau Rousseau itu adalah orang yang sombong, egois dan suka bertengkar, Bagaimana ceritanya sehingga sangat banyak orang siap menjadi sahabatnya? Jawaban untuk pertanyaan ini membawa kita kepada watak dasarnya dan pentingnya sejarah. Sebagian karena kebetulan, sebagaian karena naluri, sebagian karena usahanya yang hati-hati,  dia adalah intelektual pertama yang secara sistematis mengeksploitasi kesalahan hak-hak istimema bagi kaum bangsawan dan orang-orang kaya. Lebih-lebih lagi, dia melakukannya dengan cara yang benar-benar baru, cara memuji kasar yang sistematis. Dia adalah prototipe karakter tokoh jaman modern, the Angry Young Man.  Secara alami dia tidak anti-sosial. Sungguh dari sejak kecil, dia ingin bersinar di masyarakat. Khususnya, dia ingin mendapatkan senyum-senyum wanita di masyarakat. Dia menulis, ‘penjahit-penjahit wanita, pembantu, penjaga toko wanita tidak menggodaku. Saya butuh wanita-wanita muda.’ 

Setelah kesuksesan essaynya dia mampu memainkan kartu alam, dia merubah taktiknya. Sebagai ganti dari menyembunyikan kekasarannya, dia justru menekankannya. Dia membuat kekasaran menjadi kebajikan. Dan strategi itu berhasil. Sudah menjadi kebiasaan diantara kaum terpelajar dari bangsawan Perancis merasa tidak nyaman lagi dengan sistem lama tentang hak-hak istimewa kelas masyarakat. Ahli kritik sosial, C.P. Duclos menulis: ‘Diantara orang-orang besar, bahkan orang-orang yang sebenarnya tidak begitu suka dengan para intelektual pun bertindak seolah-olah mereka juga tidak suka dengan sistem hak istemewa kelas karena itu sudah menjadi model.’ Dengan demikian hampir semua penulis bertindak demikian, meniru dengan cara tidak baik untuk kebaikan mereka. Dengan melakukan hal yang berlawanan, Rousseau menjadi tampak jauh lebih menarik,  cerdas dan brilian sebagaimana orang suka memanggilnya ‘Brute of Nature’ atau ‘Bear’.      Pendekatan ini sangat cocok dengan tulisan-tulisannya yang jauh lebih senderhana dibanding dengan penulis kontemporer saat itu yang banyak memoles tulisan mereka.  Caranya yang langsung ini sesuai dengan perlakuannya tentang seks dalam novel La Nouvelle Héloïse yang merupakan salah satu novel yang menyebutkan tentang bagaimana cara wanita berpakaian. Rousseau membuat rambu-rambu penolakannya terhadap norma-norma sosial dengan kesederhanaan dan kelonggaran cara berpakaian yang pada saat itu menjadi ciri utama dari anak muda jaman Romantik.

Sadar atau tidak, dia ahli dan lihai mempublikasikan dirinya: keantikannya, brutalitas sosialnya, kepribadian ekstrimisnya, bahkan pertengkarannya menarik banyak perhatian dan tidak diragukan lagi merupakan bagian dari daya tariknya baik bagi pengemar aristokrat maupun pembaca dan pemujanya.       Sebagaimana telah ditulis oleh penulis biografinya, Rousseau selalu menyusun sedikit jebakkan untuk orang. Dia akan menekankan kesulitan dan kemiskinannya, kemudian ketika orang menawarkan bantuan, dia akan membuat kejutan atau bahkah hal yang tidak terhormat. Ini merupakan ketrampilan psikologis dari Rousseau untuk membujuk orang. Dalam satu kasus, dia menulis kepada Duc de Montmorency-Luxembourg yang meminjamkam sebuah rumah yang besar di pinggiran kota Paris: ‘Saya tidak memuji atau berterimkasih pada anda. Tetapi saya tinggal di rumah anda. Setiap orang mempunyai bahasanya sendiri – saya berkata segala sesuatunya adalah milik saya.’  Skenarionya berjalan dengan baik, Duc de Montmonercy menjawab secara apologetis, ‘bukan anda yang berterimakasih kepada kami, tetapi Mashal dan Saya yang berhutang pada anda’.

Akan tetapi Rousseau tidak dipersiapkan hanya untuk hal-hal yang menyenangkan saja. Dia terlalu rumit dan menarik untuk itu. Bersamaan dengan serangkaian kalkulasinya yang keras kepala dan dingin, ada elemen paranoia, semacam sakit mental yang penderitanya berkeyakinan bahwa orang lain ingin mengancamnya. Ini membuat dia tidak dapat hidup dengan nyaman. Dia bertengkar hebat dan bahkan secara permanen dengan orang-orang yang dekat dengannya dan khususnya orang-orang yang telah menolong dan melindunginya. Rousseau bertengkar dengan Diderot, padahal Rousseau paling banyak berhutang padanya. Dia bertengkar dengan Grim. Dia telah putus hubungan secara menyakitkan hati dengan Madame d’Épinay, seorang pelindungnya yang paling ramah.  Dia bertengkar dengan Voltaire – ini memang hal yang mudah terjadi. Dia bertengkar dengan David Hume, yang membawa Rousseau ke Inggeris, menyambutnya dan berusaha dengan segala cara untuk membuat kunjungannya ke Inggeris sukses dan membuatnya bahagia.  Masih banyak lagi cerminan tentang hal itu, misalnya, serperti petengkarannya dengan temannya dari Genewa Dr. Tronchin. Rousseau membuat tanda dari kebanyakan pertengkarannya dengan menulis surat-surat bantahan.  Surat-surat ini menjadi diantara karya-karya briliannya yang ditulis dengan sejarah, kronologi yang mengada-ada untuk membuktikan bahwa teman-temannya yang membantunya itu monster. Surat yang dia tulis untuk Hume tertanggal 17 Juli 1766 sepanjang delapan belas halaman folio (dua puluh lima lebar kertas cetak) telah dipaparkan dalam biografi Hume sebagai ‘sesuai dengan konsistensi logis dari orang gila. Surat itu menjadi dokumen yang paling brilian dan menyenangkan yang pernah dibuat oleh orang yang cacat mental.’

