LOKASI

Banyuwangi Jawa Timur

Senin, 04 Maret 2024

Tarbiyah Ta'lim Ta'dib

 


1. Tarbiyah

Istilah tarbiyah menurut pendukungnya berakar pada tiga kata. Pertama, kata raba-yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua, kata rabba-rabiya-yarba yang berarti tumbuh dan berkembang. Ketiga, kata rabba-yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai, memimpin, menjaga, dan memelihara. Kata al-Rab yang mempunyai akar kata yang sama dengan kata tarbiyah berarti menumbuhkan atau membuat sesuatu menjadi sempurna secara berangsur-angsur.

Makna dasar istilah-istilah tersebut (rab, rabiya dan rabba) tidak secara alami mengandung unsur-unsur esensial pengetahuan, inteligensi dan kebijakan, yang pada hakikatnya merupakan unsur- unsur pendidikan sebenarnya. Menurut al-Jauhari kata tarbiyah dan beberapa bentuk lainnya sebagaimana diriwayatkan oleh al-Asma'i berarti memberi makan, memelihara, mengasuh; yakni dari kata ghadza-yaghdzu. Makna ini mengacu kepada segala sesuatu yang tumbuh seperti anak-anak, tanaman, dan sebagainya.8 Pada dasarnya memang tarbiyah berarti mengasuh, menanggung, memberi makan, mengembangkan, memlihara membuat, menjadikan bertambah dalam pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil yang sudah matang dan menjinakkan. Penerapannya dalam bahasa Arab tidak hanya terbatas pada manusia saja, tetapi meluas kepada spesies-spesies lain dan medan-medan sematik lainnya, untuk mineral, tumbuh- tumbuhan dan hewan9. Karena tarbiyah sebagai sebuah istilah dan konsep yang dapat diterapkan untuk berbagai spesies, maka menurut Naquib al-Attas, ia tidak cukup cocok untuk menunjukkkan pendidikan dalam arti Islam yang dimaksudkan hanya untuk manusia saja.

Jadi, penyusupan makna esensial lain yang membawa unsur fundamental pengetahuan ke dalam istilah tarbiyah hanyalah merupakan tindakan yang mengada-ada, karena makna bawaan struktural konseptual tarbiyah tidak secara alami mencakup pengetahuan sebagai salah satu di antaranya.
Kelompok yang mendukung penggunaan istilah tarbiyah mengguanakan ayat-ayat al-Qur'an untuk mendukung penggunaan istilah tersebut bagi pendidikan Islam. Ayat-ayat tersebut antara lain yaitu:
1. Surat al-Isra' ayat 24 yang terjemahannya sebagai berikut: "… dan ucapkanlah, "Wahai tuhanku kasihilah mereka keduanya sebagimana mereka berdua telah mengasihi aku waktu kecil"
2. Surat al-Syu'ara' ayat 18 yang terjemahannya sebagai berikut: "Fir'aun menjawab, "Bukankah kami yang telah mengasuhmu di dalam (keluarga) kami waktu kamu masih kank-kanak dan kamu tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu…".
'Abdurrahman al-Nahlawi, salah seorang pendukung istilah tarbiyah, berpendapat bahwa pendidikan berarti: (a) memelihara fitrah anak; (b) menumbuhkan seluruh bakat dan kesiapannya; (c) mengarahkan seluruh fitrah dan bakat agar menajdi baik dan sempurna; dan (d) bertahap dalam prosesnya.
Sehubungan dengan ayat al-Qur'an yang dikemukakan di atas, Muhammad al-Naquib al-Attas menjelaskan bahwa kata "rabbayani" di situ beremakna rahmah, yaitu ampunan atau kasih sayang. Istilah itu mempunyai arti pemberian makna dan kasih sayang, pakaian dan tempat berteduh serta perawatan; pendeknya pemeliharaan yang diberikan oleh orang tua kepada anak-ankanya.10 Huruf kaf dalam ayat irham huma kama rabbayani shaghira adalah kaf al-Tasybih, yaitu kaf perbandingan (penyerupaan). Disebut demikian menurut al-Attas lebih lanjut karena kemiripan yang ada antara konsep bawaan yang ada dalam kata-kata yang diperbandingkan, yang dalam kasus ini mengacu kepada irham huma (yaitu rahmah) dan rabbayani (yaitu tarbiyah). Jadi, kata tarbiyah disini sama artinya dengan kata rahmah atau ampunan. Apabila Tuhan yang menciptakan, memelihara, menjaga, mengurus dan memiliki tindakan-tindakan yang menyebabkan Tuhan disebut sebagai al-Rabb, maka semuanya itu adalah tindakan-tindakan rahmah atau kasih sayang. Apabila manusia yang secara analogis melakukan tindakan-tindakan seperti itu kepada keturunannya, maka hal itu disebut tarbiyah. Memang, pengertian utama al-Rabb, sebagai yang telah dikemukakan di atas, yaitu membawa sesuatu kepada keadaan kelengkapan secara berangsur, tetapi tindakan itu sebagai tindakan rahmah dan karenanya juga secara analogis berarti tindakan-tindakan tarbiyah tidak melibatkan pengetahuan. Hal itu lebih mengacu kepada suatu kondisi eksisitensial atau kondisi fisik dan material daripada kondisi rasional dan intelektual. Kondisi yang terakhir ini mengharuskan penanaman pengetahuan sebagai yang telah dijelaskan, tidak inheren dalam kata tarbiyah.
Oleh sebab itu, ketika Fir'aun berkata kepada Nabi Musa: "alam nurabbika fina walida"12 kita tidak diharapkan untuk menyimpulkan bahwa dengan demikian Fir'aun telah "mendidik" Nabi, meskipun kenyataannya Fir'aun, dengan menggunakan ungkapan nurabbika, memang melakukan "tarbiyah" atas Nabi Musa as. Tarbiyah, secara sederhana, berarti membesarkan, tanpa meski mencakup penanaman pengetahuan dalam proses itu.
Apabila dikatakan bahwa suatu makna yang berhubungan dengan pengetahuan bisa disusupkan dalam konsep rabba, maka makna tersebut mengacu kepada pemilikan pengetahuan dan bukan pada proses penanamannya. Oleh karenanya, hal itu tidak mengacu pada pendidikan dalam arti yang kita maksudkan, seperti adanya istilah rabbaniy yang diberikan bagi orang-orang bijaksana yang terpelajar dalam bidang pengetahuan tentang al-Rabb. Ibn Mandzur mencatat bahwa al-Hanafiyah telah menyebut Ibn Abbas sebagai rabbaniy ummat, sebagimana Ali ibn Abi Thalib juga membagi manusia pada tiga tingkatan dan tingkatan yang pertama adalah 'alim rabbaniy13. Dan Ali sendiri pernah menyebut dirinya sebagai rabbaniy-nya umat ini14.
Sejalan dengan al-Attas, Abdul Fattah jalal, ahli pendidikan Universitas al-Azhar, juga menjelaskan bahwa yang dimaksud tarbiyah di dalam surat al-Isra/17:24 dan al-Syura/26:18 di atas adalah pendidikan yang berlangsung pada fase bayi dan kanak-kanak masa anak masih sangat bergantuang pada pemeliharaan bergantung kepada kasih sayang kedua orang tuanya. Dengan demikian pengertian pendidikan yang digali dari kata tarbiyah terbatas pada pemeliharaan dan pengasihan anak manusia pada masa kecil. Oleh karen itu pula bimbingan dan penyuluhan yang diberikan sesudah masa itu tidak lagi termasuk dalam pengertian pendidikan.

