PENGANTAR
Kehidupan
Pengarang: Shadr ad-Din al-Qunawi
Shadr ad-Din al-Qunawi termasuk salah seorang murid Ibn al-'Arabi—qaddasa
Allah sirrahuma. Dia yang menyebarkan
pemikiran-pemikiran gurunya, serta menjelaskan ide-ide dan pandangannya.
Berdasarkan hal ini, dia menempati kedudukan yang tinggi dan penting dalam
sejarah pemikiran dan tasawuf kita. Kajian-kajian yang berkenaan dengan
kehidupannya amat terbatas dan sedikit sekali yang diterbitkan. Namun, dua
peneliti Turki, 'Utsman Arkin—yang melakukan penelitian terhadap buku-buku
karya al-Qunawi— dan Nihad Keklik—yang meneliti ihwal pemikiran filosofisnya—mampu
menuliskan sekitar kehidupan al-Qunawi yang meliputi biografinya berdasarkan
berbagai informasi di dalam banyak buku mengenai kehidupannya. [1]
Atas dasar wayat. Hubungannya yang kental dengan gurunya menguatkan riwayat ini.
Di tengah kesenangan keluarga kaya, al-Qunawi dididik dengan pendidikan
yang ketat dalam ilmu, adab, dan pengamalan. Kuat dugaan bahwa dia mengambil
pelajaran dan pendidikannya dari gurunya (Ibn al-'Arabi) saja. Karena, kami
belum menemukan informasi bahwa dia pernah belajar kepada guru lain. Kami
tidak mengetahui awal pertemuannya dengan gurunya, Ibn Al'Arabi. Namun yang
jelas, asy-Syaikh Ibn al-'Arabi tinggal di Malathiyyah pada tahun 618 H (1219
M).
Umur al-Qunawi berkisar antara sebelas atau dua belas tahun ketika dia
belajar kepada Ibn al-'Arabi. Setelah itu, bahkan dengan gurunya, dia pergi ke
Damaskus. Dia tidak pernah berpisah dari gurunya hingga Ibn al-'Arabi—rahimahullah—wafat.
Lalu dia berkelana bersama gurunya di berbagai kota seperti Damaskus dan
Halab. Dia menyibukkan diri dengan pengkajian ilmu di kota-kota ini, baik
dengan belajar maupun mengajar. Hingga dia memberikan kuliah rutin di Damaskus
selama beberapa waktu.
Ibn al-'Arabi wafat pada tahun 638 H (1240 M). Sepeninggalnya, al-Qunawi
tinggal di Damaskus. Kemudian dia berpindah ke Halab pada tahun 640 H (1242 M).
Dari Halab dia pergi ke Hijaz untuk menunaikan kewajiban haji. Lalu ia pergi ke
Mesir dan tinggal di sana selama beberapa waktu. Barangkali di kota itulah dia
bertemu dengan orang yang pemikirannya sejalan dengannya, Ibn Sab'in, yang mengungkapkan
tentang Wahdah al-Wujud
Setelah selesai menunaikan ibadah haji dan sekembalinya dari Mesir, dia
menetap di desa Quniyah hingga wafat. Di penghujung usianya dia sibuk mengajar
ilmu hadis dan akhlak sebagaimana kebiasaan para pemuka agama di akhir usia mereka. Dia
sering pulang pergi menemui ulama sezamannya, pemikir sufi Islam, Maulana
ar-Rumi. Hubungan antara kedua orang sempurna ini begitu kental dan kuat,
sehingga masing-masing saling meyakini bahwa kebaikan yang sempurna ada pada
yang lain. Inilah yang meyebabkan Maulana berwasiat agar al-Qunawi mensalatkan
jenazahnya, setelah wafatnya, di antara jamaah ulama Quniyah.
Ketika dia tinggal di Quniyah, tentara Mongol menguasai dunia Islam bagian
timur. Maka terjadilah fitnah dan kerusakan berupa pertumpahan darah, perkosaan,
perusakan syiar-syiar Islam, penghancuran kuburan-kuburan para wali,
penyegelan mesjid-mesjid, dan sebagainya. Hal itu ditunjukkan oleh al-Qunawi di
dalam syarah hadis ke-22 dari kitab hadis Arbain. Pada masa itu
al-Qunawi bermimpi melihat Nabi saw dibalut kain kafan di atas usungan mayat.3
Ia menafsirkan mimpi itu bahwa Hulaku telah memasuki Bagdad yang
merupakan pusat kekhalifahan Islam, pusat ilmu, serta tempat tinggal para ulama
dan para wali. Begitulah keadaannya, karena Hulaku dan para prajuritnya memang
memasuki kota itu pada malam tersebut.
Wafatnya
Al-Qunawi wafat pada tahun 673 H (1274 M) menyusul wafatnya Maulana (Jalal ad-Din ar-Rumi)—qadasallah sirrahu. Dia
telah berwasiat agar dikuburkan di pekuburan al-Harah ash-Shalihiyah di samping kuburan gurunya di Damaskus.
Tetapi hal itu sulit dilaksanakan. Maka dia dikuburkan di depan mesjid yang
dinamai sesuai dengan namanya di kampung Quniyah.
Buku Syarah
Empat Puluh Hadis
Selama bertahun-tahun al-Qunawi menyibukkan diri mendalami ilmu hadis dan
mengajarkannya. Sehingga, dia memperoleh pengetahuan-pengetahuan yang banyak.
Dia mengumpulkan beberapa hasil penelitian dan berbagai pendapat mengenai
hadis. Lalu dia mulai menyusun syarah seperu ini, setelah mengumpulkan
tulisan-tulisannya, pada tahun 656 H (1258 M). Hal itu pun dilakukan setelah didesak
para murid dan sahabat-sahabatnya. Dia pernah mengatakan, "Desakan inilah
yang menyebabkan saya rindu untuk menyusun syarah ini."
Al-Qunawi memiliki dua buku yang diberi judul Empat Puluh Hadis. Yang
satu adalah tulisan tangan, sementara yang lain telah dicetak. Tadinya dikira
keduanya adalah buku yang sama. Namun, ketika dibandingkan, jelaslah bahwa
masing-masing merupakan buku tersendiri yang berbeda satu sama lain. Buku yang
dicetak atas biaya dari Husain 'Ali di Mesir pada tahun 1324 H setelah terlebih
dahulu dilakukan pengkajian, tidak kami temukan di perpustakaan-perpustakaan
Istambul kecuali yang terdapat di perpustakaan Syahid 'Ali Pasha dari
perpustakaan Sulaimaniyah dengan nomor 540 (di antara lembaran-lembaran tulisan
tangan nomor 101109) dan yang berada di perpustakaan azh-Zhahiriyyah, bagian
tasawuf, dengan nomor 6.824. Keduanya merupakan buku yang sama yang dibuat
dengan huruf cetakan. Muhammad Riyadh al-Malih di dalam karyanya al-Ma'nun dengan
katalog buku cetakan di Dar al-Kutub azh-Zhahiriyyah {Damaskus 1398)
berpendapat, "Naskah tulisan tangan yang dinisbahkan kepada al-Qunawi ini
adalah sama dengan buku cetakan tersebut karena kesesuaiannya dalam semua
hadis."
Hadis-hadis yang terdapat di dalam naskah tulisan tangan di
perpustakaan-perpustakaan Istambul berkisar antara 24 dan 29 hadis, dan
naskah-naskah itu sesuai dengan yang terdapat di dalam naskah cetakan kecuali
dalam satu hadis. Kami melihat ada dua kemungkinan. Pertama, pengarang
(al-Qunawi) mengarang dua buku tentang hadis. Karena itu, naskah tulisan tangan dan cetakan itu
dinisbahkan kepadanya. Kedua, penyebutan namanya pada naskah cetakan adalah
salah. Kami cenderung memilih kemungkinan kedua, karena naskah tulisan tangan
tidak sesuai dengan buku cetakan yang dinisbahkan kepadanya kecuali dalam satu
naskah saja. Sementara, pada naskah-naskah lainnya tidak tercantum nama
pengarangnya. Maka bagaimana bisa dinisbahkan kepadanya?
Hadis-hadis yang terdapat pada naskah tulisan tangan berkisar antara 24 dan
29 hadis, sebagaimana kami telah sebutkan. Tidak ada naskah yang berisi empat
puluh hadis. Maka penamaan dengan Empat Puluh Hadis disebabkan beberapa
kemungkinan. Pertama, penulis bermaksud menulisnya empat puluh hadis, tetapi
dia tidak dapat menyelesaikannya. Kedua, penamaan Empat Puluh tidak
harus berarti karangan yang terdiri dari empat puluh hadis. Lebih ataupun
kurang dari itu boleh diberi judul dengan judul ini untuk mengharap berkah
sebagaimana dikatakan pengarang di dalam mukadimah, "Kenalan dan sahabatku
memintaku untuk menuliskan sejumlah hadis."
Sembilan belas hadis yang terkumpul di dalam karya ini, semuanya terdapat
pada buku-buku yang diakui, kecuali tiga buah hadis yang dimasukkan oleh
pengarang di dalamnya setelah ia memastikan kesahihannya. Hal itu menegaskan
dan membuktikan bahwa dia pun seorang ulama hadis.
Metode yang digunakan al-Qunawi di dalam syarah hadis itu adalah metode
gurunya, Ibn al-'Arabi, di dalam cara pengungkapan. Maka syarah hadis itu
berdasarkan dzawq (cita rasa) tasawuf yang indah dengan
pandangan-pandangan yang mendalam dan komprehensif yang tidak terjangkau oleh
ulama-ulama materialis. Bahkan, pemikiran-pemikirannya yang bebas dan asing
dalam topik Wahdah ah Wujud, membuatnya menjadi sasaran tuduhan, celaan,
dan kritik.
Al-Qunawi—rahimahullah—dengan segenap perhatiannya pada redaksi, penyandarannya pada nas, dan
keteguhannya berpegang pada kaidah-kaidah, prinsip, dan alat, di dalam syarah
hadis-hadis itu, menyelami lautan pemikiran. Lalu dia mengeluarkan darinya
mutiara pandangan-pandangan yang selaras dengan tabiat, digandrungi kalbu, dan disenangi
orang-orang berakal.
Naskah yang
Menjadi Sandaran Penelitian Kami
Dalam melakukan penelitian ini kami menemukan empat naskah buku ini di
antara sejumlah naskahnya. Kami bersandar pada empat naskah ini. Di antaranya
adalah naskah tua yang dikeluarkan pada tahun 833 H (1429 M); naskah yang kami
jadikan dasar penerbitan yang dikeluarkan pada tahun 835 H (1431 M); dan naskah
yang juga kami jadikan asas penerbitan yang berisi 29 hadis. Naskah terakhir
ini merupakan naskah paling sempurna di dalam ungkapan dan penjelasannya.
1. Naskah yang terdapat di perpustakaan Haji Mahmud Afandi T. HT no. 574.
Naskah ini berjudul Syarh al-Hadits al-Arba'in dan terdiri dari 63
lembar. Pada setiap halaman berisi lima belas baris yang ditulis oleh Muhammad
bin Muhammad pada tahun 835 H (1431 M). Ini merupakan naskah asli untuk
penerbitan. Kodenya adalah Mim.
2. Naskah pertama dari perpustakaan Syahid 'Ali Pasha bernomor 1.394.
Naskah itu diberi judul al-Hadits al-Arba'in dalam ukuran kecil dan terdapat pada naskah itu di antara lembaran 47 dan
91. Pada setiap helaman berisi 22 baris yang ditulis pada tahun 833 H (1429 M).
Naskah ini telah dibandingkan dengan naskah lain pada tahun yang sama. Naskah
ini kami beri kode Syin.
3. Naskah kedua dari perpustakaan Syahid 'Ali Pasha dengan nomor 1329,
terikat dengan al-Hadits al-Arab'in. Naskah ini memiliki ukuran kecil
dan terdiri dari 91 lembar.
Pada setiap halaman berisi lima belas baris yang ditulis oleh 'Abdullah bin
Yusuf pada tahun 903 H (1497 M) dengan tulisan yang sangat bagus. Naskah ini
kami beri kode 'Ayn.
4. Naskah yang dikeluarkan pada tahun 979 H (1571 M) yang terdapat di
perpustakaan pribadi kami. Naskah ini ditulis dengan khath (gaya
tulisan) nasakh. Naskah ini terdiri dari 108 halaman, dan masing-masing
halaman berisi 17 baris. Kami memberinya kode Qaf.
Dari Allah-lah datangnya pertolongan.
Doktor Hasan Kamil Yilmaz
MUKADIMAH
BismiIlahirahmanirrahim
Segala puji bagi Allah yang menghias lelangit agama yang lurus dengan
gemintang hukum-hukum syariah, perintah, dan nasihat agama. Dia memberi
petunjuk kepada orang yang Dia luaskan dadanya untuk menerima Islam. Dia
membebaskannya dari bencana svubhat dan hijab kegelapan. Kemudian Dia
memperindah batin yang lain dengan pancaran sinar keimanan. Dia menerbitkan
dari ufuk langit bulan-bulan petunjuk untuk membimbing ahli martabat kebaikan.
Dari masyriq, Dia tampakkan pertolongan-Nya pada hati yang jernih di
dalam diri makhluk-Nya sebagai pemilik jiwa-jiwa yang suci, niat yang agung,
serta kecerahan makrifat dzawq dan keyakinan. Dia menampakkan
keikhlasan kepada hamba pilihan-Nya dengan cahaya mahabbah-Nya, rahasia-rahasia
ilmu laduni-Nya. Kemudian, dengan
hamba pilihan-Nya itu Dia menyelamatkan suatu kaum yang di-ciptakan untuk
diri-Nya. Dia tampak pada mereka dalam rupa ilmu-Nya yang berkait dengan
zat-Nya dan dengan segala sesuatu. Dia menghiasnya dengan hiasan yang esensial
dan abadi. Maka mereka melihat apa yang tersembunyi bagi yang lain, berupa
hakikat dan rahasia Ilahi, serta rahasia alam semesta.
أُولَئِكَ حِزْبُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ
Mereka itulah golongan Allah.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah golongan yang beruntung. (QS. al-Mujadilah: 22)
Semoga Allah memberi salawat kepada mursyid mereka yang membawa
mereka kepada persaudaraan universal, dan pemimpin mereka. Dialah kunci utama
kegaiban dan pembuka kalbu orang-orang yang siap menerima persaudaraan melalui
cahaya bimbingannya. Dia yang menentang sedap syak dan keraguan, Sayidina
Muhammad, keluarga, dan sahabat-sahabatnya, dengan salawat yang menghimpun
segala kesempurnaan hukum-hukum azali yang ditampakkan di dalam
martabat-martabat keabadian. Wa sallama tasliman katsiran.
Setelah sekelompok pendahulu dari para pemilik keutamaan dan kedalaman
agama mengetahui dengan pasti, melalui sanad-sanad sahih dari berbagai jalan,
bahwa Nabi saw bersabda,
"Barangsiapa yang menjaga empat
puluh hadis atas umatku dalam urusan agama mereka, niscaya pada hari kiamat
Allah mengumpulkannya sebagai fakih dan alim," [2]
maka mereka berusaha untuk mengeluarkan empat puluh hadis dalam rupa dan
corak yang beraneka ragam.
Di antara mereka ada yang memilih hadis-hadis tentang keteladanan, terutama
yang disebutkan di dalam khotbah-khotbah Nabi saw, seperti Ibn Wad'an.[3]
Ada yang memilih mengeluarkan hadis-hadis tentang hukum-hukum. Ada yang memilih
mengeluarkan hadis-hadis yang kontradiktif. Ada yang memilih mengeluarkan hadis-hadis yang
panjang. Ada pula yang memilih hadis-hadis tentang hal lain. Ketika sejumlah
kenalan dan sahabat melihat kesempurnaan kemampuanku dalam ilmu hadis—dengan
karunia Allah—dan keluasan wawasanku dalam mengetahui rahasia-rahasia-nya, maka
mereka mendesakku untuk menguraikan sejumlah hadis Nabi dan menjelaskannya
melalui teladan-teladan para pendahulu.
Mulanya saya ragu dalam hal itu. Lalu mulailah saya berkumpul dengan orang
yang telah berhasil menguraikan beberapa hadis. Walaupun sebagian mereka mampu
menjelaskannya, namun itu hanya dari segi i'rab atau pemahaman
lahiriah saja yang tidak asing bagi orang yang akrab dengan bahasa Arab dan
yang memiliki fitrah yang sehat. Di dalam semua itu tidak banyak keutamaan dan
tidak pula ada tambahan faedah. Hal itu hanya sekedar mengetahui apa-apa yang
dimaksud Nabi saw dan yang dikandung di dalam sabdanya, berupa hikmah dan
rahasia, sebagai penjelasan disertai dalil-dalil syariat dari Alkitab dan
sunah. Ditegaskan pula kesahihan hadis-hadis itu melalui akal sehat yang
tercerahkan dan fitrah yang lurus.
Kemudian, al-Haqq melapangkan dadaku untuk menguraikan sejumlah hadis Nabi
dan menyingkap rahasia-rahasianya yang meliputi hikmah-hikmah yang indah. Sanad
semua hadis itu sahih dan saya dengar dari para guru yang terkenal
ketakwaannya, dan gabungan antara dirayah dan riwayah. Selain
itu, saya tidak sebutkan sanad-sanadnya untuk meringkas dan memudahkan orang
dalam mengkajinya. Maka ketetapan hatiku memutuskan untuk memilih hal itu dan
menyingkap rahasia-rahasianya. Cara yang saya gunakan adalah metode yang
menggabungkan antara pengungkapan dan penyingkapan. Hal itu dimaksudkan untuk
membangkitkan orang-orang yang memiliki perhatian besar dan memiliki akal
serta pemahaman yang baik. Kepada Allah SWT saya memohon pertolongan,
dorongan, dan taufik. Inilah waktunya saya memulai, dan kepada al-Haqq saya
memohon petunjuk.
HADIST PERTAMA
Diriwayatkan dengan sanad bersambung kepada Rasulullah saw bahwa
beberapa sahabat mengadukan kepadanya ihwal kefakiran dan sedikitnya harta.
Maka Rasulullah saw bersabda,
"Biasakanlah selalu dalam
keadaan suci (dari hadas), niscaya diluaskan
rezeki bagimu."[4]
Ketahuilah bahwa hadis ini, walaupun bentuknya pendek, merangkum berbagai
pengertian. Di dalamnya terkandung berbagai masalah dan rahasia yang agung dan
penting. Namun pemahamannya bergantung—setelah taufik dari Allah SWT—pada
beberapa mukadimah {pendahuluan) agar dapat terungkap maknanya. Dengan
pendahuluan itu, akan tersingkap tujuan yang agung ini. Kemudian kami akan
sebutkan hal-hal yang menjelaskan makna-makna lain dari hadis ini, insya Allah.
Mukadimah
Pertama
Ketahuilah, bahwa baik kesucian maupun kenajisan (kekotoran), dari satu
sisi, terbagi ke dalam dua bagian, yaitu:
Pertama, ghayr maj'ul Artinya, hal itu
tidak didahului usaha dan kesungguhan. Tidak ada faedah pada perintah, wasiat, dan anjuran
agar berhias dengannya, atau larangan dari mengotori atau bersuci, serta
menjaga diri dari keterlibatan di dalamnya.
Kedua, wujudiyyah maj'ulah. Yaitu, hal tersebut berkaitan dengan
perintah dan larangan. Di dalam hal ini, wasiat dan anjuran mendatangkan
faedah. Selain itu, hal tersebut dapat diperoleh dengan usaha dan kesungguhan.
Maka pahamilah.
Selanjutnya saya akan ungkapkan hal itu secara terperinci, insya Allah.