Rousseau secara beransur-ansur sampai pada keyakinan bahwa orang-orang tersebut adalah agen yang dalam plot jangka panjang akan menghalangi, menganggu dan bahkan menghancurkannya dan juga merusak karyanya. Tindakan-tindakan Rosseau di Dover pada saat sebelum keberangkatan sangat histeris, berlari diatas geladak kapal, mengunci diri di kabin, dan meloncat-loncat di tempat dan menunjuk kumpulan orang dengan klaim fantastis, bahwa Thérèse adalah bagian dari konspirasi plot dan mencobanya untuk tetap tinggal di Inggeris dengan paksa. Kenyataanya, Rousseau diperlakukan lebih baik oleh penguasa-penguasa Perancis dibanding dengan penulis-penulis lainnya. Hanya ada satu usaha untuk menangkapnya, dan biasanya kepala sensor, Malesherbes, akan membantunya untuk mempublikasikan bukunya.  Akan tetapi, perasaan Rousseau bahwa dia adalah korban dari sebuah jaringan internasional muncul, khususnya, selama kunjungannya di Inggeris. Dia menjadi yakin bahwa Hume-lah yang pada saat itu membuat plot konspirasi yang dibantu oleh banyak asisten.

Setelah kembali ke Perancis, dia membuat poster di depan pintunya yang menyebutkan keluhan-keluhannya tentang berbagai lapisan masyarakat yang melawannya seperti: pendeta, para intelektual, rakyat biasa, para wanita, dan orang-orang Swiss.  Dia yakin bahwa Duc de Choiseul, Menteri Luar Negeri Perancis telah membuat konspirasi internasional dan menyusun jaringan luas yang bertugas untuk membuat hidup Rousseau menderita. ‘Mereka akan membangun di sekelilingku sebuah banguan kegelapan yang tidak dapat ditembus. Mereka akan menguburku hidup-hidup didalam peti jenazah.’ Karya terakhirnya Dialogues avec moi-même (ditulis mulai 1772) dan Révéries du promeneur solitaire (1776) merefleksikan persekusi-mania ini. Ketika dia menyelesaikan karyanya Dialogues, dia menjadi yakin bahwa ‘mereka’ bermaksud untuk menghancurkannya. Pada tanggal 24 Februay 1776 dia pergi ke Katedral Notre Dame dengan maksud mendapatkan perlindungan untuk manuskripnya dan meletakannya di Altar Tinggi. Tetapi gerbangnya terkunci secara misterious, klaimnya. Maka dia membuat enam salinan dan diberikan dengan kekuatan gaib kepada beberapa orang: satu untuk Dr. Johnson, seorang teman yang selalu berstoking biru dan Miss Brooke Boothy dari Lichfield. dan Miss Boothylah orang pertama yang mempublikasikan karya Rousseau tersebut pada tahun 1780. Pada saat itu, Rousseau tentu sudah ada di kuburnya.  Pasti dia masih yakin bahwa ada ribuan agen yang mengejarnya.

Issu kebenaran sangat signifikan karena setelah kematiannya, Rousseau terkenal dengan karyanya Confessions. Ini merupakan usaha pribadi memproklamirkan diri untuk menceritakan seluruh kebenaran hakiki dari kehidupan manusia, dalam satu hal, keberanan ini yang tidak pernah ada kecuali diusahakan.  Buku ini adalah bentuk baru dari autobiografi kebenaran-ultra.

Rousseau membesar-besarkan julukannya menjadi penyampai kebenaran dengan mengklaim mempunyai memori yang hebat.  Lebih penting, dia menyakinkan para pembaca dengan mengatakan bahwa dia ikhlas menjadi orang pertama mengungkapkan kehidupan seksnya secara terperinci, bukan dalam spirit untuk mengungkapkan keperkasaan, tetapi sebaliknya dengan rasa malu dan keengganan. Sebagaimana dia sepantasnya katakan, dengan mengacu kepada ‘labyrin kotor dan hitam’ tentang pengalaman kehidupan seksnya, ‘Ini bukan tentang kejahatan apa yang paling berat untuk dikatakan, tetapi tentang apa yang membuat kita merasa gila dan malu.’ Tetapi sejauh mana kemurnian dari keengganannya? Di Turin, ketika dia muda,  dia berjalan-jalan di jalan gelap  dan menampakan pantatnya telajang kepada para wanita: ‘Kesenangan bodoh yang saya pernah lakukan adalah menampakkannya di depan mata-mata yang tidak dapat didiskripsikan.’ Rousseau adalah pemapar yang alamiah dalam hal seks dan juga dalam hal-hal lain. Mungkin ada kesenangan tersendiri dalam cara dia memaparkan kehidupan seksnya. Dia menunjukan kejantanannya, dengan cara menikmati ketika pantatnya yang telanjang dipukul saudara perempuan seorang pastor yang keras, Mademoiselle Lambercier, karena sengaja berbuat nakal agar dihukum, dan juga menyarankan kepada saudara tuanya, Mademoiselle Gorton, untuk memukulnya juga: ‘terbaring di kaki seorang nyonya rumah yang sombong, mematuhi perintahnya, meminta maaf – cara ini untuk saya merupakan sebuah kenikmatan yang indah’. Dia juga menceritakan bagaimana sebagai seorang anak, dia melakukan mastubasi.  Menurutnya hal ini mencegah seorang anak muda dari terjangkiti penyakit dan juga, ‘kebiasaan ini membuat orang yang penakut dan pemalu menemukan sesuatu yang sangat nyaman lebih dari satu kenikmatan khayalan-khayalan yang hidup: ini memungkinkan bagi para pelakunya menjalaninya dengan semua wanita dalam hasratnya dan membuat keindahan memberikan keyamanan yang menggoda mereka tanpa harus memperoleh ijinnya.’ Ada juga dikisahkan seorang homoseksual mencoba menggodanya di rumah sakit Turin. Dan lain-lain.