2. Ta'lim

Istilah lain yang digunakan untuk menunjuk konsep pendidikan dalam Islam adalah ta'lim. Menurut Abdul Fattah Jalal konsep-konsep pendidikan yang terkandung di dalamnya adalah sebagai berikut:
Pertama, ta'lim adalah proses pembelajaran terus menerus sejak manusia lahir melalui pengembanagn fungsi-fungsi pendengaran, penglihatan dan hati. Pengertian ini digali dari firman Allah SWT yang terjemahannya sebagai berikut:
"Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur." (Q.S. al-Nahl/16:78).
Pengembanagn fungsi-fungsi tersebut merupakan tanggung jawab orang tua ketika anak masih kecil. Setelah dewasa, hendaknya orang belajar secara mandiri sampai ia tidak mampu lagi meneruskan belajarnya, baik karena meninggal atau karena usia tua renta.
Kedua, proses ta'lim tidak berhenti pada pencapaian pengetahuan dalam domain kognisi semata, tetapi terus menjangkau wilayah psikomotor dan afeksi. Pengetahuan yang hanya sampai pada batas- batas wilayah kognisi tidak akan mendorong seorang untuk mengamalkannya, dan pengetahuan semacam itu biasanya diperoleh atas dasar prasangka atau taklid. Padahal al-Qur'an sangat mengecam orang yang hanya memiliki pengetahuan semacam ini.
Ruang lingkup pengertian ta'lim yang tidak terbatas pada aspek kognisi saja menurut Jalal didasarkan pada firman Allah SWT yang terjemahannya sebagai berikut:
"…Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul di antara kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kamu al-Kitab dan al-Hikmah, serta mengajarkan kamu apa yang belum kamu ketahui"16.
Berdasarkan ayat tersebut, pendidikan tilawah al-Qur'an tidak terbatas pada kemampuan membaca harfiah, tetapi lebih luas darti itu adalah membaca dengan perenungan yang sarat dengan pemahaman dan pada gilirannya melahirkan tanggung jawab moral terhadap ilmu yang diperoleh melalui bacaan itu. Melalui pendidikan semacam ini Rasulullah telah mengantarkan para sahabatnya untuk mencapai tingkat tazkiyah (proses penyucian diri) yang membuat mereka berada pada kondisi siap untuk mencapai tingkat al-hikmah. Pada tingkat terakhir ini, ilmu, perkataan, dan perilaku seseorang telah terintegrasi dalam membentuk kepribadian yang kokoh.