Mukadimah
Kedua
Ketahuilah bahwa al-Haqq SWT adalah Yang Maha Pemurah secara mutlak. Dia
bermurah hati secara langgeng kepada binatang-binatang tanpa kebakhilan dan
tanpa meminta ganti. Dia tidak mengkhususkan pemberian-Nya kepada suatu
kelompok saja dengan pengkhususan yang menyiratkan pencegahan dan halangan
terhadap yang lain. Dia pun bermurah hati kepada seluruh makhluk yang menerima
pancaran zat dan nama-Nya menurut kadar kesiapan mereka yang ghayr maj'ul Dengannya,
terlebih dahulu mereka menerima eksistensi dari-Nya ketika mereka menyelami
ilmu-Nya. Mereka pun menerima karunia-karunia-Nya menurut kesiapan mereka yang wujudiyyah
majulah karena kesucian batin dan lahir mereka.
Yang saya maksudkan dengan wujudiyyah adalah kesucian yang
dikhususkan melalui kesiapan yang menyebabkan diterimanya eksistensi (wujud)
dari al-Haqq secara sempurna. Hal itu merupakan hakikat penerima dalam
sebagian besar kemampuan dan kekuatannya yang sesuai dengan hakikat tersebut
untuk menghadirkan keesaan Ilahi. Keesaan Ilahi inilah yang menjadi sumber
kemurahan kepada semua pihak yang dapat menerima loujud-Nya. Itulah
kesucian asli yang saya katakan sebagai ghayr maj'ul. Kebalikannya
adalah kekotoran ghayr maj'ul, juga yang menuntut penerimaan kemurahan
Ilahi, namun tidak secara sempurna. Ia berubah dari kesucian Ilahi yang
semestinya disebabkan oleh berbagai ahkam imkdniyyah (pengaruh-pengaruh
yang bersifat mungkin) dan perantara-perantara khusus. Adapun tingkatan
kekotoran yang merupakan lawan kesucian tersebut adalah salah satu dari dua
aspek kemampuan yang diikuti ketiadaan (al-'adam). Itulah asalnya. Kami
katakan, sebab-sebab kekotoran adalah penguasaan pengaruh yang bersifat
mungkin, banyaknya hal itu, dan karakteristik perantara-perantara yang bersifat
mungkin yang ada antara al-Haqq Pemberi Eksistensi SWT dan penerima
kemurahan-Nya, sebagaimana telah dijelaskan. Maka pahamilah.
Ini termasuk tingkatan kekotoran yang merupakan lawan dari kesucian
tersebut. Kemudian, ketahuilah bahwa sedikitnya perantara dan pengaruh imkaniyyah dapat menyebabkan kesucian dan jalinan dengan
kehadiran Tuhan. Maka hal itu menyebabkan limpahan karunia Ilahi secara
sempurna, sebagaimana telah dijelaskan. Karena itu, banyak dan kuatnya
pengaruh eksistensi yang bersifat mungkin serta perantara-perantara khususnya
yang merupakan najis maknawi pada setiap makhluk menyebabkan berkurangnya
penerimaan. Hal itu pun dapat mengubah limpahan suci yang telah diterima yang
dapat mengeluarkannya dari kesucian aslinya. Kesucian dan kekotoran yang
terdapat pada maujud, masing-masing memiliki banyak pengaruh yang dihasilkan.
Pertama, di dalam tingkatan-tingkatannya. Kedua, di dalam penampakan diri (mazhhar)
eksistensi dalam bentuk dan rohnya. Itu merupakan percampuran-percampuran
melalui berbagai cara. Darinya dihasilkan dominasi dan kelemahan yang menuntut
penyifatan sesuatu yang disifati dengan salah satu dari keduanya. Demikian pula
pengaruhnya di dalam syariat. Jika ini sudah jelas, maka kembali saya katakan:
Berlimpah dan berkurangnya bagian dari karunia-Nya SWT, dzatiyyah dan asma'iyyah,
kembali pada sempurna dan tidak sempurnanya kesiapan si penerima.
Kesempurnaan dan ketidaksempurnaannya dinyatakan dengan kesucian dan kekotoran tersebut,
tiada lain. Ini disepakati oleh para penegas kebenaran (muhaqqiq).
Saya telah bentangkan penjelasan dan penetapannya pada banyak tempat dari
karya-karya saya. Sejumlah pemuka sufi dan orang-orang pilihan Allah telah
menjelaskannya pula di dalam buku-buku mereka. Hal itu ditunjukkan dalam
riwayat yang disampaikan kepada kita oleh Rasulullah saw dari Tuhannya dengan
sabdanya di akhir hadis,
"Maka barang-siapa yang
mendapati kebaikan, hendaklah dia memuji Allah. Barangsiapa yang mendapati
bukan demikian, maka janganlah mencela selain dirinya."[5]
Dan, sabda Rasulullah yang ditujukan kepada Tuhannya,
"Kebaikan itu semuanya adalah
dengan kekuasaan-Mu, sementara kejahatan tidak dinisbahkan kepada-Mu."
[6]
Semua itu dikuatkan dengan firman Allah SWT,
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ
سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
"Apa saja kenikmatan yang kamu
peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu adalah dari
[kesalahan] dirimu sendiri. " (QS. an-Nisa': 79)
Juga penegasan lain yang berulang kali ditunjukkan di dalam Al-Qur'an dan
sunah serta dipahami oleh akal yang tercerahkan, dzawq yang sahih, dan
roh yang memberikan eksistensi, bahwa di antara yang disepakati oleh akal, syara’,
dan kasyaj, adalah bahwa alam arwah lebih dahulu ada dibandingkan
alam fisik. Alam fisik itu sendiri diciptakan oleh Allah SWT dengan perantaraan
dan mengikuti alam arwah dalam hal sifat dan hukum, seperti mengikutinya dalam
menerima eksistensi dari keberadaan al-Haqq. Alam fisik, dari satu sisi, adalah
seperti naungan bagi alam arwah. Maka ketahuilah hal itu. Karena saya telah
sebutkan mukadimah-mukadimah ini, maka saya kembali pada mukadimah pertama.
Di atas telah disebutkan awal martabat kesucian dan kekotoran maknawi serta
hukum-hukumnya yang tidak didahului usaha dan kesungguhan. Di sini saya akan
sebutkan martabat, derajat, dan penampakan kesucian dan kekotoran yang lain,
yang lahir dan batin, yang disyariatkan, yang rasional, yang diberi kasyf, dan
dipersaksikan oleh al-Haqq. Selama kesucian dan kekotoran, penampakan dan
derajaurya belum diketahui, maka belum dapat diketahui juga tata-cara berhias
dengan kesucian, serta melanggengkan dan menjaganya—setelah berhias
dengannya—dari dikotori berbagai najis, baik lahir maupun batin. Tatacara
menghilangkan najis yang ada secara lahir dan batin juga tidak dapat diketahui
apabila manusia belum mengetahui apa yang saya sebutkan. Sehingga, dia tidak
mungkin mendapat manfaat dari wasiat Nabi dan mengamalkannya. Secara garis
besar, saya katakan: Semua dosa adalah najis batin, walaupun se-bagiannya
secara khusus melampaui batin menuju lahir, sebagaimana ditunjukkan Rasulullah
saw dengan sabdanya,
"Sesungguhnya seorang hamba
mengharamkan rezeki dengan dosa yang dilakukannya."[7]
Hadis ini pun memiliki rahasia lain. Yaitu, bahwa pengharaman
kadang-kadang berkaitan dengan rezeki maknawi dan rohani, dan kadang-kadang
pengharaman itu dari rezeki lahir yang terindera.
Kemudian saya katakan: Semua ketaatan adalah penyuci. Kadang-kadang hal itu
terjadi dengan cara penghapusan, yang ditunjukkan dengan firman Allah SWT,
إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
"Sesungguhnya
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan [dosa] perbuatan-perbuatan yang
buruk," (QS. Hud: 114)
dan sabda Rasulullah saw,
"Iringilah perbuatan buruk
dengan perbuatan baik, karena [perbuatan baik] menghapus perbuatan buruk."[8]
Kadang-kadang penyucian itu dilakukan dengan cara penggantian, yang
ditunjukkan dengan firman Allah SWT,
إِلَّا مَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَئِكَ
يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ
"Kecuali orang-orang yang
bertobat, beriman, dan mengerjakan amal saleh. Maka kejahatan mereka diganti
dengan kebajikan. " (QS. al-Furqan: 70)
Penghapusan tersebut merupakan hakikat dari pemaafan, sementara penggantian
merupakan hakikat dari pengampunan. Jika engkau perhatikan apa yang saya
jelaskan, niscaya engkau tahu perbedaan antara pemaafan dan pengampunan.
Kemudian ketahuilah bahwa masing-masing dari kemaksiatan dan ketaatan
memiliki kekhususan yang muncul dari lahiriah manusia kepada batinnya, dan bisa
terjadi sebaliknya. Di antaranya ada yang dapat dihilangkan dengan segera, dan
ada pula yang dapat dihilangkan dengan lambat disertai kesulitan. Ada pula yang
berlanjut pengaruhnya hingga kematian dan hilang di alam barzakh. Ada yang
tidak hilang kecuali setelah sampai di mahsyar. Ada pula yang tidak hilang
kecuali setelah masuk neraka. Ini terjadi dengan syarat adanya keteguhan tauhid
di dalam batin orang tersebut. Syariat telah menjelaskan semua itu. Kalau saja
tidak khawatir akan menjadi pembahasan panjang dan bertele-tele, niscaya saya
akan menjelaskannya, sebagaimana yang disebutkan di dalam pengabaran-pengabaran
Ilahi dan Nabi, serta orang yang mengingat apa yang saya sebutkan di sini.
Kemudian, perhatikanlah kabar-kabar yang diberitakan oleh syariat yang di
dalamnya terdapat hal-hal yang telah ditunjukkan. Lalu, ketahuilah bahwa
kesucian dan kekotoran, dalam hal penampakannya, martabauiya, dan
pengaruh-pengaruhnya adalah bermacam-macam. Akan saya sebutkan, insya Allah.
Saya memulai dengan kesucian.
Kesucian tampak dan dihasilkan dari pengaruh gabungan keesaan eksistensi
keniscayaan dan pemutlakan dari setiap ikatan yang menuntut batasan. Hal itu
dilakukan melalui ilmu tauhid yang bersifat penyaksian eksistensi dan pengosongan batin
dari selain al-Haqq atau dari selain hal-hal yang dicintai dan diridai-Nya.
Awal tingkatannya adalah yang disyariatkan dan dikhususkan dengan kalbu, roh,
keimanan, at-Tawhid al-Istihdhari yang khusus, aspek-aspek keimanan,
dan aspek-aspek tauhid. Martabat kesucian tertinggi yang dengannya manusia
berhias adalah kelanggengan mengenal al-Haqq dan menyaksikan zat-Nya yang
tidak ada hijab sesudahnya. Tidak ada lagi yang menetap bagi diri insan
kamil selain-Nya. Jenis dan
derajatnya yang lain tampak di antara kedua sisi ini.
Adapun jenis-jenis najis yang hendak disucikan dan dipelihara setelah diri
suci dari kotoran, adalah muncul dan tumbuh dari kebodohan (jahl), syirik, dan pengaruh-pengaruh ikatan yang
menuntut batasan dalam akidah tertentu yang tumbuh melalui penakwilan,
pandangan yang rusak, peribadatan yang menyimpang, syahwat yang menguasai
kekuatan rohani dan menuntut pemutlakan dari penegasan-penegasan syariat dan
akal, dan dari berbagai jenis najis yang bermacam-macam dengan pengaruh kemajemukan
eksistensi segala yang bersifat mungkin dan dalam hubungannya dengan ketiadaan.
Hal itu telah ditunjukkan di atas.
Kemudian, ketahuilah bahwa baik kesucian maupun kenajisan, dari sisi
tempat yang disifati dengan keduanya itu, terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu:
bagian lahiriah, bagian batiniah, dan bagian gabungan (antara lahiriah dan
batiniah). Martabat kesucian batiniah khusus bagi alam arwah, jiwa-jiwa yang
suci, dan sifat-sifat yang esensinya dinisbahkan kepada alam arwah, serta
segala yang ditarik dan disertakan padanya dari gambaran-gambaran halus yang
mengikutinya. Adapun penampakan-penampakan kesucian lahiriah dikhususkan pada
sebagian barang tambang dan tumbuhan yang dihasilkan dari unsur-unsur selama
tidak disertai kotoran binatang. Saya hanya mengkhususkan kesucian lahiriah
pada bentuk-bentuk yang dihasilkan dari unsur dan tidak menisbahkannya pada
kesucian sempurna, karena setiap bentuk yang dihasilkan dari unsur memiliki
kekuatan dan kekhususan batiniah. Sebagiannya itu sesuai bagi manusia dan
memberi manfaat padanya dengan izin Allah di dalam tingkah laku dan
penyempurnaan. Sebagiannya lagi membahayakan dan tidak sesuai bagi diri
manusia walaupun ia tidak bersentuhan dengannya, bahkan hanya dengan berdekatan.
Bentuk-bentuk seperti ini, dari segi lahirnya adalah suci, tetapi dari segi
karakteristiknya adalah najis sebagai najis batin yang harus dihindari.
Demikian pula binatang-binatang yang halal dimakan. Dari segi bentuknya adalah
suci selama tidak disertai kotoran dari sebagian binatang. Bentuk unsur-unsur,
barang-barang tambang, dan tumbuh-tumbuhan yang tidak memiliki karakteristik
buruk, selain yang telah sava sebutkan, adalah suci secara lahir dan batin.
Jika engkau telah mengetahui ini, maka ketahuilah bahwa kehalalan termasuk
keharusan dari kesucian, sedangkan keharaman mengikuti kekotoran.
Masing-masing dari halal dan haram terbagi ke dalam tiga bagian seperti
pembagian kesucian dan kekotoran di atas.
Barang halal yang sempurna secara lahir adalah setiap benda yang tidak
mengandung bahaya dalam susunannya bagi mukmin yang diperintah oleh Nabi saw
untuk menjauhinya. Hal itu tidak berkaitan dengan hak seseorang yang harus
diperhatikan. Sebab, perhatian diri terhadap segala sesuatu, dalam hal ini,
menimbulkan karakteristik buruk pada diri manusia. Karena, itu sesuatu yang
bukan haknya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, atau tindakan- tindakan yang lain. Semuanya itu bisa
membawa kekotoran maknawi.
Bagian kedua dari barang halal, di bawah bagian pertama dalam kesucian,
adalah setiap makanan, minuman, dan sebagainya yang selamat dari
pengaruh-pengaruh nafsu dan karakteristiknya karena dorongan tertentu, seperti
yang telah disebutkan. Bukan berarti dalam zatnya—dari segi susunan dan
rohnya—luput dari karakteristik buruk yang tidak cocok bagi kebanyakan manusia.
Contoh semacam ini bukan pada tingkatan halal yang sempurna dan suci, seperti
biawak, tikus, dan sejumlah serangga. Ini masuk dalam bab makanan. Demikian
halnya di dalam pakaian yang dipotong dan dijahit pada waktu yang tidak baik
yang berkaitan dengan karakteristik yang buruk. Seperti itu pula yang
diingatkan di dalam syariat berkaitan dengan kesialan yang ada pada perempuan,
kuda, dan rumah. Kesahihannya dibuktikan dengan pengalaman yang berulang-ulang.
Pada semua ini, baik di dalam batin kebanyakan manusia, bahkan pada lahirnya,
terdapat karakterisitik berbahaya yang melampaui badan menuju diri, akhlak, dan
sifat-sifat si pemakan, pemakai, dan orang yang bersahabat dengannya. Maka
karenanya terbentuklah kotoran pada kalbu dan roh dari berbagai bentuk najis.
Syariat telah menjelaskan kemuliaannya, tanpa mengharamkannya.
Bagian ketiga adalah yang bentuk lahirnya suci tetapi bernajis secara
maknawi. Maka benda itu haram. Contohnya makanan, pakaian, minuman, dan tempat
tinggal hasil rampasan, serta barang-barang beracun dan sebagainya.
Adapun najis yang sempurna secara lahir dan batin adalah setiap benda yang
diharamkan, seperti darah, bangkai, daging babi, setiap yang memiliki taring
dari binatang buas, setiap yang memiliki cakar dari bangsa burung dan anjing,
dan minuman keras (khamar). Semua ini adalah najis dan haram karena berbahaya bagi manusia dari
segi karakteristik dan sifat-sifat yang dibawanya. Sehingga bahaya esensinya
menular kepada pemakannya. Pengharamannya disebabkan sifat yang melekat pada
esensinya. Sedangkan hal-hal yang telah disebutkan dalam barang-barang rampasan,
maka bahayanya hanyalah dihasilkan oleh sebab dari luar.
Apabila engkau telah mengetahui hal ini, ketahuilah bahwa hukum-hukum
kesucian, kekotoran, halal, dan haram memiliki susunan dominasi dan kelemahan
menurut kekuatan masing-masing dan keunggulannya pada kekuatan yang sempurna,
kekuatan yang banyak, atau kedua-duanya terhadap yang lainnya. Ini merupakan
bagian gabungan antara lahiriah dan batiniah. Maka di dalam susunannya harus
menghasilkan bentuk-bentuk yang berkaitan dengan dominasi sebagian terhadap
sebagian yang lain. Itu merupakan pokok yang berkaitan dengan hukum-hukum
tersebut. Penamaan, sifat, dan hukum itu dihasilkan dari perpaduan
(percampuran) tersebut menurut sisi dominasi dan kelemahannya. Kesamaan antara
kekuatan karakteristik dan pengaruh-pengaruhnya, atau mendekati kesamaan itu,
merupakan tingkatan makruh dan syubhat yang ditunjukkan dalam syariat dengan
sabda Rasulullah saw,
"Yang halal itu jelas dan yang
haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat hal-hal yang syubhat. Barangsiapa
yang berlepas diri karena agamanya, maka ia akan menjauhi yang syubhat."[9]
Syariat menganjurkan untuk menjauhi bagian ini sebagai pemeliharaan diri
dari bahaya yang mengancam. Apabila ini sudah jelas, maka hendaklah engkau
ketahui bahwa sucinya batin manusia, yakni kalbu dan rohnya, dihasilkan karena
sedikitnya kecintaan dan hubungan, atau hilangnya keduanya, kecuali hubungannya
dengan al-Haqq. Hal itu pun disebabkan sedikitnya karakteristik kemajemukan dan
sifat-sifat imkaniyyah, khususnya pengaruh adanya perantara, dan
terhindar dari bahaya pengaruh dan karakteristik yang terkandung pada
benda-benda tersebut. Kotoran kalbu dan roh, pengharaman, pencegahan, hijab,
dan sebagainya terjadi karena sifat-sifat yang bertentangan dengan ini,
seperti banyaknya pengaruh mumkinat (eksistensi yang bersifat mungkin),
serta banyaknya hubungan dan celupan dengan karakteristik dan pengaruh
berbahaya yang ada pada sesuatu yang merupakan tempat penampakan kekotoran. Sebagaimana
kesucian roh dan kalbu dari apa yang saya sebutkan menyebabkan tambahan rezeki
maknawi dan penerimaan karunia Ilahi yang layak serta limpahan anugerah, maka
kesucian lahir juga menyebabkan kepatutan mendapat tambahan rezeki inderawi.
Sebab, hal itu sesuai dengan penjelasan saya di dalam mukadimah bahwa alam
fisik mengikuti alam arwah dalam hal eksistensi, pengaruh-pengaruh, dan
sifat-sifat. Barangsiapa yang menggabungkan di antara kedua kesucian ini, maka
dia memperoleh dua rezeki. Munculnya perbedaan tingkatan di antara dua rezeki
itu hanyalah disebabkan keunggulan kesucian batin dan kelebihannya dalam hal
keluasan, substansi, dan kekuatan hubungannya dibandingkan kesucian lahir.
Demikian pula sebaliknya. Maka pahamilah. Saya telah sebutkan keseluruhan
hukum-hukum kesucian dan kekotoran, secara syariat dan akal, serta penampakan
esensi keduanya, yang tidak menyertakan keterlibatan dan usaha manusia serta
yang menyertakan usaha dan keterlibatan manusia di dalamnya, dalam hal
penghiasan (tahaliyah) dan pengosongan kalbu dari selain al-Haqq (takhaliyah).