Pengakuan-pengakuan yang rusak ini membangun kepercayaan terhadap pandangan Rousseau tentang kebenaran, dan dia memperkuatnya dengan menghubungkannya dengan episode-episode non-seksual lainnya yang memalukan seperti mencuri, berbohong, pengecut dan pembelotan. Tetapi ada elemen kebohongan disini. Tuduhan-tuduhan atas dirinya digunakan untuk membuat tuduhan-tuduhan yang dibuat sesudahnya untuk menyerang musuh-musuhnya menjadi jauh lebih meyakinkan. Dideriot mengamatinya dengan geram, ‘dia mendiskripsikan diri dengan cara yang menjijikan untuk membuat tuduhan yang tidak adil dan kasar bahwa orang lain sama dengannya.’ Fakta-fakta yang dia akui secara terus terang dalam pandangan sarjana modern tampak tidak akurat, menyimpang atau bahkan tidak ada. Ini kadang-kadang sangat jelas bahkan hanya dengan melihatnya dari bukti-bukti internal saja. Demikian pula, dia memberikan pertimbangan yang sangat berbeda tentang homoseksual dalam karya Émile  dan Confessions.  Ceritanya secara keseluruhan adalah sebuah mitos saja.

Memang banyak pengabdian Rousseau untuk kebenaran. Tapi apakah kebajikannya? Dia berkata bahwa dia lahir untuk mencintai, dan dia mengajarkan doktrin cinta  secara kontinyu dibanding dengan para rohaniawan.  Kemudian seberapa baik dia mengungkapkan cintanya dengan orang-orang terdekat? Kematian ibunya membuatnya kehilangan kehidupan normalnya dari sejak lahir. Dia tidak mempunyai perasaan apa-apa terhadapnya dalam berbagai hal karena dia tidak pernah tahu ibunya. Dalam hal lain, dia menunjukkan tak ada perasaan kasih, atau benar-benar berkepentingan terhadap anggota keluarga yang lain. Kematian ayahnya tidak berarti apa-apa baginya kecuali sebuah kesempatan baginya untuk mendapat warisan.  Dalam hal ini perhatian terhadap saudaranya yang hilang muncul setidaknya  untuk membuktikan bahwa dia telah mati, sehingga uang keluarganya dapat dapat menjadi miliknya. Dia melihat keluarganya berdasarkan uang. Dalam Confessions, dia mendiskripsikan, ‘salah satu ketidakkonsistenan saya  yang nyata – bertemunya ketamakan kotor dengan kejijikan  terhadap uang.’ Padahal tidak ada banyak bukti tentang kejijikannya terhadap uang dalam hidupnya. Ketika warisan keluargannya jatuh ke tangannya, dia berusaha semampunya untuk menunda membuka surat tersebut sampai hari berikutnya. Kemudian: ‘Saya membukanya dengan sengaja secara pelan-pelan dan menemukan surat pesanan uang didalamnya.  Saya pertama-tama merasakan banyak kebahagian tetapi saya bersumpah  yang paling menyenangkan adalah telah menguasai diri saya sendiri.’

Jika sikap-sikap diatas adalah sikap terhadap keluarganya yang sebenarnya, bagaimana dia memperlakukan ibu asuhnya, Madame de Warens? Jawabannya adalah: pelit. Madame de Warans telah menyelamatkannya dari kemelaratan tidak kurang dari empat kali, tetapi ketika Rousseu kemudian menjadi kaya dan Madame de Warens menjadi miskin, Rousseau hampir tidak pernah membantunya. Menurut hitungan Rousseau, dia telah mengirim ‘sedikit’ uang ketika dia diwarisi harta keluarganya pada tahun 1740-an, tetapi dia menolak untuk memberinya lebih dengan alasan uang tersebut hanya akan diambil oleh ‘penipu’ yang hidup disekelilingnya. Ini adalah alasan. Beberapa saat kemudian Madame de Warens meminta bantuan uang kepadanya namun tidak ada jawaban sama sekali. Dia menghabiskan masa dua tahun terakhirnya dalam kesengsaraan dan kematiannya pada tahun 1761 mungkin disebabkan karena kekurangan gizi. Comte de Charmette yang tahu  keduanya, benar-benar mengutuk Rousseau karena kegagalannya untuk kembali menjengut Madame de Warens atau setidaknya sebagai bagian dari biaya orang yang telah membantu dan melindunginya dulu.  Itulah Rousseau yang memperlakukan kematian pelindungnya dalam konteks yang benar-benar egosentris.

Apakah Rousseau mampu mencintai wanita tanpa mementingkan diri sendiri?  Menurut pengakuannya sendiri, ‘cinta pertamaku dan hanya satu-satunya adalah Sophie, Comtesse d’Houdetot, adik ipar dari orang yang banyak membantunya, Madame d’Épinay.’  Rousseau mungkin telah mencintai Sophie, tetapi Rousseau berkata bahwa dia telah memberikan peringatan dalam surat cintanya yang mana publikasi dari surat-surat itu justeru merusak citra Sophie. Lalu bagaimana dengan Thérèse Levarseur, seorang tukang cuci yang berumur 23 tahun yang dijadikan kekasihnya pada tahun 1745, dan tetap bersamanya selama tiga puluh tiga tahun sampai kematian Rosseau? Rousseau berkata bahwa dia tidak pernah merasakan gemerlapnya cinta padanya…..kebutuhan sensual yang saya puas dengannya adalah hanyalah seksual semata dan  tidak ada hubungan dengannya secara individual.

Dalam satu hal Rousseau  membenci Thérèse sebagai orang kasar, pelayan buta huruf dan membenci dirinya sendiri karena bergaul dengan dia. Rousseau menuduh ibunya  tamak dan saudara laki-lakinya mencuri empat puluh dua baju bagusnya (Tidak ada bukti bahwa keluarga Thérèse seburuk seperti yang Rousseau gambarkan). Dia berkata bahwa Thérèse tidak hanya tidak dapat membaca atau menulis tetapi juga tidak tahu mengatakan jam berapa dan tidak mengerti hari itu hari apa. Rosseau tidak pernah mengajaknya keluar dan ketika Rosseau mengundang kawan-kawannya  makan malam Thérèsa tidak diijinkan untuk duduk bersama. Untuk menghibur Duchesse de Montmorency-Luxembourg  Rousseau mengkompilasi sebuah katalog tentang pekerjaan Thérèse. Bahkan beberapa teman besarnya merasa terkejut dengan cara penghinaan yang Rousseau gunakan untuk Thérèse.