3. Ta'dib

Istilah ketiga yang digunakan untuk menunjukkan kepada pendidikan adalah adab. Arti dasar istilah ini yaitu "undangan kepada suatu perjamuan" Ibn Mandzur juga menyebutkan ungkapan "addabahu fataaddaba" berarti allamahu (mendidiknya)18. Gagasan ke suatu perjamuan mengisyaratkan bahwa tuan rumah adalah orang yang mulia dan adanya banyak orang yang hadir, dan bahwasanya yang hadir adalah orang-orang yang menurut perkiraan tuan rumah pantas mendapatkan kehormatan untuk diundang dan, oleh karen itu, mereka adalah orang-orang bermutu dan berpendidikan tinggi yang diharapkan bisa bertingkah laku sesuai dengan keadaan, baik dalam berbicara, bertindak maupun etiket19. Pengertian seperti itu sejalan dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibn Mas'ud:
"Al-Qur'an ini adalah undangan/perjamuan (ma'dibah) Allah SWT di muka bumi, maka pelajarilah (santaplah) hidangan tersebut".
Qur'an suci adalah undangan Tuhan kepada suatu perjamuan ruhaniyah, dan pencapaian ilmu yang benar tentangnya berarti memakan makanan yang baik di dalamnya. Pendidikan menurut al- Attas, dalam kenyataannya adalah ta'dib karena adab sebagimana didefenisikan di atas sudah mencakup ilmu dan amal sekaligus.
Keterkaitan konseptual kedua istilah itu, 'ilm dan adab, di dalam hadis lain lebih langsung sehingga mengisyaratkan identitas antara adab dan ilmu.
"Addabani Rabbi fa ahsana ta'dibi" (Tuhanku telah mendidikku dan dengan demikian menjadilah pendidikanku yang terbaik).
Di dalam hadis ini secara eksplisit digunakan istilah ta'dib (yang diartikan pendidikan) dari kata addaba yang berarti mendidik. Kata ini, menurut al-Zajjaj, dikatakan sebagai cara Tuhan mendidik Nabi-Nya,20 tentu saja mengandung konsep pendidikan yang sempurna.
Dengan penjelasan di atas al-Attas selanjutnya menguraikan pengertian hadis ini sebagai berikut: "Tuhanku telah membuatku mengenali dan mengakui, dengan apa (yaitu adab) yang secara berangsur-angsur telah ditanamkan ke dalam diriku, tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam penciptaan, sehingga hal itu membmbingku ke arah pengenalan dan pengakuan tempat-Nya yang tepat di dalam tatanan wujud dan kepribadian dan sebagai akibatnya, Ia telah membuat pendidikanku yang paling baik". Sehingga, dengan demikian tidak perlu ada keraguan bahwa konsep dan proses pendidikan telah tercakup di dalam istilah ta'dib dan bahwa istilah yang tepat untuk menunjukkan "pendidikan" di dalam Islam sudah cukup terungkapkan olehnya. Istilah ta'dib mengandung arti ilmu, pengajaran (ta'lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Tidak ditemui unsur penguasaan pemilikan terhadap objek atau anak didik, di samping tidak juga menimbulkan interpretasi mendidik makhluk selain manusia, misalnya binatang dan tumbuh-tumbuhan. Karena, menurut konsep Islam, yang dapat dan harus dididik hanyalah manusia, al- hayawan al-natiq.
Selanjutnya al-Attas mendefenisikan pendidikan, termasuk proses pendidikan, sebagai pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam keteraturan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal itu membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud kepribadian21.
Akhirnya penjelasan al-Attas dapat disimpulkan bahwa tarbiyah dalam pengertian aslinya dan dalam penerapan dan pemahaman kaum Muslimin pada masa-masa awal tidak dimaksudkan untuk menunjukkan pendidikan maupun proses pendidikan. Penonjolan kualitatif pada konsep tarbiyah adalah kasih sayang (rahmah) dan bukannya pengetahuan ('ilm). Sementara dalam kasus ta'dib pengetahuan lebih ditonjolkan dari pada unsur kasih sayang. Dalam struktur konseptualnya ta'dib sudah mencakup unsur-unsur pengetahuan ('ilm), pengajaran (ta'lim) dan pengasuhan yang baik (tarbiyah). Oleh karen itu, ta'dib, ungkapnya lebih lanjut, merupakan istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan pendidikan Islam.
Kosekwensinya yang timbul akibat tidak dipakainya konsep ta'dib sebagai pendidikan dan proses pendidikan adalah hilangnya adab, yang berarti hilangnya keadilan yang pada gilirannya menimbulkan kebingungan dan kesalahan dalam pengetahuan, yang kesemuanya itu terjadi di kalangan Muslimin masa kini.




 

0 comments:

Posting Komentar

Sialhkan komen dengan bijak, cerdas, mencerahkan dan santun