Maka kami sebutkan yang khusus bagi manusia di dalam jasmani dan rohaninya.
Sebagian besar yang telah kami bentangkan, kendati pun bersifat umum, namun dari satu sisi berada
di luar diri manusia. Sedangkan yang saya akan jelaskan sekarang adalah yang
khusus berkenaan dengan manusia.
Kesucian badan manusia dari kotoran, kesucian inderanya dari penggunaannya
pada sesuatu yang tak perlu, dan kesucian anggota-anggota badannya dari
penggunaan dalam tindakan di luar lingkup keseimbangan yang diketahui melalui
timbangan akal, hukum-hukum syariat, nasihat, dan peringatan. Terutama lidah.
Lidah manusia memiliki dua kesucian. Pertama, kesucian yang hanya dikhususkan
pada sifat-sifat yang berguna dan bermanfaat. Kedua, kesucian yang dikhususkan
untuk memelihara keseimbangan dalam berbagai hal yang diungkapkannya. Tidak
boleh dia mengurangi penjelasannya atau menyifati sesuatu dengan apa yang
tidak ada padanya dan tidak dituntut oleh esensinya. Itu merupakan kelaliman,
karena termasuk kesaksian palsu. Kemudian kita kembali pada penjelasan yang
khusus mengenai batin manusia. Yaitu kesucian khayalnya dari keyakinan yang
rusak, pengkhayalan yang buruk, banyak angan-angan dan harapan, dan sebagainya.
Juga kesucian benaknya dari pemikiran buruk dan memikirkan sesuatu yang
tidak bermakna dan berguna.
Lalu kesucian akalnya dari terikat pada hasil pemikiran tentang hal-hal
khusus pada mengenal al-Haqq dan yang menyertai karunia-Nya yang terbentang
bagi segala sesuatu yang mungkin (mumkindt) berupa karakteristik, ilmu,
dan rahasia yang asing.
Kemudian kesucian hati dari perubahan yang mengikuti pemisahan
hubungan-hubungan yang menyebabkan terbaginya perhatian dan banyaknya keinginan.
Kesucian jiwa dari kecenderungan-kecenderungannya, bahkan dari nafsu itu
sendiri. Karena, ia merupakan "ragi" angan-angan dan harapan terhadap
segala sesuatu, dan banyaknya keinginan sebagai akibat dari pemikiran dan
khayalan.
Kesucian roh dari kebahagiaan mulia yang diharap dari al-Haqq, seperu
mengenal dan berdekatan kepada-Nya, memperoleh musyhadah-Nya, dan
berbagai kenikmatan rohani yang lain yang disenangi dan diperoleh melalui kecemerlangan
cahaya mata hati.
Kesucian hakikat kemanusiaan dari keperluan pada milik orang lain dan dari
perubahan rupa yang al-Haqq berikan sebagai ketetapan baginya dan keleburan di
dalam ilmu al-Haqq secara azali. Namun hal itu berlaku di dalam hal bahwa ilmu
tersebut merupakan sifat al-Haqq, bukan dari sisi pengetahuan al-Haqq terhadap
pengetahuan Zaid dan Umar yang tidak sempurna. Sebab, ilmu Zaid dan Umar adalah
ilmu al-Haqq juga, namun dalam halnya sebagai sifat Zaid dan Umar, bukan dalam
halnya sebagai sifat al-Haqq. Sehingga, setiap sesuatu tampak bagi-Nya sebagai
apa adanya dalam dirinya tanpa tambahan dan pengurangan.
Ketahuilah hal itu dan kajilah setiap kesucian ini yang merupakan kebalikan
dari kekotoran. Hal itu tidak perlu diuraikan lagi. Selain itu, hendaklah
diketahui bahwa kesucian manusia hanyalah diperoleh dengan sesuatu yang
terbentuk darinya. Maka kesucian tangan adalah dari badan yang terbentuk
darinya.
Kesucian rohnya dengan pertolongan yang suci dan bantuan rohani yang
universal dan spesifik ditunjukkan di dalam Alkitab yang agung dengan firman
Allah SWT ketika menceritakan para malaikat terkemuka dan gambaran dari bantuan
mereka, di mana mereka mengatakan:
رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا فَاغْفِرْ
لِلَّذِينَ تَابُوا وَاتَّبَعُوا سَبِيلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيمِ رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ
جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ
وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ وَقِهِمُ السَّيِّئَاتِ وَمَنْ تَقِ
السَّيِّئَاتِ يَوْمَئِذٍ فَقَدْ رَحِمْتَهُ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu
Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang
bertobat dan mengikuti jalan-Mu, dan peliharalah mereka dari siksaan neraka
yang bernyala-nyala.
Ya Tuhan kami, dan masukkanlah
mereka ke dalam surga 'Adn yang telak Engkau janjikan kepada mereka dan
orang-orang yang saleh di antara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan
keturunan mereka semut. Sesungguhnya
Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Maha-bijaksana. Dan peliharalah mereka dari [balasan]
kejahatan. Dan orang-orang yang Engkau pelihara dari [pembalasan] kejahatan
pada hari itu, maka sesungguhnya telah Engkau anugerahkan rahmat kepadanya dan
titilah kemenangan yang besar. (QS. al-Mu'min: 7-9)
Buah dari ku semua di dunia ini adalah kesucian dari hal-hal yang mengotori
roh berupa persahabatan dengan susunan alaminya dan karakteristik berbahaya
yang berkaitan dengannya ketika terjadi keterikatan yang teratur. Adapun
kesucian batin yang merupakan penyingkapan-diri mutlak yang hanya disandarkan
kepada al-Haqq, adalah berhubungan dengan al-Haqq yang menyeluruh dan hilangnya
hukum-hukum pengikatan yang menimpanya karena kesertaannya dengan esensi
tertentu. Esensi itu merupakan tempat penyingkapan-diri yang berlawanan dengan
penyingkapan-diri Ilahi tersebut dan mengikatnya.
Hukum-hukum sedap penyingkapan-diri dan sifat-sifauiya mengikuti tempat
penyingkapan-diri yang merupakan cerminannya. Itu termasuk sunah al-Haqq,
وَلَنْ تَجِدَ لِسُنَّةِ اللَّهِ تَبْدِيلًا
"Dan kamu sekali-kali tiada akan
mendapati perubahan pada sunah Allah. " (QS. al-Ahzab: 62)
Kemudian ketahuilah, sebagaimana
kesucian segala maujud itu terbagi menjadi kesucian yang bersifat umum—yaitu
gabungan—dan kesucian yang bersifat khusus— yakni sedap maujud tersendiri dari
yang lainnya karena kekhususannya—, demikian pula halnya pada manusia, sebagaimana
telah dijelaskan. Kesuciannya yang umum adalah karena keberadaannya sebagai
salinan dari keberadaan al-Haqq dan hakikat-hakikat alam serta penghimpun
hukum-hukum keduanya. Seseorang yang paling menghimpun hakikat-hakikat alam dan
hukum-hukumnya serta hukum-hukum hakikat Ilahi adalah yang paling sempurna
kesucian umumnya. Sedangkan orang yang berada di bawahnya, maka
tingkatan-tingkatannya sesuai dengan ukuran yang dihimpunnya.
Adapun kesucian yang bersifat khusus—setelah melampaui kesucian badan,
roh, dan batinnya seperti yang telah kami sebutkan—adalah sejauh mengenal
hakikat al-Haqq dan memperoleh penyingkapan diri-Nya yang tiada h ijab
sesudahnya. Tiada yang menetap bagi orang-orang yang sempurna selain-Nya dengan
kehadiran sempurna yang kekal dan kebersamaan esensial yang membentang di alam
gaib dan nyata serta yang dicakup keduanya. Maka kajilah apa yang diterima oleh
pendengaranmu dan yang didapat oleh pemahamanmu dari pasal hadis yang mulia ini
terhadap alam gaib yang diketahui orang-orang suci dan yang berkedudukan
tinggi. Niscaya datang kepadamu kilatan cahaya kesempurnaan Muhammad. Baginya
seutama-utama salawat dan salam yang sesuci-sucinya.
Inilah rahasia sabda Nabi saw,
"Biasakanlah dalam keadaan
suci, niscaya diluaskan rezeki bagimu."
Barangsiapa memusatkan perhatian pada pembahasan saya dalam syarah hadis
ini dan mengkajinya, niscaya dia mengetahui sejumlah rahasia syariat, seperti
kehalalan, keharaman, kesucian, dan kekotoran yang lahir dan yang batin,
sebab-sebabnya, dan penghilangannya. Dia mengetahui tatacara bersuci dan
menjaga diri setelah berhias dengan kesucian dari noda-noda yang mengotorinya.
Dia pun mengetahui jalan-jalan memperoleh rezeki maknawi dan inderawi, serta
sebab-sebab bertambah dan berkurangnya dari segi usaha yang dicurahkan. Bahkan
dia mengetahui apa yang Allah syariat-kan dan apa yang Rasulullah ajarkan. Dia mengetahui bahwa
penghalalan dan pengharaman itu adalah dari al-Haqq melalui perantaraan
Rasulullah saw. Hal itu semata-mata karena kasih-sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya.
Dia mengetahui bahwa Nabi saw adalah dokter Ilahi bagi kalbu, roh, akhlak, dan
sifat-sifat mereka dengan cara meniru perbuatannya. Dia mengetahui rahasia
sabda Nabi saw,
"Barangsiapa yang ikhlas
karena Allah selama empat puluh hari, maka mengalirlah sumber-sumber hikmah
dari kalbu ke lidahnya."[10]
Selain itu, di dalam hadis tersebut terdapat rahasia lain yang harus
diperhatikan. Yaitu, agar manusia menjaga keikhlasannya untuk berusaha
mengalirkan sumber-sumber hikmah dari kalbu ke lidahnya. Dia mengetahui rahasia
firman Allah,
"Tidak melapangkan-Ku bumi dan
langit-Ku. Tetapi melapangkan-Ku kalbu hamba-Ku yang mukmin, bertakwa, dan
bersih."[11]
Dia pun akan mengetahui rahasia induk kemenangan dan keunggulannya terhadap
berbagai kemenangan karena kesempurnaan kesucian batin pemiliknya. Dia akan
mengetahui rahasia firman Allah kepada Nabi-Nya saw,
"Sebelumnya kamu tidaklah
mengetahui apakah Alkitab (Al-Qur'an) dan tidak pula mengetahui apakah iman
itu." (QS. asy-Syura: 52)
Juga firmannya,
"Dan kamu tidak pernah membaca
sebelumnya (Al~ Qur'an) sesuatu Kitab pun dan kamu tidak [pernah] menulis suatu
Kitab dengan tangan kananmu. " (QS. al-'Ankabut: 48)
Dia akan mengetahui rahasia keesaan, keberbilangan, dan kesucian yang diusahakan
dan tanpa usaha, demikian pula kekotoran. Dia akan mengetahui kesiapan yang diusahakan
dan yang tidak diusahakan. Dia akan mengetahui rahasia-rahasia lain yang tidak
cukup tempat untuk disebutkan di sini. Saya hanya menyebutkannya secara ringkas.
Allah berkata yang benar dan menunjuki siapa yang di-kehendaki-Nya ke jalan
yang lurus.
HADIS KEDUA
Dari Jami'
al-Ushul[12] riwayat Abu Dawud ra, dijelaskan bahwa ketika Rasulullah saw dan bala
tentaranya mendaki gunung-gunung, mereka bertakbir. Ketika mereka turun, mereka
bertasbih. Maka ketika itu dilakukanlah salat.[13]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, bahwa tinggi dan naik adalah keunggulan, dan itu termasuk
takabur (menganggap diri besar), Jika keunggulan itu tampak, maka itu
merupakan bentuk dari takabur. Jika keunggulan itu tersembunyi, maka
itulah makna dari takabur. Karena kesombongan hanya milik Allah SWT semata
dan karena ketika menaiki gunung-gunung itu suatu bentuk keunggulan itu ada dan
muncul, maka pada saat tersebut disunahkan bertakbir. Yakni, bahwa Allah Yang
Mahabesar dan Mahatinggi dari adanya sekutu di dalam kebesaran-Nya jika tampak
dalam bentuk yang mengisyarat- kau persekutuan. Adapun perintah untuk bertasbih ketika turun, maka itu
karena rahasia kesertaan yang ditunjukkan dengan firman Allah SWT,
"Dia bersamamu di mana saja
kamu berada." (QS. al-Hadid: 4)
Apabila kita percaya bahwa Dia ada bersama kita di mana saja kita berada,
maka ketika kita turun, Dia ada bersama kita. Padahal, Allah disucikan dari
sifat bawah dan turun. Karena, Dia Mahasuci dari sifat "bawah"
sebagaimana Dia mahasuci dari sifat "atas". Penisbahan arah kepadaNya
secara seimbang adalah karena Dia tersucikan dari ikatan dengan arah dan karena
Dia melingkupinya. Karena itu, disyariatkan bertakbir ketika naik dan bertasbih
ketika turun seperti yang diingatkan. Maka pahamilah.
HADIS KETIGA
Dari Rifa'ah bin Rafi',[14]
"Kami melakukan salat
bersama Rasulullah saw. Maka ketika beliau mengangkat kepalanya (berdiri) dari
rukuk, beliau membaca, 'Sami'allahu Liman hamidahu' (Allah mendengar orang yang memuji-Nya). Maka
seseorang yang berada di belakangnya mengucapkan, 'Rabbana laka al-hamd
hamdan thayyiban mubarakan fihi' (Tuhan kami, milik-Mu segala pujian
sebagai pujian yang baik dan diberkati). Setelah selesai salat, beliau
bertanya,
'Siapakah yang membaca doa tadi?'
Orang itu menjawab, 'Saya. ‘ Selanjutnya Rasulullah saw bersabda,
'Aku melihat 37 malaikat saling
mendahului untuk menuliskannya."[15]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, bahwa syariat dan penyingkapan (kasyf) menegaskan bahwa
tidak ada gambar yang tidak memiliki roh.
Kadang-kadang jejak roh itu tersembunyi di dalam gambar (bentuk) dalam
kaitannya dengan kebanyakan manusia. Kadang-kadang pula jejak roh itu tampak
kalau roh gambar itu menjadi kuat dengan materi yang berhubungan dengan roh
lain. Teks-teks syariat menyebutkan hal itu berulang-ulang di dalam Al-Qur'an
dan sunah. Jika engkau tahu ini, maka ketahuilah bahwa gambaran-gambaran dari
perbuatan dan perkataan adalah jasad yang tidak naik dan juga tidak tetap
kecuali dengan roh-rohnya yang menyertainya. Gambaran-gambaran itu juga dikuatkan
dengan roh-roh pelaku perbuatan itu. Niat dan keinginan mereka mengikuti ilmu
dan keyakinan mereka yang sahih dan selaras dengan apa yang diperintahkan
berupa huruf-huruf dan kata-kata menurut materi dan susunan, khususnya yang
muncul dari roh-rohnya dengan perantaraan bentuk-bentuk pelafalan dan
penulisan. Kesahihan hal itu dipersaksikan oleh para nabi dan para wali melalui
kesaksian yang tak dapat dibantah dan pengalaman yang berulang-ulang.
Jika ini telah jelas, maka ketahuilah bahwa rahasia sabda Rasulullah saw
dalam hadis ini, "Aku telah melihat tiga puluh lebih (bidh’) malaikat
berlomba-lomba menuliskannya," yaitu bahwa sekumpulan huruf dari perkataan
yang disebutkan orang itu di belakang Nabi saw, yaitu 33 huruf, masing-masing
huruf memiliki roh yang memberikan penegas dan pengekal bentuk-bentuk yang
dituturkan. Dengan roh-roh itu, gambaran-gambaran tersebut menjadi kekal.
Penegasan, kecenderungan diri, dan keinginan para pelaku yang berdasarkan ilmu
dan keyakinan mereka terangkat dan mencapai tujuan keinginan mereka. Pahamilah
rahasia sabdanya ini, "Aku telah melihat tiga puluh lebih malaikat
berlomba-lomba menuliskannya." Bilangan bidh' yang pertama adalah tiga dan yang terakhir
adalah sembilan. Maka kajilah, niscaya engkau mendapat bimbingan, insya Allah
SWT.
HADIS KEEMPAT
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw sedang menunaikan salat. Tiba-tiba datang
seseorang dengan nafas terengah-engah. Lalu dia berkata, "Allahu akbar. Al-hamduliliah hamdan katsiran thayyiban mubarakan fihi (Allah Mahabesar. Segala puji bagi Allah dengan
pujian yang banyak, baik, dan mengandung berkah)." Setelah Rasulullah saw
menyelesaikan salatnya, beliau bertanya,
"Siapa di antara kamu yang
telah mengucapkan kata-kata itu?"
Tetapi orang-orang itu diam saja. Maka beliau bersabda,
"Dia tidak mengucapkan
kejelekan."
Lalu orang itu berkata, "Saya, wahai Rasulullah. Sayalah yang
mengucapkannya." Kemudian Rasulullah saw bersabda,
"Saya melihat dua belas
malaikat berlomba-lomba menghampiri ucapan itu untuk mengangkatnya."[16]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Hadis ini adalah seperti hadis sebelumnya, hanya saja di antara keduanya
terdapat perbedaan yang tipis. Yaitu, bahwa pada hadis pertama Nabi saw
mengemukakan kumpulan kata-kata tersebut. Jumlahnya adalah tiga puluh
tiga, sebagaimana yang telah ditunjukkan dan seperti kesaksian sejumlah
malaikat yang merupakan roh huruf-huruf dan kata-kata itu. Di dalam hadis ini
huruf-huruf yang diulang-ulang tidak diperhitungkan. Ada dua belas huruf yang
tidak diulang-ulang. Maka kajilah, niscaya engkau mendapat bimbingan.
Di sini terdapat pengertian lain yang harus diperhatikan. Yaitu, para
penegas kebenaran (muhaqqiq) yang memahami makna huruf-huruf bersepakat
bahwa alif bukan huruf yang
sempurna. Karena, ia merupakan bentangan nafas, dan bukan tempat perhentian
pada makhraj tertentu. Itu merupakan materi dari seluruh huruf, bukan
sebagai satu huruf sempurna yang tertentu. Huruf sempurna adalah yang tertentu
bentuknya di dalam penuturan dan tulisan sekaligus. Sementara alif tidak
demikian. Bentuk alif hanya tampak pada penulisan, tetapi tidak tampak pada
penuturan. Ini adalah kebalikan dari huruf hamzah. Bentuk hamzah tampak pada
penuturan, tetapi tidak tampak pada penulisan. Gabungan hamzah dan alif bagi
mereka merupakan satu huruf. Karena itu mereka mengatakan, "Alif sendiri,
tanpa hamzah, bukanlah huruf yang sempurna. Jika engkau hilangkan pengulangan
huruf-huruf yang sama pada kalimat ini (yakni Allahu akbar. Alhamdulillah hamdan katsiran
thayyiban mubarakan fihi) dan tanpa menghitung alif, sebagaimana telah dijelaskan, maka jumlah huruf
pada kalimat tersebut adalah dua belas. Tidak kurang dan tidak lebih."
Karena itu, Rasulullah saw melihat malaikat itu berjumlah dua belas. Maka
pahamilah! Gabungkanlah apa yang saya sebutkan di dalam syarah hadis ini dengan
apa yang saya sebutkan pada hadis di atas. Kajilah keduanya, maka engkau
beruntung, insya Allah. Jika ada orang mengatakan, "Engkau menetapkan
bahwa alif bukan huruf sempurna, demikian pula hamzah. Maka bagaimana dalam
hadis pertama yang di dalamnya disebutkan terdapat tiga puluh lebih (bidh’) malaikat, huruf alif diperhitungkan? Dengannya sempurnalah jumlah yang
disebutkan di dalam hadis itu, yaitu dua belas malaikat."