Sungguh, Rousseau juga memberikan pujiannya kepada Thérèse sebagai: ‘wanita yang berhati malaikat’, ‘lembut dan baik hati’, ‘konselor yang hebat’, ‘gadis sederhana tanpa kegenitan’. Rousseau mendapatinya sebagai seorang yang ‘takut-takut dan mudah didominasi’. Pada kenyataanya tidak jelas sama sekali apakah Rousseau memahaminya atau mungkin karena dia terlalu terobsesi untuk mempelajari pribadi Thérèse. Gambaran yang paling dapat dipercaya adalah yang diberikan oleh James Boswell, orang yang telah mengujungi Rousseau lima kali pada tahun 1764 dan kemudian dia melarikan Thérèse ke England. James mendapati Thérèse sebagai seorang gadis kecil Perancis yang rapi dan menyenangkan. Boswell menyuapnya agar dapat mempunyai akses ke Rousseau dan Boswell mampu membujuk Thérèse untuk memberikan dua surat dari Rousseau untuknya (hanya satu yang ada). Surat tesebut mengungkapkan bahwa hubungan mereka mesra dan intim. Thérèse bercerita kepada Boswell: ‘Saya telah bersama dengan Rousseau selama dua puluh dua tahun. Saya tidak akan menyerah untuk menduduki tempat sebagai Ratu Perancis.’ Sebaliknya, suatu ketika Boswell menjadi teman bepergiannya, dia menggoda Thérèse tanpa kesulitan sedikitpun. Gambaran langkah demi langkah affair nya dipotong dari manuskrip catatan hariannya oleh Badan Sensor Sastra dan gap yang ada ditandai dengan kata-kata ‘Bacaan Tercela’. Namun masih ada yang tersisa satu kalimat yang mana Boswell mencatat kejadian itu di Dover: ‘Kemarin pagi saya masuk ke kamar tidurnya pagi-pagi sekali dan melakukannya sekali: tiga belas kali semuanya’.  Dan itu cukup bagi Boswel untuk mengungkapkan bahwa Thérèse merupakan wanita yang mendunia dan jauh lebih rumit dibanding dengan bagaimana orang menganggapnya. Jadi hal yang sebenarnya tampaknya dia mengabdikan diri pada Rousseau dalam segala hal, tetapi dia telah diajari oleh perilaku Rousseau sendiri untuk mengunakan Rousseau sebagaimana Rousseau mengunakan dia.

Rousseau menjaga dan bahkah menyayangi Thérèse karena Thérèse dapat melakukan untuknya: memasang selang untuk menghilangkan penyempitannya, misalnya. Rousseau tidak akan pernah memberi toleransi kepada pihak ketiga untuk mencampuri hubungannya: Rousseau menjadi marah, misalnya, ketika sebuah penerbit mengirimi Thérèse sepotong baju. Rousseau langsung memveto dengan sebuah  rencana akan memberikannya pensiun, yang mungkin akan membuatnya tidak tergantung pada Rousseau lagi. Hampir semua, Rousseaupun tidak akan mengijinkan anak-anak untuk menganggu klaim-klaimnya terhadap Thérèse, dan ini membawanya kearah kejahatan yang paling besar. Karena sebagian besar teori Rousseau terletak pada teori bagaimana cara membesarkan anak – pendidikan adalah tema yang mendasari karyanya Dicours, Emile, Social Contract dan bahkan La Nouvelle Héloïse – ini mengherankan bagaimana kehidupan yang sesungguhnya sangat berbeda dengan apa yang ditulis, Rousseau tidak begitu banyak menaruh perhatian kepada anak. Tidak ada bukti apapun yang membukti bahwa dia meneliti anak-anak untuk membuktikan teorinya. Dia mengklaim tak seorang pun yang menikmati bermain dengan anak-anak melebihi dirinya, tetapi anekdot yang kita buat untuk dia dalam kapasitas ini tidak menyenangkan. Pelukis Delacroix menceritakan dalam Journal (31 Mei 1824) bahwa seorang laki-laki menceritakan kepadanya telah melihat Rousseau di Taman Tuileries: ‘Bola dari seorang anak mengenai kaki sang filsuf. Sang Filsuf marah dan mengejar anak itu dengan membawa sepotong tebu.’  Dari apa yang kita tahu tentang karakternya, tidak mungkin Rousseau pernah menjadi seorang ayah yang baik. Berhubungan dengan hal ini, kejutan-kejutan yang menyakitkan akan muncul ketika orang tahu apa yang Rousseau lakukan terhadap anak-anaknya sendiri.

Anak pertamanya dilahirkan Thérèse pada Musim dingin tahun 1746-1747. Kita tidak tahu apa jenis kelaminnya. Bayi itu tidak pernah diberi nama. Dengan (dia berkata) ‘kesulitan yang terbesar di dunia’, dia membujuk Thérèse agar bayi dibuang untuk ‘menyelamatkan kehormatannya’. Thérèse ‘mematuhinya dengan desahan’. Rousseau menempatkan bayinya dalam kotak kardus dan membungkusnya dengan pakaian bayi, lalu meminta kepada bidannya untuk menjatuhkan bungkusan itu di Hôpital des Efants-trouvés. Empat bayi lainnya yang dilahirkan Thérèse dibuang dengan cara yang sama. Tak satupun yang diberi nama. Ini kemungkinan bahwa bayi-bayi itu hidup sangatlah tipis karena sejarah dari institusi itu, Hôpital des Efants-trouvés, seperti yang dipaparkan dalam Mercure de France pada tahun 1746 telah kelebihan bayi buangan yang jumlahnya lebih dari 3000 dalam satu tahun. Pada tahun 1758 seperti yang dicatat oleh Rousseau sendiri  jumlah totalnya meningkat menjadi 5082. Sampai tahun 1772, jumlah rata-ratanya hampir 8000. Dua pertiga dari bayi tersebut mati pada usia sebelum satu tahun. Empat belas dari seratus bayi dan dari kelima bayi tersebut hidup sampai dewasa, dan hampir semuanya menjadi pengemis dan gelandangan. Rousseau tidak pernah mencatat tanggal lahir dari kelima anaknya tersebut dan tidak pernah tertarik untuk mengetahui apa yang terjadi terhadap mereka kecuali sekali pada tahun 1761, ketika Thérèse akan menemui ajalnya. Dia berusaha asal-asalan, dan segera berhenti, untuk mencari tahu apa gerangan yang telah terjadi dengan anak pertamanya.