Saya jawab: Ini termasuk sejumlah dalil kesempurnaan kenabian. Nabi kita
saw dianugerahi jawami'ul kalam. Di dalam hadis pertama beliau menjaga
ketentuan lahir menurut keumuman pemahaman dan pemufakatan. Sementara pada
hadis kedua beliau menjaga ketentuan penegasan (tahqiq) dan pengetahuan
yang sempurna, tanpa memperhatikan pemahaman kebanyakan orang. Yang pertama
adalah bimbingan bagi orang-orang awam, sementara yang kedua adalah
peringatan bagi orang-orang tertentu. Maka pahamilah. Di antara yang menguatkan
apa yang telah saya sebutkan di dalam penjelasan kedua hadis ini tentang
rahasia-rahasia huruf, adalah sabda Rasulullah saw di dalam hadis Muslim
melalui periwayatan Abu Umamah, [17] "Aku mendengar Rasulullah saw
bersabda, 'Bacalah AJ-Qur'an, karena pada hari kiamat Al-Qur'an datang sebagai
pemberi syafaat bagi pembacanya. Bacalah az-Zahrawayn, yakni surah
al-Baqarah dan surah Ali Imran, karena pada hari kiamat keduanya datang seperu
awan atau seperti dua kawanan burung berbulu yang membela pembacanya.'"[18]
Sabdanya,
"... seakan-akan dua kawanan
burung berbulu"
merupakan kiasan dari roh gambar-gambar huruf dan kata.
Dua awan merupakan gambaran kesatuan dari masing-masing kedua surah
tersebut. Maka ketahui dan kajilah hal itu, niscaya engkau mendapat pemnjuk,
insya Allah. Di dalam bab ini, yang pasti engkau tahu bahwa hal itu tercakup
dalam tiga bagian:
Pertama, Rasulullah saw mengungkapkan roh-roh sejumlah huruf zikir yang
diucapkan tanpa menghilangkan huruf-huruf yang diulang-ulang.
Kedua, Rasulullah saw menyebutkan jumlah huruf-huruf zikir setelah
dihilangkan pengulangan.
Ketiga, diungkapkan jumlah kata, bukan jumlah huruf.
Maka kajilah apa yang saya ingatkan, niscaya engkau tahu bahwa hal itu
terbatas pada apa yang saya sebutkan kepadamu. Apabila engkau menelitinya di
dalam isyarat-isyarat dari Nabi, maka engkau mendapatinya sebagai penegas bagi
hukum yang tidak tegas.
Semoga Allah memberi petunjuk.
HADIS KELIMA
Ditegaskan dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda,
"Tobat itu memiliki pintu yang
lebarnya sejauh perjalanan tujuh puluh tahun. Pintu itu tidak terkunci hingga
matahari terbit dari tempat terbenamnya."[19]
Penyingkapan Rahasia dan
Penjelasan Maknanya
Pintu tobat merupakan kiasan dari umur orang-orang mukmin. Pengkhususannya
dengan tujuh puluh tahun menunjukkan apa yang disebutkan Rasulullah saw di
dalam hadis lain, yaitu,
"Umur umatku adalah antara enam
puluh dan tujuh puluh tahun."[20]
Adapun sebab disebutnya ihwal lebar, tidak disebutkan panjang, adalah
karena lebar selalu lebih pendek daripada panjang. Manusia, sebagaimana
dikabarkan oleh al-Haqq, memiliki dua ajal, yaitu ajal yang berakhir dan ajal
yang tidak berakhir. Ajal yang berakhir adalah kadar umurnya dalam penciptaan
di dunia ini. Sementara ajal yang tidak berakhir adalah ajal rohani yang
dikabarkan oleh al-Haqq sebagai sesuatu yang khusus berkenaan dengan kehidupan
akhirat, baik di neraka maupun di surga. Di dalam jangka waktunya tidak ada
akhir. Hal itu ditunjukkan dengan firman Allah SWT,
"... dan ada lagi satu ajal yang ditentukan di
sisi-Nya...."(QS. al-An'am: 2)
Para muhaqqiq terkemuka telah mengetahui hal ini. Karena itu, mereka
mengatakan, "Alam ini memiliki panjang dan lebar. Panjangnya adalah alam
jisim, sementara lebarnya adalah alam arwah. Adapun rahasia terkuncinya pintu
merupakan kiasan dari berakhirnya umur." Hal itu ditunjukkan dengan sabda
Rasulullah saw,
"Sesungguhnya Allah menerima
tobat hamba-Nya selama belum sekarat."[21]
Adapun terbitnya matahari di tempat terbenamnya dalam kaitan dengan
kejadian manusia merupakan kiasan dari perpisahan roh dari badan. Karena,
ketika roh melekat pada badan dan mengaturnya, ia tenggelam di dalamnya,
terwarnai oleh aturan-aturannya, dan terikat dengan sifat-sifatnya. Apabila
datang kematian, maka kematian itu terbit dari tempat terbenam. Saya tidak
mengatakan, "Tidak ada makna hadis ini selain makna tersebut."
Melainkan saya katakan, "Karena penciptaan manusia merupakan satu lembaran
dari penciptaan alam dan syariat mengabarkan bahwa matahari akan terbit dari
tempat terbenamnya pada saat menjelang datangnya hari kiamat yang merupakan
kiasan dari kemauan makhluk yang menerima kematian di alam ini, dan matahari
dalam hubungannya dengan jisim alam adalah seperti roh hewani dalam hubungannya
dengan jisim manusia, maka mestilah suatu sifat atau hukum alam di luar manusia
memiliki bandingan dalam lembaran kemanusiaan. Karena itu, saya ingatkan
penjelasan tersebut yang khusus bagi penciptaan manusia karena pengetahuan
terhadap sesuatu yang khusus berkenaan dengan manusia adalah penting.
Sebaliknya dengan sesuatu yang berada di luar manusia, pada sebagian besar
aspeknya tidaklah penting dan tidak perlu. Pahamilah hal itu.
HADIST KEENAM
Ditegaskan dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda,
"Barangsiapa bermimpi melihat
sesuatu yang belum pernah dilihatnya, maka pada hari kiamat dia akan dibebani
dengan ikatan di antara dua tonggak, tetapi bukan dia yang mengikatnya."
Di dalam riwayat lain disebutkan: "...
di antara dua tonggak dari api,"[22]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, bahwa balasan dan hukuman ini muncul dari maqam. keadilan.
Hal itu disebabkan alam terbatas dalam bentuk dan makna. Atau katakanlah, dalam
jisim dan roh. Alam mitsal (alam pra-eksistensi) adalah barzakh (pemisah)
yang menggabungkan dua sisi itu. Khayalan manusia merupakan bagian dari alam mitsal.
Maka yang tersusun di dalam khayalannya adalah dari materi-materi inderawi
dan maknawi dengan suatu usaha sebagai bentuk yang tidak pernah dilihatnya. Kemudian ia mengabarkan
bahwa ia mengetahui itu tanpa usaha. Maka dia telah berbohong dan mengelabui
para pendengar bahwa al-Haqq menampakkan hal itu kepadanya. Tidak diragukan,
telah diumpamakan baginya alam makna itu dalam bentuk satu tonggak dan alam
nyata dalam tonggak yang lain berupa perasaan yang merupakan pengenalan makna
dan pengenalan rasa. Dia dibebani untuk mengikat di antara keduanya dengan
ikatan yang benar seperti al-Haqq SWT mengikat yang satu terhadap yang lain.
Tetapi dia tidak mampu melakukannya. Maka dia didustakan dan dilemahkan sebagai
balasan yang sesuai baginya.
Pahamilah, semoga Allah memberi petunjuk.
HADIST
KETUJUH
Ditegaskan dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda,
"Mimpi yang benar adalah yang
terjadi pada waktu sahur."[23]
Penyingkapan Rahasia dan
Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, waktu sahur adalah waktu di akhir malam dan menjelang awal
siang. Malam menampakkan kegelapan, sementara siang adalah waktu penyingkapan
dan kejelasan, serta akhir perjalanan kegelapan di alam Ilahi, kemudian di
alam makna (ma'ani) dan roh. Karena waktu sahur merupakan permulaan
waktu menjelang kesempurnaan nyata dan terang, mestilah apa yang terlihat di
saat itu mendekati kebenaran. Hal itu ditunjukkan Yusuf as, dengan
perkataannya kepada bapaknya,
"... inilah ta'bir mimpiku yang dahulu
itu. Sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya kenyataan. 9 (QS.
Yusuf: 100)
Yaitu, tidak sempurna hakikat mimpi kecuali dengan kemunculannya di dalam
rasa. Di dalam rasa terdapat kemunculan maksud dari bentuk-bentuk yang
digambarkan, dan menjadi matang buahnya.
Pahamilah hal itu.
HADIS KEDELAPAN
Dari Anas [24] ra,
"Apabila Rasulullah saw berdoa,
beliau mengangkat kedua tangannya, lalu mengusap wajahnya dengan kedua
tangannya itu."
Di dalam riwayat lain disebutkan,
"Beliau tidak meletakkan kedua
tangannya sebelum mengusapkannya ke wajahnya."
Sementara di dalam beberapa riwayat lain disebutkan,
"Beliau menyuruh para
sahabatnya untuk melakukan hal itu dan menganjurkannya."[25]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, bahwa manusia di dalam berdoa kepada Tuhannya, dia menghadap
kepada-Nya dengan lahir dan batinnya. Untuk itu, disyaratkan kehadiran hati di
dalam berdoa, sebagaimana disabdakan Rasulullah saw,
"Sesungguhnya Allah tidak
menerima doa orang yang lalai." [26]
Sementara di dalam riwayat lain disebutkan,
"Sesungguhnya Allah tidak
menerima doa dari hati yang lalai,"[27]
Bahkan, Rasulullah mensyaratkan untuk benar-benar menghadirkan hal yang
diminta dari al-Haqq ketika berdoa. Karena itu, ketika Rasulullah saw
mengajarkan kepada Ali doa ini, yaitu Allahumma ihdini wa saddidni (Ya
Allah berilah saya petunjuk dan berilah saya jalan yang lurus), [28]beliau berkata kepadanya, "Sebutkan
petunjukmu sebagai petunjuk jalan dan kelurusan sebagai kelurusan tujuan,
karena keterkabulan mengikuti penggambaran. Maka orang yang penggambarannya
paling baik kepada al-Haqq, doanya akan terkabul. Keabsahan penggambaran
mengikuti ilmu yang benar dan kesaksian (syuhud) yang sahih. Karena itu,
Rasulullah saw bersabda,
"Kalau karnu mengenal Allah,
niscava doamu dapat menggerakkan gunung." [29]
Tidakkah engkau perhatikan bahwa Nabi saw, karena memiliki makrifat dan syuhud
yang sempurna, sebagian besar doanya terkabul. Demikian pula orang yang
hampir menyamai makrifatnya, seperti para nabi dan orang-orang yang dijanjikan
diterima doanya ketika mereka berdoa. Hal itu ditunjukkan dengan firman Allah
SWT,
"Berdoalah kepada-Ku, niscaya
akan Kuperkenankan bagimu. " (QS. al-Mu'minun: 60)
Barangsiapa tidak mengetahui dan tidak menghadirkan salah satu aspek
kehadiran yang benar, berarti dia tidak berdoa kepada al-Haqq. Karena itu,
doanya tidak dikabulkan. Apabila engkau telah mengetahui hal ini, maka pahamilah
bahwa tangan yang satu merupakan simbol bahwa orang yang berdoa menghadap
dengan lahirnya dan tangannya yang lain merupakan simbol bahwa dia menghadap
dengan batinnya. Sementara lidah merupakan simbol dari perkataannya dan mengusap wajah adalah
untuk memohon berkah dan peringatan akan kembali kepada hakikat yang
menggabungkan antara roh dan badan. Itu merupakan kiasan dari eksistensinya
yang teguh di dalam ilmu al-Haqq secara azali dan abadi, karena wajah sesuatu
adalah hakikatnya. Wajah inilah yang menampakkan hakikat tersebut. Jika
tersingkap bagimu rahasia firman-Nya SWT,
"Tiap-tiap sesuatu pasti
binasa kecuali wajah-Nya (Allah), " (QS. al-Qashash: 88)
niscaya engkau mengetahui rahasia lain yang lebih tersembunyi daripada ini
yang tidak dapat disebarkan kecuali kepada ahlinya. Ini merupakan peringatan
bagi orang-orang yang berpikir (ulu al-albab).
Allahlah yang memberi
petunjuk.
HADIS KESEMBILAN
Ditegaskan dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda,
"Ada tiga orang yang tidak
Allah ajak bicara, tidak dipandang, dan tidak disucikan-Nya pada hari kiamat,
Bagi mereka azab yang pedih. Mereka adalah raja pendusta, orang tua pezina, dan
orang miskin yang sombong."[30]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, bahwa dusta dapat dibagi ke dalam dua bagian, yaitu dzati dan
shifati Shifati terbatas pada dua motif, yaitu raghbah (harapan)
dan rahbah (takut). Raja, pada aspek lahir, merupakan tempat bagi raghbah
dan rahbah. Dalam hubungannya dengan rakyat, ia tidak takut kepada
mereka atau mengharapkan apa yang ada pada mereka, yang membuatnya berani
berbuat dusta. Apabila raja itu pendusta, maka dia tidak memiliki motif selain
mengikuti tabiatnya yang merupakan sifat dzati baginya. Sifat-sifat dzdti bawaan
menghasilkan akibat yang sesuai dengannya. Maka pahamilah.
Adapun orang tua pezina, rahasia di dalam hal itu adalah karena zina anak
muda itu beralasan. Karena, tabiat mendorongnya memenuhi syahwat. Maka itu bisa
dimaklumi. Bahkan tidak munculnya hal itu merupakan suatu keanehan. Karena
itu, Rasulullah saw bersabda, "Tuhanmu merasa heran kepada pemuda yang
tidak memiliki hasrat (pada syahwat)." [31]
Adapun orang tua, syahwat dan
kekuatannya sudah menurun. Apabila dia menjadi pezina, hal itu hanya
disebabkan tabiatnya yang buruk. Dia memiliki watak yang cenderung pada
keburukan. Maka hal itu menjadi sifat dzati baginya. Hal itu menghasilkan akibat yang buruk, sebagaimana telah
dijelaskan pada ihwal raja pendusta di atas.
Kesombongan pun terbagi ke dalam dua bagian, yaitu dzati dan shifati. Kesombongan shifati terbatas pada dua motif, yaitu harta dan
kedudukan. Kesombongan yang ada di antara manusia, kendati jelek menurut akal
dan syariat, tetapi bagi pemilik harta dan kedudukan adalah beralasan. Adapun
orang miskin yang tidak memiliki harta dan kedudukan, jika dia bersikap
sombong, maka itu tidak beralasan dari sisi mana pun. Jika demikian, maka
kesombongannya itu merupakan sifat dzati yang melekat pada dirinya. Tidak diragukan, hal itu menyebabkan akibat buruk
sebagaimana ditunjukkan Rasulullah saw.
Pahami dan kajilah rahasia-rahasia ini, maka engkau mendapat petunjuk,
insya Allah.
HADIST
KESEPULUH
Ditegaskan di dalam ash-Shahih dari Rasulullah saw bahwa beliau
bersabda,
"Anak Adam diberi pahala dalam
setiap nafkahnya kecuali sesuatu yang diletakkannya dalam air dan tanah."[32]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah bahwa bentuk perbuatan merupakan 'aradh. Sementara jawhar-nya. adalah maksud, ilmu, keyakinan, dan keinginan
pelaku perbuatan. Hadis ini, kendati bentuknya bersifat mutlak, namun ada
kondisi-kondisi dan hubungan-hubungan yang mengkhususkannya. Misalnya, di dalam
membangun mesjid, tempat-tempat yang diwakafkan untuk orang miskin, dan
tempat-tempat ibadat, maka tidak diragukan bahwa orang yang membangunnya akan
diberi pahala. Yang dimaksud di sini adalah bangunan yang dibangun oleh orang
dengan tujuan hanya untuk kesenangan dan mencari ketenangan, atau karena riya'
dan ingin terkenal. Jika dia bertujuan untuk itu, maka keinginan dan tujuan
orang yang membangunnya tidak melampaui dunia ini. Orang yang membangunnya tidak memperoleh buah dan hasil di
akhirat. Sebab, apa yang diperbuatnya tidak ditujukan untuk sesuatu yang ada di
balik dunia ini. Maka perbuatan-perbuatan n va merupakan 'aradh yang
hilang; tidak ada sebab yang dapat membawanya dari sini ke akhirat.
Perbuatan-perbuatan itu tidak menghasilkan buah, maka tidak ada pahala baginya.
Wallahu a'lam.
HADIS
KESEBELAS
Ditegaskan di dalam ash-Shahih bahwa ketika Rasulullah saw duduk di
tengah-tengah para sahabatnya, beliau bersabda,
"Kalau saya punya peluru
(rashashah) seperti ini (beliau menunjuk pada tengkorak) yang dikirim dari
langit, niscaya sampai ke bumi sebelum malam tiba. Kalau itu dikirim dari
puncak silsilah, niscaya berjalan selama empat puluh musim gugur, siang dan
malam, hingga mencapai dasarnya."
Dijelaskan di dalam hadis lain, bahwa yang dimaksud dengan dasarnya adalah
dasar neraka jahanam.[33]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, bahwa pemahaman terhadap rahasia hadis ini dibangun berdasarkan
pendahuluan yang ditegaskan syariat dan penyingkapan (kasyf). Yaitu, bahwa langit tujuh merupakan unsur alami
yang dapat diciptakan dan dapat rusak. Unsur itu mengalir dan berjalan pada
aliran air seperu minyak. Sabda beliau, "Dari langit ke bumi",
maksudnya adalah langit pertama, dari sinilah bulan mengorbit. Adapun puncak
silsilah, permulaannya adalah dari dasar al-Kursiy, karena al-Kursiy adalah
tanah surga, dan atapnya adalah 'Arsy. Apabila langit-langit itu berubah dan
berjalan dari sejumlah jahanam, maka dinding yang disebutkan sebagai
pagar-pagar di antara surga dan neraka adalah fisik al-Kursiy. Inilah
yang di bagian dalamnya, yaitu bagian yang datar, terdapat rahmat, yakni surga.
Bagian luarnya, yakni bagian yang dekat pada langit dan bumi, adalah tempat
siksaan.
Puncak silsilah, permulaannya adalah dari dasar al-Kursiy yang
merupakan dinding. Maksud dari sabda Rasulullah saw ini adalah penjelasan
tentang perbedaan jarak. Artinya, jarak yang membentang dari langit pertama ke
bumi adalah lebih pendek dibanding jarak yang membentang dari dasar al-Kursiy
ke bumi. Perbedaan antara kedua jarak itu adalah menurut ketentuan dan
perumpamaan dari Rasulullah saw. Maka pahamilah hal itu, semoga Allah memberi
petunjuk.
HADIST KEDUA BELAS
Ditegaskan dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda,
"Sejahat-jahat manusia adalah
orang yang membunuh atau dibunuh oleh seorang nabi." [34]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, bahwa kebencian dan permusuhan adalah termasuk hal-hal yang
dapat membedakan antara satu pihak dari dua orang yang saling membenci dengan
pihak lainnya. Sebagaimana juga motif untuk mencintai merupakan kekuatan
hubungan antara dua orang yang saling mencintai sebagai sesuatu yang dapat
menyatukan. Jika engkau memahami hal ini, maka ketahuilah bahwa para nabi
memiliki kemuliaan, ketinggian, cahaya, dan derajat di atas kebanyakan orang.
Derajat-derajat kebanyakan orang ada yang tinggi dan ada yang rendah menurut
dekat dan jauhnya dari derajat-derajat para nabi. Maka ada yang dekat dan ada
yang lebih dekat, dan ada pula yang jauh dan yang lebih jauh. Orang yang paling
rendah derajatnya adalah al-muqabil, karena pemilik ketinggian yang sempurna tidak dapat menerima kecuali orang
yang lebih rendah derajatnya. Apabila tempat-nya berada pada maqam
al-muqabalah, ia akan sangat memusuhi yang tinggi. Apabila pertentangan
itu sampai pada klimaksnya, maka terjadilah pembunuhan. Sebab, musuh akan
berusaha menghilangkan saingannya. Inilah sifat pembunuh nabi.