Rousseau tidak dapat menutupi rahasia kelakuannya secara keseluruhan. Pada beberapa kesempatan pada tahun 1751 dan lagi tahun 1761, dia harus mempertahankan diri dengan surat-surat pribadinya. Kemudian pada tahun 1764 Voltaire yang marah karena tuduhan-tuduhannya sebagai seorang atheis dari Rousseau membuat pamflet anomim yang ditulis  kepada seorang Pastor Geneva yang berjudul Le Sentiment des Citoyens. Voltaire secara terbuka menuduh Rousseau membuang lima bayinya, selain itu dia juga menyatakan bahwa Rousseau itu seorang pembunuh dan berpenyakit raja singa. Bantahan-bantahan Rousseua terhadap pamflet ini pada umumnya diterima. Walaupun demikian Rousseu menelurkannya dalam sebuah episode dan inilah yang menjadi faktor penentu bagi Rousseau untuk menulis karyanya Confessions dimana pada dasarnya karya ini dirancang untuk membantah atau memperingan fakta-fakta yang telah diketahui oleh publik. Dua kali dalam karya ini dia mempertahankan diri dalam hal-hal yang berhubungan dengan bayi-bayinya dan dia menulis kembali tentang masalah ini dalam bukunya Reveries dan berbagai surat-suratnya. Secara keseluruhan usahanya untuk mempertahan diri baik secara publik maupun pribadai telah tersebar selama dua puluh lima tahun dan sangat beragam.  Namun usaha-usaha tersebut hanya membuat keadaan semakin buruk karena berisi kekasaran dan egoisme yang bercampur dengan kemunafikan. Pertama-tama dia menyalahkan lingkaran intelektual yang atheis diantaranya dia meletakan ide-ide tentang yatim piatu. Kemudian dilanjutkan dengan ide mempunyai anak itu ‘tidak nyaman’. Dia tidak mampu untuk melakukannya. ‘Bagaimana mungkin saya dapat memperoleh ketenangan pikiran yang saya perlukan untuk membuat karya-karya saya, jika loteng saya dipenuhi dengan urusan domestik dan kegaduhan anak-anak?’ Dia terpaksa membungkuk-bungkuk dalam karya yang semakin terdegradasi, ‘untuk hal-hal yang remeh semacam itu membuat saya ketakutan’, ‘Saya tahu sepenuhnya dengan baik, tak ada seorang ayah yang lebih lembut daripada saya’. Tetapi Rousseau tidak ingin anaknya berhubungan dengan ibunya Thérèse, ‘Saya gemetar untuk memberikan kepercayaan kepada keluarga yang sakit itu’. Secara kasar, bagaimana mungkin orang yang mempunyai karakter moral yang tinggi akan melakukan kesalahan semacam itu?   ‘…..cinta saya sangat kuat kepada keagungan, kebenaran, keindahan, dan keadilan; ketakutan saya terhadap setiap keburukan, ucapan ketidakmampuan saya untuk membenci atau melukai atau bahkan memikirkannya; emosi yang indah dan manis dimana saya merasakannya dengan pandangan bahwa semua itu baik, murah hati, dan menyenangkan. Saya bertanya, apakah mungkin semuanya ini dapat setuju dalam hati yang sama dengan  keburukan moral yang menginjak-injak dibawah kakinya hal yang terindah dari kewajiban-kewajiban itu, tanpa sedikitpun keberatan? Tidak!  Saya merasa dan mengatakan dengan jelas dan tegas -  itu tidak mungkin! Tidak pernah dalam sedetik hidupnya, Jean-Jacques menjadi seorang laki-laki tanpa perasaan, tanpa rasa kasih, atau seorang ayah yang dibuat-buat.’

Berdasarkan kebajikannya sendiri, Rousseau merasa berkewajiban untuk terus melanjutkan dan mempertahankan semua tindakan-tindankannya dengan dasar yang positif. Dalam hal ini, hampir secara kebetulan, Rousseau membawa kita langsung kedalam pertimbangan hati, baik tentang masalah pribadinya maupun filosi politiknya. Benar untuk mendudukan desertasi tentang anak-anaknya tidak hanya karena itu merupakan satu-satunya contoh yang paling menonjol dari perasaan tidak berperikemanusiaannya tetapi itu karena juga merupakan bagian organis dari proses menghasilkan teorinya tentang politik dan peranan negara.  Rousseau menganggap dirinya sebagai anak buangan. Sejuah itu, dia tidak pernah benar-benar dibesarkan oleh orangtuanya, tetapi dia tetap menjadi anak yang mandiri sepanjang hidupnya, berjalan dari Madame de Warens yang berlaku sebagai ibunya sampai dengan Thérèse sebagain orang yang merawatnya. Ada banyak tulisan dalam bukunya Confessions dan masih banyak lagi dalam surat-suratnya yang menekankan tentang elemen anak. Banyak orang yang telah berhubungan dengan dia – Hume misalnya – melihat Rousseau sebagai seorang anak. Mereka mulai berpikir tentang Rousseau sebagai seorang anak yang tidak membahayakan dan dapat diatur dengan pertimbangan jika mereka berhubungan dengan anak nakal dan cerdas. Karena Rousseau merasa (dalam beberapa hal) sebagai seorang anak, ini membuat dia tidak dapat membesarkan anak-anaknya sendiri. Sesuatu harus mengantikannya dan sesuatu itu adalah Negara dalam bentuk rumah yatim-piatu.