Adapun yang berlaku pada orang yang dibunuh nabi, maka hal itu karena para
nabi merupakan wakil al-Haqq dan menifestasi kasih sayang-Nya. Sebab diutusnya
mereka adalah karena kasih sayang Allah kepada makhluk-Nya. Maka mereka
dijadikan berwatak mengasihi makhluk serta diperintahkan membimbing dan
membebaskan mereka dari kegelapan kekufuran, kebodohan, dan keraguan. Mereka
adalah orang-orang yang memiliki pandangan hati yang sempurna. Sehingga mereka
udak membunuh seseorang kecuali setelah berputus asa dari menyelamatkan dan
setelah yakin bahwa kehidupan orang itu merupakan penyebab bertambah
kesengsaraanya, serta bahayanya akan mengenai orang yang layak memperoleh
ketinggian dalam derajat-derajat kebahagiaan. Maka para nabi membunuhnya berdasarkan
ketentuan-ketentuan kasih sayang juga.
Karena setiap nabi yang
diutus merupakan manifestasi sebagian ketentuan-ketentuan kasih sayang, maka
risalahnya terikat dan terbatas pada kelompok tertentu saja. Tetapi karena Nabi
kita saw merupakan manifestasi dari hakikat kasih sayang, maka pengutusannya
bersifat umum. Hal itu disebutkan dalam firman Allah SWT,
"Dan tiadalah Kami mengutusmu
melainkan untuk [menjadi] rahmat bagi semesta alam." (QS. al-Anbiya': 107)
Kemunculan kasih sayang-Nya disempurnakan dengan syafaat yang menyebabkan
munculnya kepemimpinan terhadap seluruh manusia, sehingga orang yang memiliki
derajat syafaat dari kalangan malaikat, para nabi, para wali, dan orang-orang
mukmin, udak dapat memberi syafaat kecuali setelah syafaatnya. Pahami dan kajilah
rahasia penjelasan dan sabda Rasulullah saw di dalam hadis yang lafalnya pendek
ini berupa rahasia dan faedah yang mengingatkan pada sebagian kesempurnaannya.
Sehingga, tumbuhlah takzimmu kepadanya. Semoga Allah memberi taufik.
HADIS KETIGA
BELAS
Dari Abu Malik al-Asy'ari, bahwa Rasulullah saw bersabda,
"Bersuci adalah sebagian dari
iman."
Di dalam riwayat lain disebutkan,
"Wudu adalah sebagian dari iman. Ucapan al-hamdulillah memenuhi timbangan. Ucapan subhana Allah wa al-hamd lillah memenuhi apa yang ada di antara
langit dan bumi. Salat adalah nur, sedekah adalah penjelasan, sabar adalah
cahaya, dan Al-Qur'an adalah hujah baik dan buruk bagimu. Sedap manusia pergi
di waktu pagi, lalu menggadaikan dirinya. Maka ada yang membebaskannya dan ada
pula yang membinasakannya."[35]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, iman itu memiliki bentuk dan roh. Masing-masing dari keduanya
memiliki dua sifat. Masing-masing sifat itu memiliki dua hukum. Dua sifat dari
bentuk iman itu dijelaskan di dalam perkataan para ulama, "Iman itu adalah
pernyataan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh." Iman memiliki
dua syarat maknawi. Pada dua syarat inilah bergantung kebenaran pernyataan dan
pengamalan. Dua syarat itu adalah niat dan keikhlasan karena Allah SWT. Dengan
niat, ditegaskan ketundukan yang sebenarnya, dan dibedakan antara orang mukmin
dan orang munafik. Kedua syarat ini memiliki hukum, yang satu berkenaan dengan
waktu dan yang lain berkenaan dengan tempat.
Syarat yang berkenaan dengan waktu adalah seperti wakm-waktu salat, puasa,
musim haji, dan sebagainya. Sementara syarat yang berkenaan dengan tempat
adalah seperti menghadap kiblat, kewajiban menghindari salat di tempat-tempat
peribadatan orang Kristen atau Yahudi yang bergambar, tempat-tempat bernajis,
dan sebagainya. Di dalam haji tergabung hukum-hukum waktu dan tempat ini. Maka
pahamilah.
Kemudian kita kembali pada perincian hukum-hukum pembenaran lain yang merupakan
roh keimanan dan aspek-aspeknya.
Maka saya katakan: Pembenaran keimanan terbagi ke dalam dua bagian.
Pertama, pembenaran dari pemberi kabar yang benar secara universal, baik hal
itu melalui sesuatu yang didapat pada dirinya tanpa ada sebab dari luar maupun
melalui ayat atau mukjizat. Kedua, pembenaran terperinci yang menarik hukum
terhadap bagian-bagian pengabaran dari pemberi kabar yang benar, serta yang
terkandung di dalam hal-hal yang telah diputuskan pemberlakuannya. Hal itu
mengikuti raghbah dan rahbah sebagai dua motif yang menghadirkan
sesuatu yang berkaitan dengan pemberi kabar yang benar melalui
pengabaran-pengabarannya berupa perincian janji dan ancaman.
Penghadiran ini memiliki beberapa derajat. Yang paling tinggi adalah maqam
keimanan al-hijabi (ketertabiran), seperti kisah Haritsah[36] bersama Nabi
saw yang dimuat di dalam sebuah hadis. Itu adalah maqam hakikat keimanan
yang di belakang dan di atasnya terdapat maqam al-'iyan (visi
berhadap-hadapan) yang berbeda tingkatan dan derajatnya. Terdapat raghbah dan
rahbah yang motifnya adalah ilmu yang teguh dan persekutuan dengan
pemberi kabar yang benar dalam mengawasi apa yang dikabarkannya dan tata cara
menghasilkan motif-motif raghbah dan rahbah itu. Di dalam hal
ini, raghbah bukan lagi menjadi raghbah pengharapan. Semata-mata
ia merupakan usaha dalam memperoleh kemenangan melalui perintah yang teguh
yang wajib diraih. Rahbah-nya pun menjadi khasyyah, bukan khawf.
Sebab, khawf merupakan sifat orang yang menjaga diri terhadap
kemungkinan terjadinya apa yang disebutkan, seperti keadaan orang sakit yang
tidak mengenal pengobatan, terhadap dokter yang diyakini kompetensi dan
pengalamannya dalam pengobatan. Sementara khasyyah merupakan sifat
dokter yang mengetahui bahaya makanan dan minuman, mengetahui manfaatnya, dan
sebagainya. Hal ini ditunjukkan dengan firman Allah SWT,
"Sesungguhnya yang takut kepada
Allah di antara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama. " (QS. Fathir: 28)
Apabila engkau perhatikan dengan saksama apa yang telah saya jelaskan,
niscaya engkau tahu bahwa al-khawf dan at-taqwd mempunyai derajat yang
berbeda-beda pada orang yang memilikinya berdasarkan kekuatan menghadirkan
rincian-rincian pengabaran dari Nabi dan yang berhubungan dengan itu berupa
janji dan ancaman. Orang yang berani melakukan penyimpangan berarti hanya
memiliki pembenaran secara garis besar, bukan pembenaran yang terperinci. Hal
itu ditunjukkan dengan sabda Rasulullah saw, "Pezina, ketika dia berzina,
tidak mungkin ia orang yang beriman."[37]
Yakni, iman yang sempurna.
Maksudnya, sempurnanya pembenaran bergantung pada gabungan antara pembenaran
secara garis besar dan pembenaran yang terperinci. Kalau orang yang hendak
menyimpang meng hadirkan
hukuman yang berhubungan dengan setiap perbuatan dan meyakini berlakunya
hukuman itu, maka dia tidak akan melakukan penyimpangan itu; seperti dokter
yang berpengalaman yang tidak akan berani memakan racun serta makanan dan
minuman yang sangat berbahaya. Orang yang menyimpang hanya melakukan penyimpangan
karena cacat yang ada pada kesempurnaan pembenaran atau penghadiran harapan
pada ampunan, tobat, dan perbaikan diri.
Adapun isyarat pada bagian lain yang khusus berkenaan dengan roh keimanan
adalah yang disebutkan Haritsah[38]
ketika ditanya oleh Rasulullah saw, "Bagaimana engkau memasuki
waktu pagi, wahai Haritsah?" Dia menjawab, "Saya memasuki waktu pagi
dalam keadaan sebagai orang mukmin yang sebenarnya." Maka Rasulullah saw
bersabda, "Sesungguhnya setiap kebenaran memiliki hakikat. Lalu apa
hakikat keimananmu?" Makna iman, yang merupakan rohnya, terbagi ke dalam
hak dan hakikat. Ketika itu Haritsah berkata, "Diriku mengetahui dunia,
maka sama saja bagiku emas, batu, dan lumpurnya. Seakan-akan aku memandang
'Arsy Tuhanku yang muncul, melihat ahli surga di dalam surga yang mendapat
kenikmatan dan ahli neraka di dalam neraka yang mendapat siksaan." Maka
Rasulullah saw berkata kepadanya, "Engkau telah mengetahui, maka
lazimkanlah hal itu." [39]
Yakni, engkau tahu bahwa
syarat sempurnanya kepercayaan itu adalah menghadirkan apa yang dikabarkan
oleh Tuhan dan oleh Nabi secara khusus.
Jika engkau telah memahami apa yang saya ingatkan dalam hadis ini dan
penjelasannya, niscaya engkau tahu bahwa sesudah "...seakan-akan aku
melihat 'Arsy Tuhanku..." hanyalah sesuatu yang berada di atas tingkatan
ke imanan. Karena, itu
merupakan ilmu yang sempurna dan kesaksian yang nyata. Hal itu ditunjukkan
Amirul Mukminin 'Ali ra dengan ucapannya, "Kalau tersingkap tabir, maka
bertambahlah keyakinanku." Yakni, kalau terangkat hijab yang menutupi mata
dan nurani kebanyakan orang, maka bertambahlah keyakinan, karena hijab tersebut
kini telah terangkat dariku. Maka maqam "... seakan-akan aku" adalah
barzakh (pemisah) antara kepercayaan secara garis besar dengan penyingkapan 'iydm,
dan ilmu syuhudi. Karena, hal itu, seperti yang telah kami katakan,
merupakan ungkapan menghadirkan rincian-rincian pengabaran yang membenarkan
perkataan pemberi kabar yang dipercayai dan perumpamaan segala yang
berhubungan dengannya berupa janji dan ancaman serta bagian-bagian dari
keduanya yang telali disebutkan di atas. Maka pahamilah.
Jika hal ini telah jelas, maka saya katakan bahwa pada sabda Rasulullah
saw, "Wudu adalah bagian dari keimanan," maka maksud bagian dari iman
adalah dalam hal bentuknya yang telah saya tunjukkan. Karena, hal itu dari satu
sisi merupakan amalan, dan dari sisi lain merupakan syarat hukum. Dan pada
sabdanya al-Hamdulillah memenuhi timbangan," yang dimaksud
dengan timbangan (al-mizan) adalah keseimbangan pengawasan. Sebab, jenis-jenis pujian kepada al-Haqq
terbatas pada dua pokok, yaitu as-salb (negatif) dan al-itsbat (positif). Penyucian hanya menghasilkan penafian,
karena hal itu bukan merupakan hal-hal yang bersifat eksistensial. Maka
penyucian memenuhi sesuatu, berbeda dengan sifat-sifat substantif Al-Hamd, pujian
dengan sifat substantif, memenuhi timbangan akal, serta dengannya sempurna burhdn
(bukti) dan ta nf (pemberian pengetahuan). Sabdanya "Subhdna
Allah wa al-hamd lilldh memenuhi apa yang ada di antara langit dan
bumi," karena kedua kalimat ini mencakup kesempurnaan pujian dan
pengenalan terhadap sifat-sifat dzatiyyah dan 'aqliyyah yang
pengaruh-pengaruhnya tampak di langit dan bumi, serta di antara keduanya.
Rahasia dalam sabda Rasulullah saw "Salat adalah nur," adalah
bahwa orang yang menegakkan salat menghadap dan bermunajat kepada Tubannya.
Rasulullah saw bersabda, "Apabila hamba menegakkan salat, maka Allah
menghadapkan wajah-Nya kepadanya." Allah adalah nur dan hakikat hamba
adalah kegelapan. Maka jika zat gelap dihadapkan pada zat yang bercahava dengan
arah yang benar, maka ia memperoleh cahaya zat yang bercahaya itu. Tidakkah
engkau lihat bulan yang zatnya merupakan benda hitam yang gelap dan licin,
bagaimana ia memperoleh cahaya dari matahari dengan menghadap padanya?
Bagaimana ia berbeda-beda dalam memperoleh cahaya matahari itu, berdasarkan perbedaan
dalam menghadapnya. Apabila menghadapnya itu sempurna dan benar, sempurnalah
perolehan cahayanya.
Apabila engkau memikirkan apa yang saya ingatkan, niscaya engkau tahu
perbedaan langkah-langkah orang-orang yang menegakkan salat di dalam salat
mereka. Selain itu, engkau akan tahu satu sisi dari rahasia sabda Nabi saw,
"Dijadikan penyejuk mataku di
dalam salat."[40]
Engkau pun akan tahu rahasia yang terkandung di dalam sabdanya ketika
beliau memerintahkan sahabatnya untuk meluruskan barisan (salat berjamaah),
"Saya melihatmu dari belakang
punggungku seperti saya melihat di
hadapanku."[41]
Hal ini khusus di dalam salat.
Tidak disebutkan bahwa hal ini terjadi di dalam segala keadaan. Melainkan
hal itu hanya disebutkan ketika salat. Maka perhatikanlah.
Hal itu merupakan berkah dari kesahihan penghadapan yang sempurna yang
diperoleh karena cahaya al-Haqq meratai seluruh arahnya. Jika engkau dikarunia
apa yang saya sebutkan itu dan diberikan, pemahaman sebagai penying kapan yang nyata, niscaya engkau tahu
rahasia firman-Nya,
"Allah adalah cahaya langit dan
bumi. "
(QS. an-Nur: 35)
Dan bagi-Nyalah keagungan di langit
dan di bumi. Dialah Yang Maha Perkasa dan Mahabijaksana. (QS. al-Jatsiyah: 37)
Maka pahamilah.
Sabda Rasulullah saw,
"Sedekah adalah burhan"
rahasianya adalah bahwa sedekah merupakan bukti atas keteguhan orang yang
bersedekah terhadap keberadaan akhirat dan balasan-balasan yang dicakupnya.
Karena, harta itu disukai oleh jiwa yang tercelup oleh kekhususan-kekhususan
tabiat. Seseorang tidak akan mendermakan hartanya selama ia tidak percaya akan
memperoleh manfaatnya setelah itu berupa buah dari apa yang telah didermakannya
dan memperoleh penggantian. Atau, dia mendapat keselamatan dari bahaya yang
mengancamnya disebabkan perbuatan yang berhubungan dengan hukuman. Dikabarkan
bahwa sedekah dapat menolak kejahatan perbuatan tersebut, karena sabdanya,
"Sedekah yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi dapat memadamkan murka Tuhan."
Di dalam hadis lain beliau bersabda,
"Takutlah pada api neraka
walaupun dengan [mensedekahkan] sebiji kurma." [42]
Dan hadis-hadis lainnya yang telah disebutkan berulang-ulang.
Sabdanya
"Kesabaran adalah pancaran
cahaya,"
rahasianya adalah bahwa kesabaran itu menahan diri dari keluhan. Tidak
diragukan bahwa menahan diri dari keluhan adalah menyakitkan jiwa. Tidak ada
keraguan bagi para muhaqqiq, melalui pengalaman yang berulang-ulang dan
ilmu yang teguh, bahwa penderitaan-penderitaan jiwa dapat memadamkan nyala
kekuatan tabiat dan menghidupkan kekuatan rohani yang menyebabkan pencerahan
batin. Karena itu, kesabaran dijadikan sesuatu yang menghasilkan pancaran yang
merupakan campuran cahaya dengan kegelapan, sebagaimana telah saya jelaskan di
dalam Tafsir Surah al-Fatihah. an-Nafhat al-Ilahiyyah, dan Fakk
Khutum al-Fushush (karya penulis). Berbeda dengan salat yang dikatakan
Rasulullah saw,
"Salat adalah cahaya,"
karena yang saya ingatkan kepadamu adalah tentang rahasia penghadapan,
peresapan, serta memberikan perumpamaan dengan matahari dan bulan. Sebab,
esensi bulan bukan campuran dengan matahari, sehingga yang dihasilkan dari
keduanya dinamakan pancaran. Karena itu, al-Haqq menamai bulan sebagai cahaya;
tidak demikian dengan matahari, karena matahari menyerupai lampu besar bagi
segenap karena keberadaannya sebagai suatu pancaran dari pohon yang penuh
berkah yang dinafikan dari segala arah. Ia menghimpun segala nama dan sifat.
Sedangkan yang disebutkan dalam ihwal kesabaran adalah pencerahan yang
dihasilkan dari percampuran antara kekuatan tabiat dengan kekuatan dan sifat
rohani. Menang dan kalah terjadi di antara kedua campuran itu.
Adapun sabdanya
"Al-Qur'an adalah hujan baik
dan buruk bagimu,"
maka yang dimaksud hujan adalah dalil dan bukti keabsahan dakwaan. Oleh
karena itu, orang yang beriman meyakini bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah,
diturunkan dari sisi-Nya, dan manifestasi ilmu-Nya yang mencakup berbagai
penjelasan mengenai ihwal makhluk dalam hal kedudukan mereka di sisi-Nya,
mengenai bentuk-bentuk hubungan-Nya terhadap mereka, dan mengenai ihwal sebagian
mereka terhadap sebagian yang lain. Ia juga mengembalikan penakwilan
rahasia-rahasia yang tidak diketahuinya kepada-Nya. Ia juga mematuhi perintah
dan larangan yang ada dalam Al-Qur'an disertai beradab dengan adabNya dan
berakhlak dengan akhlak-Nya tanpa syak dan keraguan. Barangsiapa yang ihwalnya
demikian, maka Al-Qur'an menjadi hujah dan saksi yang baik baginya. Tetapi jika ihwalnya tidak
demikian, maka Al-Qur'an menjadi hujah yang buruk baginya.
Adapun sabdanya,
"Setiap manusia pergi pagi,
lalu menggadaikan dirinya. Maka dia membebaskan atau membinasa-kannya,"
di dalamnya terdapat rahasia-rahasia yang mulia. Beliau mengingatkan suatu
rahasia sebagai penafsiran terhadap firman Allah SWT,
"Dan bagi tiap-tiap umat ada
kiblatnya." (QS. al-Baqarah: 148)
Karena itu, beliau bersabda,
"Setiap manusia pergi
pagi."
Beliau benar karena pengkajian yang teliti memahamkan kepada kita bahwa di
dalam eksistensi seseorang tidak ada perhentian. Melainkan setiap orang
berjalan menuju tingkatan yang ditakdirkan al-Haqq sebagai tujuannya.
Tingkatannya itu bisa berupa kekurangan dan penderitaan, bisa juga berupa kebahagiaan
yang merupakan kesempurnaan relatif atau kesempurnaan hakiki, dan memperoleh
pengungkapan-diri yang abadi yang tidak ada hijab sesudahnya. Tidak ada yang
menetap bagi orang-orang yang sempurna selam-Nya. Itulah yang ditunjukkan
Rasulullah saw dengan sabdanya,
"Sekelompok ahli surga tidak
tertabir dan tidak terhijab dari Tuhan." [43]
Beliau pun menyebutkan di dalam doanya,
"Dan aku memohon kepadaMu
kelezatan memandang wajah-Mu yang mulia selalu dan selamanya tanpa ada
kesengsaraan yang membahayakan dan udak ada fitnah yang menyesatkan."[44]
Kesengsaraan yang membahayakan adalah memperoleh hijab setelah tampak, atau
tampak dengan sifat yang menyebabkan terlepasnya hijab. Sementara fitnah yang
menyesatkan adalah setiap keraguan yang menyebabkan cacat dan kekurangan dalam
ilmu dan syuhud (kesaksian). Sabdanya
"maka dia menggadaikan
dirinya"
adalah yang ditimbulkan di dalam perjalanannya ke tujuan yang merupakan
hasil kekuatan roh dan akibat zamannya, serta ihwalnya, sifat-sifatnya, perbuatan-perbuatannya,
dan perkembangan di dalam penciptaannya. Kalau diperoleh keutamaan dan sampai
pada kesempurnaan relatif dalam beberapa derajat kebahagiaan atau sampai pada
kesempurnaan hakiki tersebut, maka dia telah membebaskan dirinya dari jurang
kebinasaan, dari penjara belenggu imkaniyyah, dan dari hijab kegelapan.
Maka dia dicerahkan dengan ilmu yang teguh dan amal saleh yang menghasilkan
kebaikan yang didamba. Kalau tercegah apa yang saya sebutkan, maka dia
membinasakan dirinya. Dia menyia-nyiakan umur dan ilmunya. Maka dia gagal dan
merugi. Kita memohon kepada Allah perlindungan dan kesehatan bagi kita dan
bagi semua saudara kita. Amin.
Inilah makna hadis yang komprehensif ini. Maka kajilah dan teruslah
memperhatikannya sehingga engkau dapat memandang selintas apa yang dikandungnya
berupa ilmu, rahasia, dan nasihat. Niscaya engkau memperoleh ilmu yang lain,
insya Allah.
HADIS KEEMPAT
BELAS
Diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,
"Tidak ada di antara pasukan
yang berperang dijalan Allah, lalu mereka selamat dan memperoleh harta rampasan
perang (ghanimah) kecuali disegerakan dua pertiga
pahalanya. Dan tidak ada di antara pasukan yang gagal, takut, dan menderita
keke-lahan kecuali disempurnakan pahala mereka."[45]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah bahwa yang dinamakan manusia dalam pengertian umum adalah
kumpulan jisim alaminya (jasmaninya), nafsu hewaninya, dan rohnya yang
mengatur rangkanya. Maka setiap perbuatan yang muncul adalah dari semua hal
tersebut. Karena, masing-masing dari tiga hal itu memiliki andil dan bagian
dalam perbuatan. Ketika seorang mujahid dijalan Allah memperoleh harta rampasan
perang dan keselamatan, maka dia telah memperoleh bagian jasmaninya
(fisiknya). Itu adalah yang dimanfaatkannya berupa makanan, minuman, pakaian, dan sebagainya.
Nafsu hewaninya pun mendapat apa yang diperolehnya berupa kelezatan kemenangan
atas musuh, melakukan pembalasan terhadapnya, dan sebagainya berupa
keuntungan-keuntungan hewani. Maka tidak tersisa baginya selain yang
dikhususkan bagi rohnya yang berpisah dari badannya sebagai balasan dari
keimanannya, dan niat serta maksud yang benar berupa permusuhan (terhadap
musuh) yang dilakukannya untuk mencari rida Allah, kecintaan untuk meninggikan
kalimatNya, menundukkan musuh-Nya, dan melaksanakan perintah-Nya. Ketika dia
selamat dan memperoleh harta rampasan perang, dia udak memperoleh dari jihadnya
bagian rohnya kecuali bila dia menghadirkan dalam dirinya kebenaran janji
al-Haqq yang mengabarkan hal itu. Itu merupakan hal yang menyertai setiap orang
yang beriman. Maka jelaslah apa yang saya telah sebutkan bagi seuap orang yang
mengamati bahwa pahala para mujahid terbagi—sebagaimana kami telah
tunjukkan—ke dalam tiga bagian. Selain itu, orang-orang yang selamat dan memperoleh
harta rampasan di antara mereka, telah disegerakan dua pertiga pahala mereka.
Maksudnya, dua bagian dari tiga bagian. Kedua bagian itu merupakan bagian
jasmaninya dan bagian nafsu hewaninya. Tersisa bagi mereka bagian roh mereka
yang tersimpan di akhirat, berbeda dengan pasukan yang gagal dan mengalami
kekalahan.
Karena itu, beliau saw bersabda,
"Disempurnakan pahala
mereka."
Ingatlah rahasia-rahasia yang terpendam di dalam isvarat-isyarat kenabian,
maka engkau tahu bahwa beliau saw itu
"tiadalah yang diucapkannya itu
menurut kemauan hawa nafsunya. " (QS. an-Najm: 3)
Selain itu, engkau akan tahu bahwa isyarat-isyaratnya meliputi pokok-pokok
ilmu. Orang yang Allah udak tampakkan padanya ilmu tersebut bukanlah termasuk
para pewarisnya dan bukan pula termasuk orang-orang yang mengetahui syariatnya.
Melainkan dia hanya pemelihara dan penukil bentuk-bentuk hukum lahir syariatnya
tanpa mengetahui maksudnya, rahasia pemberlakuannya, dan kandungannya berupa
ilmu dan hikmah. Maka pahami dan renungkanlah.
Wal-hamd lillah.
HADIS KELIMA
BELAS
Dari Anas bin Malik dari Nabi saw, beliau bersabda,
"Ketika Dia menciptakan bumi, dijadikan bumi itu
berputar. Lalu Dia menciptakan gunung di atasnya, maka bumi itu menjadi diam.
Maka para malaikat merasa kagum terhadap kekuatan gunung. Mereka bertanya,
'Wahai Tuhan, apakah ada di antara makhluk-Mu yang lebih kuat daripada gunung?'
Allah menjawab, 'Benar, yaitu besi.' Mereka bertanya lagi, 'Wahai Tuhan, apakah
di antara makhluk-Mu ada yang lebih kuat daripada besi?' Allah menjawab,
'Benar, yaitu api.' Mereka bertanya lagi, 'Wahai Tuhan, apakah ada di antara makhluk-Mu
yang lebih kuat daripada api?' Dia menjawab, 'Benar, yaitu air' Mereka bertanya, 'Wahai Tuhan, adakah di antara makhluk-Mu yang
lebih kuat daripada air?' Dia menjawab, 'Benar, yaitu angin.' Mereka bertanya
lagi, 'Wahai Tuhan, adakah di antara makhluk-Mu sesuatu yang lebih kuat
daripada angin?' Dia menjawab, 'Benar, yaitu anak Adam yang bersedekah dengan
tangan kanannya, sementara dia menyembunyikan tangan kirinya.'"
Di dalam riwayat lain disebutkan,
"... lalu dia menyembunyikannya
dari tangan kirinya."[46]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah bahwa keunggulan kekuatan besi atas gunung adalah jelas.
Demikian pula kekuatan api, karena api dapat melelehkannya dan menghilangkan
kekerasan dan kekuatannya. Seperti itu pula kecenderungan kekuatan air atas
api, karena air dapat memadamkan api. Demikian pula halnya dengan kekuatan
angin, karena angin dapat menyerakkan air dan menjadikannya berombak. Rahasia
tersembunyi yang tidak dipahami oleh sebagian besar makhluk adalah mengetahui
sebab keunggulan kekuatan manusia atas kekuatan angin dan hikmah pengilhaman
pertanyaan ini oleh aI-Haqq kepada para malaikat. Maka saya katakan: Manusia
memiliki kanan dan kiri yang bersifat lahiriah. Keduanya adalah tangan
jasmaninya. Dia pun memiliki kanan dan kiri yang bersifat batiniah. Keduanya
adalah rohani dan tabiatnya. Syariat telah menjelaskan hal tersebut. Itu
ditunjukkan dengan firman Allah SWT,
"... padahal bumi seluruhnya dalam genggamannya
pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. " (QS.
az-Zumar: 67)
Karena langit merupakan tempat roh, maka ia tampak dari al-Haqq. Dengan
perantaraannya, hubungannya terhadap alam arwah menjadi lebih kuat Maka Allah
SWT menisbahkannya pada tangan kanan-Nya, dan menghubungkan bumi dan seisinya
berupa bentuk-bentuk fisik pada tangan yang lain. Dia mengibaratkannya dengan
genggaman. Di dalam Jami'al-Ushul, juga di dalam sebuah hadis sahih,
disebutkan penjelasan dengan lafal asy-syimal (kiri) dan penisbahannya
kepada al-Haqq dengan pengertian ini. Apabila ini telah jelas, maka pahamilah
rahasia sabda Rasulullah saw yang merupakan periwayatan dari Tuhannya 'Azza
wa Jalla,
"Dia bersedekah dengan tangan
kanannya, lalu menyembunyikannya dari tangan kirinya."[47]
Itu agar menjadi motif baginya untuk bersedekah sebagai motif rohani dan rabbani
serta sekaligus terlepas dari hukum-hukum alami (tabiat). Ini sulit sekali.
Kesulitannya karena manusia merupakan gabungan dari sifat rohani dan sifat
jasmani. Gabungan di antara kedua sifat itu benar-benar lekat.Barangsiapa yang
kuat rohaninya hingga membinasakan kekuatan dan sifat jasmaninya di dalam
kerohani-annya, dimana dia dapat menggunakan rohaninya tanpa dicampuri
jasmaninya, maka ia berada di puncak kekuatan. Bahkan dengan demikian ia mengungguli
kebanyakan malaikat. Karena, luputnya perbuatan-perbuatan malaikat dari
sifat-sifat alami (jasmani) merupakan wataknya, sehingga tidak dianggap aneh
dan hebat, karena tidak ada hal yang menentangnya.
Adapun di sini (pada manusia), penentangan muncul dari kekuatan-kekuatan
dan sifat-sifat jasmani. Kekuasaan jasmani itu kuat sekali. Bagaimana tidak,
roh manusia hanya tetap setelah terjadi percampuran dengan sifat alami dan
memenjarakannya. Kekuasaan roh dan sifat-sifatnya yang berkaitan dengan tangan kanan
manusia yang bersifat maknawi tidak dapat mengalahkan kekuatan jasmani yang
memiliki sisi kiri, di mana sejumlah perbuatan kerohani-annya dapat bebas dari
campuran alami (tabiat) dan hukum-hukumnya—walaupun tetap terjadi ikatan-ikatan
dan percampuran-percampuran antara sifat-sifat rohani dan alami—kecuali dengan
dorongan rabbani dan kekuatan yang agung, sebagaimana telah ditunjukkan.
Maka pahamilah, niscaya engkau mendapat petunjuk. Insya Allah.
HADIS KEENAM
BELAS
Muslim dari Abu Sa'id[48]
berkata: Rasulullah saw bersabda,
"Emas dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam secara
setimbang dan tunai. Barangsiapa yang menambah atau meminta tambahan, maka dia
telah memperbuat riba. Yang mengambil dan yang memberi di dalam hal itu sama
saja."[49]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, bahwa tema riba berkisar pada dua pokok, yaitu sifat dan waktu.
Saya akan jelaskan rahasia keduanya, dengan pertolongan Allah SWT. Diawali
dengan menyebutkan rahasia sifat-sifat itu, lalu akan dijelaskan rahasia waktu tersebut. Maka
saya katakan: Tidak diragukan bahwa segala sesuatu yang bersifat riba yang
mensyaratkan adanya pemeliharaan kesamaan dalam timbangan dan takaran, tanpa
ada penambahan, adalah jisim-jisim yang terbentuk dari jawhar yang
diikuti 'aradh. Juga tanpa diragukan mengenai ketinggian martabat jawhar
atas martabat 'aradh. Karena di dalam eksistensi, 'aradh mengikuti
jawhar.
Benda-benda yang bersifat riba ini dalam esensinya adalah sama, tetapi
dalam sifatnya berbeda. Apabila tidak disyaratkan kesamaan di antara keduanya
di dalam jual beli, maka penambahan esensial adalah untuk membayar sifat
aksidental. Contohnya, seseorang membeli satu mudd gandum putih atau
yang besar bulirannya dengan dua mudd gandum coklat atau yang kecil
bulirannya. Maka tambahan satu mudd jenis kedua adalah sebagai
pembayaran terhadap sifat putih. Hal itu benar-benar merupakan kelaliman.
Karena, dia menyamakan antara jawhar dan 'aradh di dalam keutamaan
dan hukum. Itu tidak dibenarkan. Maka pahamilah.
Kiaskan pada hal itu benda-benda bersifat riba lainnya, seperti kurma dan
garam. Karena, benda-benda itu tidak mengungguli benda lain yang semisalnya
kecuali karena keutamaan, rasa, dan warna. Semua itu merupakan 'aradh. Menyamakan
antara jawhar dan 'arah tidaklah dibenarkan. Karena itu, riba menjadi
haram. Demikian halnya di dalam emas dan perak. Penambahan dan pengutamaan
tidak terjadi kecuali karena bentuk dan macamnya. Itu pun merupakan 'aradh.
Pahamilah hal itu.
Adapun rahasia pengharaman riba dalam hal waktu, karena pinjaman seratus
dinar, misalnya, setelah satu tahun harus dibayar 120 dinar, sehingga dua puluh
dinar itu hanya untuk membayar jangka waktu satu tahun. Maka seakan-akan dia
menjual waktu satu tahun dengan harga dua puluh dinar. Padahal waktu tertentu
itu tidak diadakan (diciptakan) dan tidak dimiliki oleh kreditur sehingga dia
boleh menjualnya.
Karena, waktu adalah milik Allah dan dengan hukum Allah, bukan dengan hukum
selain-Nya. Untuk menghindari hal tersebut, maka disyaratkan di dalam jual
beli agar dilakukan secara tunai. Hal itu dimaksudkan untuk menyempurnakan
kesamaan. Agar diperoleh kesamaan dalam hal waktu seperti halnya pada kuantitas barang yang dijual. Karena,
kalau tidak begitu, maka penambahan di dalam penjualan kredit dibolehkan
sebagai kompensasi terhadap penangguhan waktu pembayaran.
Apa yang telah disebutkan itu berkenaan dengan pinjaman dan laba tertentu
atas pembayaran waktu. Maka ketahuilah hal itu, dan kajilah. Jika engkau
mengkajinya dengan benar, dan terutama jika ditambahkan dengan apa yang telah
saya jelaskan di dalam hadis pertama yang mengandung penjelasan hukum-hukum
kesucian dan najis, niscaya engkau tahu sebagian besar rahasia pengharaman dan
penghalalan. Selain itu, engkau perhatikan bahwa hukum-hukum yang disyariatkan
berlaku berdasarkan prinsip-prinsip eksistensi, hukum-hukum Ilahi, dan
hukum-hukum alam.
HADIS KETUJUH
BELAS
Dari Asma' binti Yazid [50] bahwa Rasulullah saw bersabda,
"Nama Allah yang teragung terdapat di dalam dua ayat
berikut: Pertama, wa ilahukum ilah wahid la ilaha illa huwa ar-Rahman
ar-Rahim (dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada tuhan [yang
berhak disembah] melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.) (QS.
al-Baqarah: 163) Kedua, pembuka surah Ali Imran: Alif lam mim. Allah
la ilaha illa huwa al-hayy al-qayyum (Alif lam mim. Allah, tidak
ada tuhan [yang berhak disembah] melainkan Dia. Yang Hidup, Kekal lagi
terus-menerus mengurus makhluk-makhluk-Nya.) (QS. Ali Tmran: 1-2)
Di dalam riwayat lain disebutkan,
"Nama Allah yang teragung
adalah di awal surah Ali Tmran dan awal surah al-Hadid."[51]
Dari Buraydah[52] bahwa
Rasulullah saw mendengar seseorang mengucapkan,
Allahumma inni as'aluka bi anni asyahadu annaka anta Allah. La ilaha
illa anta. Al-Ahad ash-shamad al-ladzi lam yalid wa lam yulad wa lam yakun lahu
kufuwwan ahad
(Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar dapat
bersaksi bahwa Engkau adalah Allah. Tiada Tuhan selain Engkau, Yang Maha Esa
dan tempat bergantung, Yang dada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan dada
seorang pun yang setara dengan-Nya).
Maka beliau bersabda,
"Demi yang diriku dalam kekuasaan-Nya, dia telah
memohon kepada Allah dengan nama-Nya yang teragung [al-ism al-a'zham) yang
apabila Dia dimohon dengannya, niscaya Dia mengabulkan; dan jika Dia diminta
dengannya, niscaya Dia memberi."
Di dalam hadis dari Anas disebutkan bahwa seseorang sedang menunaikan salat
di dalam mesjid. Lalu dia berdoa dengan mengucapkan
Allahumma inni as'aluka bi anna
laka al-hamd. La ilaha illa anta al-mannan, badi’ as-samawat wa al-ardh dzu al-jalal wa al-ikram. Ya hayyu, ya qayyum (Ya Allah, sesungguhnya aku
memohon kepada-Mu bahwa segala pujian adalah milik-Mu. Tiada Tuhan selain Engkau Yang Maha Pemurah, Pencipta langit dan bumi, Pemilik
keagungan dan kemuliaan. Wahai Yang hidup kekal dan terus-menerus mengurus
makhluk-makhluk-Nya).
Maka Rasulullah saw. bersabda seperti pada hadis di atas.[53]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, sebelum memulai penjelasan hadis ini dan mengungkap
rahasia-rahasia yang dikandungnya, haruslah didahului dengan mukadimah
universal yang menjadi asas dan kunci untuk memahami apa yang akan disebutkan
kemudian. Mukadimah itu pun perlu untuk membantu mengungkap tingkatan
nama-nama Ilahi dan perbedaan derajat-derajatnya berdasarkan tindakan (afal),
sifat, hubungan, dan keterkaitannya. Maka saya katakan: Yang dipahami dari
kesaksian sempurna dan paling tinggi serta makrifat yang pasti terhadap ihwal
al-Haqq dari semata-mata zat-Nya adalah, dengan kemudakannya, zat-Nya udak
tertentu dengan penafian, peneguhan, gabungan antara penafian dan peneguhan,
atau terbatas pada gabungan itu saja, serta sifat-sifat lainnya seperti terpikirnya
(terpahaminya) tuntutan penciptaan atau lainnya. Sebab, ihwal zat-Nya udak
terbatas pada sesuatu dari itu semua dan juga dari yang lainnya. Melainkan hal
itu memiliki realisasi (tahaqquq) dan penerimaan adz-Dzdt terhadap
semua itu dan juga kebalikannya berupa hukum-hukum dan sifat-sifat.
Semua itu satu makna dan dari sudut penampakan yang mencakup seluruh
entitas, nama, sifat, hubungan, keterkaitan, dan berbagai sisi. Hubungan
kesatuan dan kemajemukan kepada penampakan itu adalah sama. Sebab, kesatuan
dan kemajemukan adalah cabang darinya. Tidak ada batasan, kepastian, dan juga
penyucian terhadap masa, dari satu sisi. Yang pasti, kesemuanya itu adalah
utuh, tidak terbagi. Allah SWT telah mengingatkan prinsip ini di berbagai
tempat di dalam Kitab-Nya. Misalnya, firman-Nya,
"Dan Dia bersama kamu di mana
saja kamu berada." (QS. al-Hadid: 4)
Juga firmannya,
"Ingatlah bahwa sesungguhnya
mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah,
bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu. " (QS. Fushshilat: 54)
Allah mengingatkan bahwa Dia meliputi zat-zat lahir seluruh atom. Tidak ada
yang lebih kecil dari itu. Demikian pula batinnya, karena segala sesuatu adalah
dalam perhitungan-Nya. Tidak ada keraguan terhadap yang disertai-Nya ketika terikat
dengan adz-Dzat. Sebab, yang
disertai itu menyertai-Nya
melalui ikatan. Karena itu, Dia berfirman,
"... di mana saja kamu berada. "
Hanya saja, Dia tidak terbatas padanya dan Udak pula pada selainnya. Karena
itu saya katakan, "Al-Haqq di dalam setiap yang tertentu adalah tertentu
dan mutlak tanpa tertentu." Berkenaan dengan ini, Allah SWT berfirman,
"Tiada pembicaraan rahasia
antara tiga arang, melainkan Allah yang keempatnya. Dan
tiada [pembicaraan antara] lima orang, melainkan
Dia-lah yang keenamnya. " (QS. al-Mujadilah: 7)
"Yang keenam" adalah tertentukan tanpa batas, dan dada batasan
dalam menyertai "yang lima" dengan hitungan mereka, sebagaimana telah
dijelaskan. Dari aspek ini, benar-benar tidak mungkin mengetahui esensi-Nya.