Oleh karena itu, Rousseau berargumen bahwa apa yang dia lakukan adalah ‘sebuah rencana yang masuk akal dan baik.’ Itu benar-benar sama dengan apa yang telah disampaikan oleh Plato. Anak-anak akan ‘menjadi lebih baik jika tidak dibesarkan dengan kelembutan karena itu akan membuatnya kuat dan sehat.’ Mereka akan ‘menjadi jauh lebih bahagia dibanding ayah-ayah mereka’. Rousseau menulis, ‘Saya berkeinginan dan terus tetap berkeinginan untuk dapat dibesarkan dan diasuh dengan cara mereka itu.’ ‘Seandainya saya boleh mempunyai keberuntungan yang sama dengan mereka.’  Pendeknya, dengan mentransfer tangungjawabnya kepada negara, Rousseau berkata, ‘Saya pikir saya telah melakukan tindakan sebagai seorang warga negara dan seorang ayah dan saya melihat diri saya sendiri sebagai anggota dari Republik Plato’.

Rousseau menegaskan bahwa dengan menelurkan perilaku terhadap anak-anaknya semacam itu akhirnya menuntun dia untuk memformulasikan teori pendidikan yang tuangkan dalam bukunya Émile. Hal ini juga membantunya dalam menulis bukunya Social Contract, yang dicetak pada tahun yang sama. Bermula dari sebuah proses justifikasi diri pribadi dalam hal tertentu – serangkaian alasan-alasan pemikiran cepat dan sakit karena perilakunya sendiri yang mana dia pasti tahu itu tidak alami – secara berangsur-angsur berubah, karena pengulangan-pengulangan dan tumbuhnya harga diri yang menguat keyakinannya, menjadi dalil bahwa pendidikan adalah kunci peningkatan moral dan peningkatan sosial. Karena itu adalah kunci peningkatan moral dan sosial maka itu adalah kewajiban dari Negara. Negara harus membentuk pemikiran dari semua warga negara, tidak hanya pemikiran anak-anak (seperti yang digambarkan Rousseau dalam institusi yatim-piatu) tetapi juga pemikiran warga negara yang dewasa. Dengan serangkaian logika moral yang remeh, kesalahan Rousseau sebagai orangtua dihubungkan dengan pengembangan ideologinya tentang negara totaliter masa depan.

Kekacauan selalu melingkupi ide-ide politik Rousseau kerana dia dalam beberapa hal adalah seorang penulis yang tidak konsisten. Dalam beberapa bacaan dalam karyanya dia nampak menjadi seorang yang konsevatif yang menentang revolusi: ‘Berpikir tentang bahaya-bahaya dari pengerakan masa’. ‘Orang-orang yang membuat revolusi hampir selalu berakhir dengan membawa kepada dirinya sendiri godaan-godaan yang membuat rantai-rantai mereka lebih berat dari sebelumnya.’ ‘Saya tidak akan berhubungan dengan plot revolusi yang selalu mengarahkan pada ketidakteraturan, kekerasan dan pertumpahan darah.’ ‘Kebebasan dari keseluruhan ras manusia tidak hanya bernilai satu nyawa manusia.’  Tetapi disisi lain tulisan-tulisannya juga mengandung kebencian radikal, ‘Saya benci keagungan, saya benci kelas mereka, kekasaran mereka, prasangka mereka, kepicikan mereka, semua sifat buruk mereka.’ Dia menulis kepada salah satu wanita bangsawan, ‘ini kekayaan kelas, kelasmu, yang mencuri dariku, roti anak-anaku,’ dan dia mengakui ‘mempunyai kebencian tertentu kepada orang sukses dan kaya, seolah-olah kekayaan dan kebahagian mereka diperoleh karena mengorbankan saya. ’Orang-orang kaya adalah serigala-serigala lapar yang sekali saja mereka merasakan daging manusia, akan menolak semua makanan pengantinya.’ Banyak sekali aforismenya dengan nada radikal kuat yang membuat buku-bukunya sangat menarik khususnya bagi anak muda. “Buah-buah dari bumi milik kita semua, dan bumi itu sendiri bukan milik siapa-siapa.’ ‘Manusia lahir bebas dan dimana-mana saling berhubungan.’ Entrinya dalam Encyclopédie pada ‘Political Economy’ meringkas sikap kelas pemerintah: ‘Kamu membutuhkan saya karena saya kaya dan kamu miskin. Mari kita buat perjanjian: Saya ijinkan kamu untuk mendapat kehormatan melayani saya, asalkan kamu memberikan pada saya apa saja yang membuat kamu menghalangi saya untuk memerintahmu.’

 Walaubagaimanapun, kita sudah mengetahui keadaan yang Rousseau ingin ciptakan, pandangannya bermula untuk melengkapi satu sama lain. Perlu untuk menganti masyarakat yang ada dengan sesuatu yang benar-benar berbeda dan egaliter. Tetapi untuk membuat ini agar tercapai, kekacauan revolusioner tidak dapat dicegah. Orang-orang kaya dan orang yang mempunyai hak istimewa, sebagai kekuatan pemerintah, akan diganti oleh Negara yang mempunyai Jenderal Will dimana semuanya membuat janji untuk mematuhinya. Kepatuhan semacam itu akan menjadi naluriah dan suka rela karena Negara  dengan  sebuah prosses sistematis mengunakan teknik budaya akan menanamkan nilai-nilai kebajikan untuk semua warganya. Negara adalah ayah, the patrie dan semua warga negaranya adalah anak-anaknya dari rumah yatim piatu. (oleh karena itu, ucapan Dr. Johson yang memotong semua alur pikiran Rousseau yang menyesatkan, ‘Patriotisme adalah pengungsian terakhir dari seorang yang jahat). Dan benar anak-anak negera, tidak seperti anak Rousseau sendiri, setuju untuk memberikan kepada negara secara bebas perjanjian itu. Dengan demikian melalui keinginan kolektifnya, mereke merupakan legitimasinya, setelah itu, mereka tidak mempunyai hak untuk merasa terhalang, karena telah menginginkan hukum, mereka harus cinta dengan kewajiban-kewajiban yang diberikan padanya.