Allah SWT berfirman,
"... sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmuNya.
"(QS. Thaha: 110)
Allah tidak menafikan
pengetahuan terhadap-Nya. Sebab, Dia diketahui dan disaksikan di dalam hal
entitas-Nya. Allah hanya menafikan pengetahuan yang komprehensif. Hal itu
adalah dari segi kemudakan-Nya dan ketiadaan batasan-Nya. Di mana ketika Dia
diketahui, dari sisi ini, maka Dia seolah-olah diketahui dengan pengetahuan
yang sempurna. Inilah yaug tidak mungkin. Terhadap hal ini, Nabi kita saw, yang
merupakan makhluk paling sempurna, mengisyaratkan makrifat kepada Allah di
dalam doa dan munajatnya. Pada akhir doa dan pujiannya, beliau berkata,
"Aku tidak dapat membilang pujian pada-Mu dan aku
tidak dapat melampaui setiap yang ada pada-Mu."[54]
Maka beliau menafikan pengetahuan yang komprehensif, tetapi beliau tidak
menafikan makrifat. Orang yang berpikir mengetahui bahwa di dalam hal ini tidak
mungkin meletakkan nama, di mana nama tersebut menunjukkan inti hakikatnya
secara sempurna, sehingga tidak dipahami dari nama ini selain inti zat-Nya
tanpa mengandung makna tambahan berupa penyifatan dan hukum, atau martabat dan
pandangan. Ini adalah mustahil. Maka hendaklah engkau ketahui bahwa
makna-makna yang dikandung oleh ungkapan-ungkapan itu, walaupun cakupannya
lebih luas dari ungkapannya, tetapi dalam hal kaitannya dengan bentuk-bentuk,
ungkapan itu terikat dengan ikatan tambahan dengan batasannya, yang membedakan
sebagian makna dari sebagian yang lain. Tidak ada ungkapan selain memberi
ketentuan (batasan). Padahal, kemudakan aI-Haqq adalah dalam hal tak tertentu,
sehingga udak ada nama, sifat, hukum, dan sebagainya.
Kemudian, ketahuilah bahwa pengertian komprehensif dari konsep seluruh
makna seluruhnya memiliki hubungan dengan makna seperti hubungan genus pada
species dan person. Di sini terdapat rahasia lain yang mulia.
Yaitu, bahwa makna segala sesuatu dalam hubungannya dengan setiap orang yang
mengetahuinya adalah terhenti pada apa yang diketahuinya tentang sesuatu itu.
Hal itu bisa terjadi baik karena ketakberdayaan yang dirasakannya maupun karena
dugaannya bahwa dia telah sampai pada puncak dari pemahaman (pengenalan)
tentang sesuatu tersebut Jadi, makna-makna tidak terlepas dari keterikatan, dan
juga tidak melampaui bentuk-bentuk batasan, sebagaimana telah dijelaskan.
Maka orang yang mengetahui ungkapan itu adalah melalui cara pertama karena
lingkupnya yang lebih sempit dan lebih terbatas.
Bagaimana mungkin seorang berakal mengetahui bahwa Allah SWT memiliki nama
teragung, dalam arti, keagungannya berlaku disebabkan menunjukkan zat-Nya
dengan penunjukan yang sesuai berdasarkan sisi yang telah disebutkan? Hanya
saja, engkau harus tahu—walaupun sulit— bahwa Dia memiliki nama-nama teragung
di dalam martabat tindakan, sifat, hubungan, keterkaitan, dan hukum-hukum Ilahi
yang diungkapkan dengan ungkapan-ungkapan itu. Inilah yang dimaksud dalam
hadis-hadis Nabi menurut raha-sia-rahasianya yang saya akan jelaskan kepadamu,
insya Allah.
Nama-nama Ilahi, dari satu sisi pembagiannya, terbagi ke dalam lima bagian.
Satu bagian di antaranya tidak masuk dalam pelafalan dan tulisan. Saya akan
menyebutkannya setelah menyebutkan empat bagian yang lain. Yang empat bagian
itu adalah: Pertama, pintu-pintu kegaiban yang ditunjukkan di dalam
Al-Quran. Allah SWT berfirman,
"Dan pada sisi Allah-lah
kunci-kunci semua yang gaib. Tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia. " (QS. al-An'am: 59)
Ini pun memiliki lima martabat. Yaitu, kehadiran yang gaib yang meliputi
makna-makna yang lepas dari objek dan hakikat, dan bentuk segala sesuatu di
dalam ilmu al-Haqq. Kebalikannya adalah kehadiran yang nyata. Di antara
keduanya ada alam pra-eksistensi ('alam al-mitsal) yang mutlak. Ia memiliki pertengahan (al-wasth). Sementara roh-roh
berada di antara pertengahan dan yang gaib. Karena hubungannya dengan yang gaib
adalah lebih kuat. Sedangkan alam pra-eksistensi yang terikat berada di antara
pertengahan dan alam nyata, karena hubungannya dengan alam nyata lebih kuat.
Maka setiap martabat selain ini merupakan ikutan dan cabang dari cabang-cabang
universal yang lima ini. Maka pahamilah.
Adapun firman-Nya,
"... tidak ada yang mengetahuinya selain Dia, "
ditafsirkan bahwa tidak
seorang pun mengetahui zat-Nya kecuali Dia. Namun kadang-kadang hal itu
diketahui dengan pemberitahuan dari Allah. Hal itu diketahui oleh hamba-hamba
Allah yang kepadanya hal itu Allah tampakkan. Hal itu saya temukan lebih dari
satu orang dari ahli Allah, seperti saya lihat sekumpulan orang yang mengetahui
kapan dan di mana mereka akan mau. Mereka mengetahui apa yang terdapat di dalam
rahim ketika seorang perempuan hamil. Bahkan, demi Allah, mereka pun
mengetahuinya sebelum kehamilan. Padahal, Rasulullah saw bersabda di dalam
hadis mengenai hari kiamat ketika ditanya tentang hal itu,
"Itu salah satu dari lima
kegaiban yang tidak diketahui kecuali oleh Allah."
Kemudian beliau membaca ayat:[55]
Sesungguhnya Allah, hanya pada
sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat, dan Dia-lah yang menurunkan
hujan dan mengetahui apa yang ada di dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang
dapat mengetahui [dengan pasti] apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada
seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui lagi Maha mengenal. (QS. Luqman: 34)
Ketika dapat diperoleh ilmu mengenai sebagian hal itu, atau sebagian
besarnya, maka diketahui bahwa ayat ini dan yang telah disebutkan sebelumnya:
... di sisi-Nya kunci-kunci semua yang gaib
merupakan dua penafsiran terhadap apa yang telah kami sebutkan. Sebab,
kalau yang dimaksud adalah bukan seperti yang saya tunjukkan, maka udak
mungkin menggabungkan, setelah diperoleh ilmu, antara ilmu dan pemahaman dari
dua ayat dan hadis ini. Karena, seseorang tidak mungkin menolak dari dirinya
apa yang ditampakkan oleh al-Haqq dan diwujudkan dengan makrifat-Nya. Tidak
mungkin diingkari hadis dan dua ayat itu. Maka dipastikan-lah bahwa yang
dimaksud adalah yang kami telah sebutkan. Maka pahamilah.
Hakikat kunci-kunci itu dibedakan dari pengunciannya yang dapat dipikirkan
akal. Kadang-kadang tidak diketahui, bagaimana pembukaannya. Dan kadang-kadang
hakikatnya diketahui tanpa memandang pada penguncian dan pembukaannya.
Bagaimana udak? Pembukaan pertama telah terjadi dan berlalu. Hal itu merupakan
ungkapan dari awal penciptaan. Orang yang menyaksikan kini, jika al-Haqq menampakkan
padanya kunci dan pembukaan, maka dia hanya mengetahui dan menyaksikan suatu
pembukaan seperti pembukaan pertama. Tetapi dia tidak menyaksikan pembukaan
pertama itu. Itu telah terjadi dan berlalu. Apabila ini telah jelas, maka
ketahuilah bahwa kunci-kunci yang ditunjukkan itu adalah nama-nama zat-Nya. Sesungguhnya
nama-nama itu, sekalipun udak menunjukkan dengan pe nunjukkan yang sesuai dalam setiap aspek
terhadap apa yang kami telah sebutkan sebelumnya, namun nama-nama itu memiliki
petunjuk terhadap Adz-Dzdt pada sebagian besar sisi dan menyempurnakannya
dalam hubungannya dengan nama-nama lain selain bagian kelima yang telah kami
janjikan untuk dijelaskan. Tidak ada yang mengetahui selain orang yang sempurna
di antara hamba-hamba Allah. Dari sudut pandang nama-nama ini, muncul rahasia
prinsip kebenaran dan prinsip pengaruh penciptaan. Dari dan dengannya, terbagi
martabat, hubungan, dan keterkaitan.
Martabat ad-Dzat pertama, dari sudut
pandang nama-nama ini, adalah al-uluhiyyah. Al-uluhiyyah adalah seperti
naungan bagi adz-Dzat. Induk nama-nama al-uluhiyyah, yaitu al-hayy,
al-'alim, al-murid, dan al-qadir adalah sebagai naungan nama-nama adz-Dzat
yang telah ditunjukkan. Nama hakikat al-uluhiyyah yang teragung
adalah nama Allah. Sedangkan nama yang paling agung dari induk nama-nama
adalah nama al-hayy. Sebagaimana sedap nama yang ditetapkan al-Haqq
adalah agar zat-Nya diketahui melalui nama atau sifat tersebut, dan dengan nama
itu pula Dia mengenalkan diri kepada orang yang memperoleh bagian dapat
mengenalNya nama-nama adz-Dzat itu mengikuti kunci-kunci kegaiban.
Demikian pula nama-nama al-uluhiyyah yang lain mengikuti empat nama
yang telah disebutkan. Nama Allah yang diberikan untuk mengenalkan
hakikat uluhiyyah dalam hal kesatuan menghimpunkan semuanya. Setelah
sayajelaskan kepadamu nama-nama zat-Nya dan nama hakikat uluhiyyah yang
teragung dalam hubungannya dengan nama-nama yang akan disebutkan kemudian, saya
beritahukan kepadamu induk nama-nama uluhiyyah itu. Al-Hayy adalah
yang paling agung dalam makna. Al-Haqq SWT menjadikannya tiga bagian di dalam
Kitab-Nya yang agung. Nama Allah didahulukan dalam mengenalkan martabat
zat-Nya. Kemudian Dia menyucikan martabat itu dari kemusyrikan dan persekutuan.
Allah SWT berfirman,
"Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan
selain Dia, Yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Dia-lah Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang. " (QS. al-Hasyr: 22)
Ini adalah nama-nama yang ditambahkan pada zat aJ-Haqq karena kapasitasnya
sebagai Tuhan yang maujud dan pencipta. Kemudian nama-nama ini diikuti
sejumlah nama sifat uluhiyyah. Maka Allah SWT berfirman,
"Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan
selain Dia, Raja, Yang Mahasuci, Yang Mahasejah-tera, Yang Mengaruniakan
keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang memiliki
segala keagungan, Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan." (QS. al-Hasyr: 23)
Ayat ini menggabungkan sifat-sifat positif dan sifat-sifat negatif.
Kemudian ditambahkan sejumlah nama perbuatan (afal).
Setelah itu, saya beritahukan kepadamu nama-nama yang agung dalam martabat uluhiyyah,
nama-nama zat, dan nama-nama sifat, ketahuilah, nama teragung dalam
martabat afal adalah nama al-qadir dan al-qadir. Karena, al-khaliq, al-bari’ al-mushawwir, al-qabidh, al-basith, dan sebagainya adalah seperti bersandar
pada nama al-qddir. Karena itu saya katakan: Empat nama, yakni al-hayy,
al-'alim, al-murid, dan al-qddir merupakan induk nama dan sifat yang
dinisbahkan kepada al-Haqq dalam hal uluhiyyah-Nya agar dirujukkan dan
diikutkan nama-nama lainnya pada nama-nama tersebut. Sebagaimana saya telah
kabarkan tentang mengikutkan nama-nama afal pada nama al-qadir. Al-Qddir merupakan yang teragung di antara nama-nama afal.
Itu juga masalahnya pada tiga bagian yang lain. Maka nama ar-ra'uf
al-wadud, al-'athuf dan sebagainya adalah mengikuti nama al-murid. Sementara
al-hasib, ar-raqib, asy-syahid, dan sebagainya mengikuti nama al-alim.
Pada nama al-hayy terhimpun ketentuan-ketentuan ini. Bahkan dari
situlah ketentuan-ketentuan itu bercabang. Hal itu disebabkan sifat
kolektifnya.
Al-Hayy melahirkan perbuatan-perbuatan tersebut, dan juga karena keberadaannya
sebagai syarat dalam penegasan seluruh nama-nama, serta sahih penisbahannya
kepada al-Haqq. Guru kami, al-lmam al-Akmal[56] ra
menyebutkan bahwa al-hayy al-qayyum pada kenyataanya adalah satu nama
yang tersusun dari dua nama. Itu termasuk bagian nama teragung yang umum.
Demikian pula huruf-huruf alif dai, dzdl, ra\ zd\ dan wdw adalah
termasuk bagian nama itu.
Hendaklah engkau mengetahui bahwa huruf-huruf ini bersama al-hayy
al-qayyum dan bagian-bagian nama lainnya adalah seperti cerminan sempurna
dari makna al-qudrah dan seperu nama yang menunjukkan sesuatu secara
sesuai. Sebab, ini mempengaruhi setiap sesuatu untuk menuju padanya. Karena
itu, dalam hal itu dikatakan, "Itu merupakan nama yang teragung dari
nama-nama yang memberi pengaruh walaupun semuanya merupakan nama-nama yang
memiliki pengaruh."
Nama-nama itu hanya berpengaruh terhadap sebagian benda seperti jenis
khusus dari maujud seperti burung, binatang liar, atau binatang laut. Atau,
berpengaruh terhadap air, tidak terhadap udara, pada api, jin dan sebagainya.
Hal itu berbeda dengan nama yang dtunjukkan ini. Nama ini memiliki pengaruh
umum pada seluruh species dan person. Rahasianya adalah karena
nama-nama yang lainnya hanya berpengaruh pada species yang disandarkan
kepada al-Haqq dalam hal pengertian nama tersebut. Karena itu, al-Haqq tidak
dikenal kecuali dari sisi itu. Tidaklah engkau perhatikan burung hud-hud ketika
sifat-sifatnya sempurna, ia mengetahui tempat-tempat air yang dalam dan
serangga yang merayap di bawah tanah. Tetapi ia tidak mengetahui al-Haqq dan
tidak mengagungkan-Nya kecuali dari sisi itu.
Karena itu, hud-hud berkata kepada Sulaiman,
"...agar mereka tidak menyembah
Allah Yang mengeluarkan apa yang terpendam di langit dan di bumi dan Yang
mengetahui apa yang kamu sembunyikan dan apa yang kamu nyatakan. " (QS. an-Naml: 25)
Begitu pula, dengannya para malaikat diperintah untuk bersujud kepada Adam.
Mereka tidak menyebutkan al-Haqq kecuali dengan perkataan mereka,
"... padahal kami senanatiasa bertasbih dengan
memuji dan menyucikan-Mu. " (QS. al-Baqarah: 30)
Adam dikhususkan dengan kumpulan
yang ditunjukkan dengan firman-Nya,
"Dan Dia mengajarkan kepada
Adam nama-nama seluruhnya." (QS. al-Baqarah: 31)
Karena itu, ketika al-Haqq memerintahkannya untuk bertawaf di Ka'bah dan
mengabarkan kepadanya bahwa sebelumnya ribuan malaikat telah bertawaf di ka'bah
itu dengan cara begini dan begitu, maka Dia bertanya kepada para malaikat,
"Apa yang kalian ucapkan ketika bertawaf di al-Bayt ini?"
Mereka menjawab, "Kami membaca subhana Allah wa al-hamd lillah wa la ildha illd Allah.
Wa Alldhu akbar (Mahasuci
Allah dan segala pujian bagi Allah dan tiada tuhan selain Allah. Dan Allah
Mahabesar)." Lalu Allah berkata, "Aku tambahkan untuk kalian: Wa
la, hawla wa la auwwata illd billdh (Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan
[izin] Allah)." al-Hawqalah—yakni, ucapan: la hawla wa la quwwata
illa billah—ini merupakan ungkapan khilafah karena mengandung
persekutuan bersama Allah. Hal itu tidak dibenarkan kecuali bagi wakil yang
menggantikan. Ini adalah seperu Iyyaka nasta'in (Hanya kepada-Mu kami memohon
pertolongan). (QS. al-Fatihah: 5)
Berkenaan dengan ini, Nabi saw mengabarkan kepada kita,
"Ketika hamba mengatakan, 'iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'in,' al-Haqq SWT berfirman, 'Ini
adalah antara Aku dan hamba-Ku."'[57]
Beliau menjelaskan ketegasan persekutuan seperti halnya di dalam al-hawqalah
di atas. Maka pahami dan kajilah pasal ini. Sebab, jika engkau mengkaji dan
memahaminya, niscaya engkau tahu lebih banyak lagi rahasia nama-nama yang
agung ini dan yang lainnya. Engkau tahu bahwa nama teragung dalam hubungannya
dengan setiap maujud merupakan bentuk nama yang diterjemahkan dari makna
kedudukan itu. Dari situlah maujud tersebut bersandar kepada al-Haqq. Itu
merupakan puncak makrifatnya kepada Allah SWT, baik maujud itu dari golongan
manusia, jin, malaikat, maupun golongan lain. Kita tahu bahwa mereka yang
didengar Nabi saw mengingat Allah dan memohon kepada-Nya. Beliau mengabarkan
bahwa mereka memohon kepada Allah dengan nama-Nya yang teragung. Apabila Allah
diseru dengan nama itu, niscaya Dia menjawab. Dan apabila Dia diminta
dengannya, niscaya Dia memberi. Perbedaannya adalah pada nama-nama yang mereka
gunakan untuk mengingat Allah dalam doa mereka. Ini adalah setelah tertanam di
dalam pemahaman manusia.
Nama teragung itu adalah satu nama. Maka bagaimana menggabungkan antara
pemahaman yang berbeda-beda ini dan hadis-hadis mengenai sebutan masing-masing
dari mereka bahwa itu adalah nama teragung. Ini menunjukkan rahasia sabda dan
pengajaran Rasulullah saw. Hal itu hanyalah karena kesempurnaan ilmunya
terhadap puncak pengenalan mereka kepada Allah, dan juga penunjukkan yang
mereka gunakan untuk menyifati al-Haqq. Kalaulah maksud hadis-hadis dan
pengajaran itu bukan yang kami sebutkan, niscaya akan mengesankan adanya suatu
kontradiksi, karena tidak dapatnya menggabungkan antara hal-hal yang mereka
sebutkan dan pemahaman dari sabda Rasulullah saw,
"Nama teragung itu adalah
satu."
Kemudian, ketahuilah bahwa keagungan nama-nama itu memiliki martabat yang
lain, yang dikhususkan dengan pemahaman. Karena, kata al-ism (nama) itu
terbentuk dari kata as-simah yang berarti tanda. Maka al-ism menjadi
pengenal terhadap yang diberi nama, seperti dalil yang menUjukkan pada al-madlul. Maka suatu
nama yang mengandung pengenalan yang lebih sempurna dibandingkan pengenalan
dari nama-nama lainnya, maka nama itulah yang teragung dibandingkan dengan
pengenalan yang tidak sempurna. Maka datangkanlah prinsip ini. niscaya engkau
mengetahui rahasia sabda Rasulullah saw,
"Nama teragung itu adalah di dalam firman Allah ila ilahukum ildh wahid la ilaha illa huwa ar-Rahman ar-Rahim, serta di dalam surah Ali Imran dan pada awal surah
al-Hadid."