Meskipun Rousseau menulis tentang Jendral Will berkenaan dengan kebebasan, hal tersebut secara esensial merupakan sebuah instrument otoriter, sebuah bayangan awal dari ‘demokrasi terpusat’nya Lenin. Hukum dibawah Jendral Will harus, secara definisi, mempunyai otoritas moral. ‘Rakyat yang membuat hukum untuk diri mereka sendiri tidak mungkin tidak adil’. ‘Jenderal Will selalu benar.’ Lebih-lebih lagi, asalkan Negara ‘bermaksud baik’ (tujuan jangka panjangnya yang diinginkan),  inteprestasinya,  Jenderal Will dapat dibiarkan menjadi pemimpin karena ‘rakyat tahu dengan baik kalau Jenderal Will akan selalu memenangkan keputusan yang paling kondusif untuk kepentingan publik.’  Oleh karena itu,  jika ada individu yang beroposisi dengan Jendral Will, itu merupakan kesalahan: ‘Ketika pendapatnya bertentangan dengan kemenangan saya sendiri, ini hanya menunjukkan bahwa saya salah dan apa yang saya pikirkan tentang Jenderal Will tidaklah begitu.’ Sungguh ‘jika pendapat saya benar berlaku pada suatu waktu,  saya telah mencapai apa yang bertentangan dengan keinginan saya dan oleh karena itu, saya harus tidak bebas.’ Disini kita berada hampir sama dengan di wilayah panas  Arthur Koestler dalam bukunya Darkness at Noon  atau bukunya George Orwell ‘Newspeak.’

Negara menurut Rousseau tidak hanya otoriter, tetapi juga totaliter karena negara mengatur setiap aspek kehidupan manusia, termasuk pemikiran. Dalam bukunya Social Contract, setiap pribadi diwajibkan untuk  ‘memindahkan semua haknya ke komunitas secara keseluruhan (yaitu Negara).’  Rousseau berpendapat bahwa ada sebuah konflict tak dapat dihilangkan antara sifat manusia yang mementingkan diri sendiri dan tugas sosialnya, antara Manusia dan Negara. Dan itu membuat manusia menderita. Fungsi dari kontrak sosial dan Negara adalah untuk membuat manusia satu keseluruhan: ‘Membuat manusia itu satu, dan kamu akan membuatnya bahagia. Berikan semua kepada Negara, atau biarkan dia semua pada diri mereka sendiri. Tetapi jika kamu membagi hatinya, kamu telah merobeknya menjadi dua.’ Oleh karena itu, kamu harus memperlakukan warga negara sebagai anak dan mengontrol pertumbuhan dan pikiran mereka untuk menanamkan ‘hukum sosial kedalam hati mereka.’ Mereka kemudian menjadi ‘manusia sosial karena sifat-sifatnya dan warga negara karena perilakunya.’ Mereka adalah satu,  mereka akan baik, mereka akan bahagia, dan kebahagian mereka akan menjadi kebahagiaan Republik.’

Prosedur ini mempersyaratkan penyerahan total. Sumpah kontrak sosial asli dalam konstitusi proyeksi untuk Corsica berbunyi: ‘Saya mengikat diri saya sendiri, tubuh, harta, kemauan dan semua kekuatan saya, kepada Negara Corsica, mengakui  kepemilikan negara atas saya, saya sendiri dan apa-apa yang bergantung kepada diri saya.’ Dengan demikian, Negara akan ‘memiliki manusia dan seluruh kekuatannya’ dan mengontrol setiap aspek kehidupan sosial dan ekonominya yang mana ini akan menjadi tidak nyaman,  anti-kemewahan dan anti-perkotaan, rakyat tidak diijinkan masuk ke kota kecuali mendapat ijin khusus. Dalam beberapa hal, Negara Rousseau yang direncanakan untuk Corsica menyebabkan lahirnya Rejim Pol Pot yang mencoba menciptakan negara semacam itu di Kamboja, dan ini tidaklah begitu mengherankan karena pemimpin-pemimpin rejim itu dididik di Paris dan telah menyerap semua ide-ide Rousseau. Tentulah, Rousseau sangat yakin bahwa negara semacam itu akan diperdebatkan karena rakyatnya akan dilatih untuk menyukai negara. Dia tidak mengunakan istilah ‘brainwash’ tetapi dia menulis: ‘Mereka yang mengontrol opini rakyat, mengontrol juga tindakan-tindakan mereka’. Kontrol semacam itu dibangun dengan memperlakukan warga negaranya, dari sejak bayi, sebagai anak-anak negara, yang dilatih untuk ‘mempertimbangkan diri mereka sendiri hanya berhubungan dengan Lembaga Negara.’  ‘Untuk tidak menjadi apa-apa kecuali dengan negara, mereka tidak akan menjadi apa-apa kecuali untuk negara. Negara akan memiliki mereka semua dan negara menjadi milik mereka semua.’ Lagi, ini telah menyebabkan lahirnya doktrin sentral Fasis Mussolini, ‘Segala sesuatu didalam Negara, tidak ada satupun diluar Negara dan tidak  ada satupun melawan Negara’. Dengan demikian proses pendidikan merupakan kunci sukses dari teknik pembudayaan yang dibutuhkan untuk membuat Negara dapat diterima dan sukses. Poros dari ide-ide Rousseau ini adalah warga negara sebagai anak dan Negara sebagai orangtua, dan dia menekankan bahwa pemerintah harus sepenuhnya membesarkan semua anak-anaknya. Oleh karena itu, dia mengusulkan proses politik bermula pada kedudukan yang yang sangat sentral dari keberadaan manusia dengan membentuk sebuah legislator yang juga merupakan pendidik yang mampu memecahkan semua masalah-masalah manusia dengan menciptakan Manusia-Manusia Baru. Rousseau menulis, ‘Segala sesuatu pada dasarnya tergantung pada politik.’  Kebajikan adalah produk dari pemerintah yang baik. Proses politik dan jenis negara baru yang dihasilkannya merupakan obat universal untuk sakitnya umat manusia. Politik akan melakukan semuanya. Dengan demikian Rousseaulah yang menyiapkan blueprint  khayalan dan kebodohan prinsip pada abad dua puluh ini.

Reputasi Rousseau selama hidupnya dan pengaruhnya setelah kematiannya memunculkan banyak pertanyaan yang menganggu tentang mudah tertipunya manusia dan juga tentang kebiasaan manusia yang menolak untuk mengakui kesalahnya walupun sudah ada bukti. Hal-hal yang ditulis oleh Rousseau sangat tergantung pada lenkingan klaimnya bahwa dia tidak hanya menjadi orang bijak, tetapi menjadi orang yang paling bijak pada masanya. Mengapa klaim ini tidak hancur dalam kehinaan dan celaan ketika kelemahan dan kebusukannya telah menjadi tidak hanya pengetahuan publik, tetapi juga menjadi bahan debat interansional?  Walau bagaimanapun, orang-orang yang membantah Rousseau bukanlah orang-orang asing atau lawan-lawan politiknya tetapi kawan-kawan lama dan teman sejawatnya yang telah membantu dia dalam berbagai hal. Bantahan-bantahan mereka serius dan merupakan sebuah dakwaan koletif yang menghancurkan. Hume, yang pernah berpikir bahwa Rousseau itu ‘lembut, sederhana, penuh kasih, peka tanpa pamrih, memutuskan dengan dasar pengalaman panjangnya  bahwa Rousseau adalah ‘monster yang melihat dirinya sendiri  sebagai satu-satunya orang penting di alam semesta.’ Diderot, setelah lama berkenalan, menyimpulkan Rousseau sebagai pembohong,  Sombong seperti setan, orang tak tahu berterimakasih,  kasar, munafik,  dan penuh dengan kedengkian. Bagi Grimm, Rousseau adalah ‘sangat menjijikan’. Bagi Voltaire,  dia  adalah ‘monster dari kesombongan dan kebusukan.’ Yang paling sedih dari semua pendapat itu, adalah pendapat dari wanita yang sangat baik hati padanya, Madame dÉpinay yang mana kata-kata terakhirnya untuk Rousseau yaitu ‘Tak ada kata lagi yang tertinggal untukmu kecuali kasihan.’ Pendapat-pendapat seperti tidak didasarkan pada kata-kata orang tetapi didasarkan pada perbuatan-perbuatannya, dan karena sejak saat itu, lebih dari dua ratus tahun, banyak materi-materi yang telah digali oleh para sarjana cenderung mendukung pendapat-pendapat itu. Dalam catatan para akademisi modern, kekurang-kekurangan Rousseau adalah sebagai berikut: ‘dia adalah seorang  yang ‘sok jogo, suka pamer, neurathentis, terlalu cemas terhadap kesehatan, suka onani, gila karena ketakutan, homoseks latent,  tidak mampu mempunyai kasih sayang normal atau kasih sayang sebagai orangtua, introvert karena penyakitnya, penuh dengan perasaan bersalah, mempuyai penyakit malu-malu, kleptomanik, kekanak-kanakan, tidak berperasaan, dan menderita’.

Tuduhan-tuduhan semacam itu beserta bukti-buktinya tidak banyak berpengaruh terhadap daya tarik emosional dan intelektualnya. Selama hidupnya, berapapun banyaknya persahabatan yang dia rusak, dia tidak pernah menemukan kesulitan untuk mendapatkan teman-teman baru dan juga untuk menarik para bangsawan, murid-murid dan para penggagum hangat, yang siap menyediakan rumah, makan malam, dan wangi-wangian dupa sangat dibutuhkannya. Ketika dia meninggal dunia, dia dikubur di Île des Peupliers dekat danau Ermononville dan dengan cepat tempat itu menjadi tempat tujuan peziarah orang-orang sekuler dari seluruh Eropa, seperti kuil orang-orang suci Abad Pertengahan. Diskripsi-diskripsi jenaka dari para pengagumnya menjadi bacaan yang menyenangkan: ‘Saya berlutut..menekan bibirku pada batu monumen yang dingin…..dan saya menciumnya berkali-kali.’  Peninggalan-peninggalannya seperti kantong tembakau dan kendi dilindungi dengan hati-hati di ‘Tempat Perlindungan’. Orang-orang mengingat Erasmus dan John Colet yang mengujungi kuil agung St Thomas à Becket di Canterbury pada tahun  1512 dan mencemooh ekses dari orang-orang yang menziarahi. Apa yang para peziarah temukan dari ‘Santo Rousseau’ (sebagaimana George Sand memanggilanya penuh hormat) tiga ratus tahun setelah Reformasi? Pujian terus diberikan jauh sesudah abunya dipindah di Panthéon. Bagi Kant, Rousseau mempuyai ‘kepekaan jiwa yang kesempurnaanya tidak tertandingi’. Bagi Shelley, dia adalah ‘jenius yang luhur’.  Untuk Schiller,  dia adalah ‘seorang yang berjiwa seperti Jesus dan hanya malaikat surga yang pantas menemaninya’. John Stuart Mill dan George Elliot, Hugo dan Flaubert memberikan penghormatan yang mendalam.’ Tolstoy mengatakan bahwa Rousseau dan Kitab Injil adalah ‘dua hal  yang mempengaruhi hidup saya’.  Salah satu intelektual yang sangat berpengaruh saat ini, Claude Lévi-Strauss, dalam karya utamanya, Tristes Tropiques  memanggil Rousseau sebagai ‘guru kita dan saudara kita….. dan setiap halaman dari buku itu dipersembahkan untuknya, jika itu bernilai untuk mengenang keagungannya’.

Semua itu sangat mengherankan dan mengambarkan bahwa para intelektual tersebut keterlaluan, tidak logis, dan bertakhyul seperti orang biasa lainnya. Hal yang sesungguhnya tampaknya bahwa Rousseau adalah seorang penulis yang jenius tetapi tidak seimbang antara hidup dan pandangan-pandangannya. Kesimpulan tentang Rousseau yang paling tepat adalah seperti yang digambarkan oleh seorang wanita, yang mana Rousseau bilang dialah kekasih satu-satunya, Sophie d’Houdetot. Sophie hidup sampai pada tahun 1813 dan pada  usia tuanya dia menyampaikan putusan ini: ‘Rousseau adalah orang yang cukup buruk untuk menakuti saya dan cinta tidak membuatnya lebih menarik. Dia adalah seorang tokoh yang menyedihkan dan saya memperlakukannya dengan kelembutan dan kebaikan. Dia adalah orang gila yang menarik’.

 


0 comments:

Posting Komentar

Sialhkan komen dengan bijak, cerdas, mencerahkan dan santun