Keagungan di dalam ayat-ayat
ini berlaku dari segi pengenalan, bukan dari sisi pengaruhnya terhadap hal-hal
yang dipahami orang-orang yang terhijabi. Keagungan di dalam pengaruh itu
adalah yang telah ditunjukkan di atas. Abu Yazid ra[58]
ditanya mengenai nama teragung itu. Maka dia menjawab, "Perlihatkanlah
kepadaku yang paling kecil, niscaya saya perlihatkan kepadamu yang paling
agung. Nama-nama Allah semuanya adalah keagungan. Percayalah dan ambillah nama
mana saja yang engkau suka. Maka ia berpengaruh terhadapmu."
Maka nama yang tujuannya dalah pengenalan kepada al-Haqq itulah yang
teragung dalam kaitan dengan-Nya dan dalam hal pengaruh dari al-Haqq. Maka
pahamilah. Hendaklah engkau tahu bahwa keagungan yang dikhususkan dengan
pengenalan dan penunjukan itu terbagi ke dalam dua bagian. Pertama, bagian yang
masuk ke dalam martabat pelafalan dan tulisan, yakni yang ditunjukkan di dalam
ayat-ayat yang telah dijelaskan: Wa ilahukum ilah wahid, serta awal
surah Ali 'Imran dan awal surah al-Hadid. Kedua, bagian yang berada di
luar martabat pelafalan dan tulisan, yakni bagian kelima yang dikhususkan bagi
manusia sempurna. Sebab, dalam hal penunjukkannya, cakupan, kesatuan, dan
pemisahannya adalah penunjukan yang sempurna terhadap kehadiran al-Haqq baik di
dalam zat, sifat, perbuatan, maupun martabat. Hanya saja penunjukan ini tidak
termasuk ke dalam lingkup pelafalan dan tulisan. Maka ketahuilah hal itu.
Kajilah apa yang mendatangkan pemahamanmu dari apa yang telah disebutkan
kepadamu. Niscaya engkau tahu rahasia dan makna hadis-hadis ini, martabat nama
teragung, dan rahasia-rahasia lainnya yang hampir tidak terhitung banyaknya.
Semoga Allah memberi petunjuk.
HADIS
KEDELAPAN BELAS
Ditegaskan di dalam Ash-Shahih dari Umm Habibah[59] bahwa Rasulullah saw
mendengarnya sedang berdoa. Dia mengucapkan, "Ya Allah, senangkanlah aku
dengan suamiku, Rasulullah; dengan saudaraku, Mu'awiyah; dan dengan bapakku,
Abu Sufyan." Maka Rasulullah saw berkata kepadanya,
"Engkau memohon kepada Allah
tentang rezeki yang telah dibagi dan ajal yang telah ditetapkan. Tidak akan
di-segerakan sedikit pun darinya sebelum waktunya dan tidak pula diakhirkan
sedikit pun darinya sesudah tiba waktunya. Kalau engkau memohon kepada Allah
agar Dia menyelamatkanmu dari siksaan di dalam kubur dan siksaan di dalam
neraka, maka Allah adalah pemberi pertolongan."[60]
Penyingkapan
Rahasia dan Penjelasan Maknanya
Hadis ini adalah hadis yang musykil. Telah ditegaskan dari Rasulullah saw
bahwa beliau bersabda,
"Setiap sesuatu memiliki qadha dan qadar hingga orang lemah
dan orang cerdas."[61]
Tidak ada seorang pun dari para ulama yang berbeda pendapat dalam hal
bahwa ketentuan qadhd dan qadar adalah mencakup setiap sesuatu
dan meliputi seluruh maujud (segala yang ada) dan aspek-aspeknya berupa sifat,
perbuatan, keadaan, dan sebagainya. Jadi, apa perbedaan antara sesuatu yang
dilarang Nabi saw untuk didoakan dan anjuran untuk mencari keselamatan dari
siksaan neraka dan siksaan kubur?
Ketahuilah bahwa hal-hal yang ditakdirkan itu mencakup dua aspek, yaitu:
aspek yang khusus mengenai hal-hal universal dan aspek yang khusus mengenai
hal-hal parsial. Hal-hal universal yang dikhususkan bagi manusia telah dikabarkan
oleh Nabi saw bahwa hal itu terbatas pada empat hal saja, yaitu umur, rezeki,
ajal, serta kesengsaraan dan kebahagiaan. Di dalam hadis tentang penciptaan
janin, beliau bersabda,
"Pada bulan keempat malaikat datang kepadanya, lalu
meniupkan padanya roh. Dia bertanya, 'Wahai Tuhanku, apakah dia laki-laki atau
perempuan? Sengsara atau bahagia? Apa rezekinya? Apa amalannya? Apa ajalnya?'
Maka al-Haqq mendiktekan dan malaikat itu menuliskan."[62] Beliau pun
bersabda, "Tuhanmu mengisi penciptaan, akhlak, rezeki, ajal, dan
kesengsaraan atau kebahagiaan."[63]
Di dalam hal-hal parsial, Allah SWT berfirman,
"Kami akan memperhatikan
sepenuhnya kepadamu wahai manusia dan jin." (QS. Ar-Rahman: 31)
Maka pahamilah. Aspek-aspek parsial itu, karena tidak terbatas, maka tidak
tertentu sebutannya. Kemunculan sebagiannya dan perolehannya oleh manusia
kadang-kadang bergantung pada sebab dan syarat. Barangkali doa, usaha, dan
muamalah adalah termasuk bagian darinya. Artinya, hal itu tidak ditentukan
perolehannya tanpa adanya syarat itu, berbeda dengan empat hal pertama. Bagi manusia
dan makhluk lain yang biasa bekerja keras, di dalam empat hal itu tidak ada
tujuan, kerja keras, dan usaha. Melainkan hal itu merupakan akibat qadhd dan
qadar dari Allah berdasarkan ilmu-Nya yang terdahulu dan telah tertentu
secara azali dan abadi menurut keterkaitan dengan objeknya.
Inilah perbedaan antara apa yang dilarang Nabi saw untuk didoakan dan yang
dianjurkannya. Maka kajilah hal ini. Saya telah menjelaskan kepadamu bahwa di
dalam hal itu terdapat ilmu dan rahasia. Jika engkau perhatikan, niscaya
engkau tahu sejumlah rahasia dari perintah, larangan, nasihat, anjuran,
ancaman, dan sebagainya. Allah mengatakan yang benar dan menunjuki siapa saja
yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.
HADIS KESEMBILAN BELAS
Dipastikan bahwa Rasulullah saw bersabda,
"Tidak ada yang lebih cemburu daripada Allah
terhadap zina hamba-Nya yang laki-laki atau yang perempuan."[64]
Penyingkapan Rahasia dan
Penjelasan Maknanya
Tiba-tiba diceritakan kepadaku tentang rahasia hal itu bahwa sebab
munculnya perasaan ghiyrah (cemburu) dan penguasaannya bukanlah
perbuatan yang diharamkan itu saja. Melainkan penyebabnya adalah karena ia
bersekutu pada maqam rububiyyah. Hal itu disebabkan adanya pemutlakan
dalam tindakan (berundak semaunya) dan pelaku ingin melakukan setiap yang
dikehendaki tanpa cegahan, ikatan, dan larangan yang merupakan sifat-sifat rububiyyah.
Sebab, Dia-lah (Allah) yang melakukan apa yang dikehendaki tanpa larangan
dan cegahan dari yang lain. Maka pengikatan dan larangan adalah termasuk
sifatnya yang khas. Ketika orang tersebut ingin keluar dari sifat-sifat
larangan dan mencari pemudakan tindakan (ingin bertindak semau-nya) menurut
kehendaknya, maka berarti dia menginginkan persekutuan dengan al-Haqq dalam
sifat-sifat rububiyyah-Nya dan menentang kebesaran-Nya. Tidak diragukan,
hal itu merupakan sebab munculnya ghirah (cemburu) yang menyebabkan
kemurkaan atau siksaan jika tidak mendapat pertolongan dan mendapat seratus
cambukan yang berkaitan dengan perhitungan yang merupakan induk hukum-hukum rububiyyah.
Ada pengurangan cambukan bagi anak gadis karena syafaat hukum esensi
pertama.
Itu merupakan contoh perincian hukum-hukum hadirat Tahan. Maka pahamilah. Ini
merupakan kunci agung dari rahasia-rahasia syariat. Dari sini engkau tahu bahwa
setiap tempat dan bilangan tertentu dalam syariat kembali pada prinsip rabbani
dan urutan yang jelas sesuai dengan hakikatnya.
HADIS KEDUA PULUH
Dari 'Abdurrahman bin 'Awf,[65] dia berkata,
"Saya mendengar Rasulullah saw bersabda, 'Allah 'Azza
iva Jalla berfirman, "Aku adalah Allah. Aku adalah Ar-Rahman. Aku
ciptakan rahim (sifat belas kasih) dan Aku berikan padanya nama dari nama-Ku.
Barangsiapa menyambungkannya, Aku sambungkan padanya. Dan barangsiapa memutuskannya,
Aku putuskan darinya.'"[66]
Dari Abu Hurayrah,[67] bahwa
Nabi saw bersabda,
"Rahim merupakan ranting dari Ar-Rahman. Allah 'Azza
wa Jalla berfirman tentangnya, 'Barangsiapa yang menyambungkannya, maka
Aku sambungkan padanya. Dan barangsiapa yang memutuskannya, maka Mu putuskan
darinya.'"[68]
Dalam riwayat lain dari Abu Hurayrah, dia berkata,
"Rasulullah saw bersabda, 'Allah menciptakan makhluk hingga ketika
selesai tegaklah rahim. Maka rahim itu mengambil pinggang Ar-Rahman. Lalu Dia
bertanya, "Ada apa?" Rahim menjawab, "Inilah maqamy?wg berlindung
dari pemutusan," Allah berkata, "Benar, tidakkah engkau rida kalau
Aku sambungkan orang yang menyambungkan m u dan memutuskan orang yang
memutuskanmu?" Rahim menjawab, "Tentu." Dia berkata, "Maka
itu adalah bagimu[69] dan bagi
kaum Muslim.'""
Bukhari meriwayatkan dari "Aisyah ra,[70]
dia berkata,
"Rasulullah saw bersabda, 'Rahim tergantung di
'Arsy. Ia berkata, "Barangsiapa yang menyambungkanku, maka Allah
menyambungkannya. Dan barangsiapa yang memutuskan-ku, maka Allah memutuskannya.
[71] Allah-lah yang
memberi pertolongan."
Penyingkapan Rahasia dan
Penjelasan Maknanya
Ketahuilah bahwa walaupun hadis-hadis ini khusus berkenaan dengan rahim,
tetapi di dalam setiap hadis tersebut terdapat rahasia-rahasia yang tidak
terdapat pada hadis lain. Semua hadis itu mengandung rahasia-rahasia agung,
ilmu-ilmu yang tinggi, dan masalah-masalah universal. Mengetahuinya adalah
penting. Yang pertama adalah mengetahui hakikat rahim. Mengetahui keberadaannya
sebagai bagian dari Ar-Rahman. Mengetahui nama ar-Rahman. Mengetahui mengapa
rahim tergantung di 'Arsy. Mengetahui keberhubungannya. Mengetahui keterputusannya.
Mengetahui pinggang Ar-Rahman. Mengetahui pegangannya pada pinggang ar-Rahman.
Mengetahui tegaknya. Mengetahui maqamnya yang ditunjukkan dengan ucapannya,
"Inilah maqamyang berlindung dari pemutusan.' Mengetahui perlindungannya.
Mengetahui jawaban al-Haqq kepadanya terhadap sesuatu yang ia minta dari-Nya
SWT. Mengetahui seruannya karena keberadaannya tergantung pada 'Arsy.
Mengetahui hukum-hukumnya. Semua ini adalah rahasia-rahasia yang tidak
tercantum sedikit pun di dalam semua buku. Belum pernah sampai kabar kepadaku
bahwa seseorang berusaha menjelaskan hadis-hadis seperti ini yang mengandung
penegasan rahasia-rahasia Ilahi dan hadis-hadis Nabi yang menjelaskan tentang
hakikat eksistensi dari ahli ilmu lahir atau ahli ilmu batin di antara
orang-orang yang mengaku memperoleh mukasyafah yang tinggi, ilmu-ilmu laduni,
dan warisan Nabi. Saya akan menjelaskannya, insya Allah, dengan pembahasan
yang komprehensif, tidak secara garis besar, dan tidak pula terperinci, untuk
mengungkapkan nikmat dari Allah dan sebagai rasa syukur kcpada-Nya atas nikmat
yang telah dikaruniakan kepadaku. Dia telah menampakkannya kepadaku, memberiku
dapat bersama dengan makhluk-Nya yang paling sempurna dalam menampakkan
rahasia-rahasia ini, dan menampakkan ilmu-ilmu yang tersembunyi ini dari yang
lain. Maka dengan pertolongan Allah, saya katakan:
Rahim merupakan nama bagi hakikat alami. Alami adalah hakikat yang
menggabungkan antara panas, dingin, basah, dan kering. Artinya, masing-masing
dari empat hal itu tidak bertentangan. Masing-masing dari empat hal itu bukan
dari semua sisi rahim, melainkan dari beberapa sisinya. Adapun rahim itu
tergantung pada 'Arsy dalam hal bahwa semua jisim maujud, menurut para muhaqqiq,
adalah bersifat alami. 'Arsy adalah yang pertama. Berkenaan dengan ini,
datang pengabaran-pengabaran syariat tentang masalah surga dan lainnya. Semua
penyingkapan {mukasyafah) orang orang yang sempurna menyaksikan kebenaran
hal itu. Adapun rahim sebagai bagian dari Ar-Rahman adalah karena rahmat
merupakan wujud itu sendiri. Yaitu, yang meliputi seuap sesuatu. Padahal
tidak ada sesuatu yang meliputi seuap sesuatu kecuali wujud. Wujud meliputi
setiap sesuatu hingga yang namanya ketiadaan ('adam). Dalam segi bahwa
hal itu ada di dalam pikiran dan adanya ketetapan bahwa ketiadaan adalah lawan
dari wujud yang dapat dipastikan, maka itu suatu jenis dari keberadaan
dan tertentukan dalam pikiran sebagaimana terpikirnya wujud yang dapat
dipastikan. Hanya saja, ada perbedaan di antara dua ketetapan ini. Ketetapan
wujud memiliki kepastian di dalam dirinya tanpa melihat ketetapannya di dalam
pikiran setiap yang berpikir, sedangkan ketetapan ketiadaan ('adam) tidak
memiliki kepastian dalam dirinya, selain dalam pemikiran orang-orang yang
berpikir.
Kemudian ketahuilah, bahwa karena rahmat merupakan suatu nama bagi wujud
maka Ar-Rahman merupakan nama bagi al-Haqq karena keberadaan-Nya sebagai wujud
itu sendiri.
Rahim sebagai dahan dari Ar-Rahman adalah karena segala maujud terbagi
ke dalam aspek lahir dan aspek batin. Jisim-jisim merupakan bentuk lahir dari
wujud. Sementara roh dan makna adalah pandangan batin dari wujud. Adapun 'Arsy
adalah maqam keterbagian. Maka pahamilah.
Rahim mengambil pinggang Ar-Rahman adalah karena Ar-Rahman yang merupakan
manifestasi wujud Rabbani mencakup alam arwah, makna, danjisim. Alam arwah
muncul di dalam wujud dan menempati tempat di atas alam jisim. Dari satu sisi,
ia memiliki derajat kausalitas (sababtyyah) dalam kaitannya dengan
rahim. Ia memiliki ketinggian. Ia berada di atas paruh pertama bentuk hadirat
Ilahiyyah. Karena itu, rahim tergantung pada 'Arsy, karena 'Arsy merupakan
yang pertama dari alam jisim dan yang meliputi seluruh bentuk lahir. Dengannya dibedakan
antara yang lahir dan yang batin. Sementara pinggang yang menjadi tempat ikatan
kain sarung merupakan permulaan paruh kedua yang rendah dan ditutup kain
sarung, yaitu alam tabiat, tempat penutupan al-Haqq dalam penampakkan yang
dikhususkan dengan tabiat, yaitu aurat. Karena itu, para malaikat yang
diperintahkan bersujud kepada Adam tidak mengetahuinya. Maka mereka lari dari
penciptaan alami Adam. Mereka mencacinya. Mereka memuji dirinya sendiri.
Berlindungnya rahim dari pemutusan adalah karena ia merasakan pembedaan
yang mengancamnya dari alam arwah dan hadirat nafas Rahmani yang merupakan
makam kedekatan rabbani yang sempurna. Maka ia merasa sakit karena menjadi jauh
setelah sebelumnya dekat. Ia takut pertolongan Tuhan akan terputus disebabkan
keterpisahan yang dirasakannya. Maka al-Haqq mengingatkan dalam jawaban-Nya
terhadap doanya untuk melanjutkan bentangan dan mengekalkan hubungan dalam hal
kesertaan dan cakupan zat Ihali. Dengan demikian ia menjadi senang, tenang, dan
bersuka hati dengan jawaban al-Haqq kepadanya atas apa yang dimintanya. Maka
teruslah ia mendoakan kebaikan bagi orang yang menghubungkannya dan mendoakan
kejelekan bagi orang yang memutuskannya.
Menghubungkannya adalah dengan mengetahui kedudukannya dan mengagungkan
kekuatannya. Karena, kalau tiada campuran yang dihasilkan dari
tonggak-tonggaknya, maka tidak akan muncul roh manusia dan tidak akan mampu ia
menggabungkan antara ilmu universal dan ilmu parsial. Bahkan, alam roh insani
membinasakan keuniversalan sebagaimana al-Haqq mengabarkan hal itu dengan
firmanNya, "Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan
tidak mengetahui sesuatu apa pun. " (QS. an-Nahl: 78) Maka dengan
penciptaan alami dan apa yang dititipkan al-Haqq di dalamnya berupa kekhususan,
kekuatan, dan alat alat, datang untuk manusia gabungan antara kekhususan, hukum-hukum, serta
kesempurnaan rohani dan tabiat. Dengan gabungan ini dia memohon untuk beroleh
martabat pemisahan (barzdkhiyyah) yang mencakup hukum-hukum wajib
al-wujud (Allah) dan imkdn (makhluk). Maka sempurnalah baginya
persamaan dan benarlah baginya penghadapan. Maka Dia muncul dalam bentuk
hadirat Uahiyyah dan yang benar-benar mengetahui segala yang lahir dan yang
badn. Maka pahamilah.
Ini adalah sebagian dari karakteristik hubungannya yang dapat disebutkan.
Adapun pemutusannya dikabarkan oleh al-Haqq. Allah memutuskan orang yang
memutuskan rahim. Yaitu orang yang meremehkan rahim dan tidak mengetahui
kedudukannya serta merendahkan haknya. Barangsiapa yang merendahkan dan
meremehkan haknya, maka dia telah merendahkan hak Allah dan tidak mengetahui
apa yang disimpan al-Haqq di dalamnya berupa kekhususan nama-nama di mana
rahim disandarkan dan diikatkan pada al-Haqq. Sehingga, jika tidak karena
kedudukannya yang tinggi di sisi al-Haqq, maka al-Haqq tidak akan
mengabarkannya ketika memberikan jawaban dengan firman-Nya,
"Barangsiapa yang
menghubungjkanmu, niscaya Aku menghbungkannya. Dan barangsiapa yang
memutuskanmu, niscaya Aku memutuskannya. "
Di antara penghinaan dan pemutusan adalah celaan para hakim mutaakhir
terhadapnya. Mereka menyifatinya dengan kegelapan dan kotor. Mereka berusaha
untuk bebas dari hukum-hukumnya dan terbebas dari sifat-sifataya. Kalau saja
mereka mengetahui bahwa itu dilarang dan bahwa setiap kesempurnaan didapat oleh
manusia setelah berpisah dengan penciptaan alami, maka itu termasuk hasil dan
buah dari persahabatan roh terhadap percampuran alami.
Setelah perpisahan itu, manusia hanya beralih dari bentuk-bentuk jasmani
(fisik) ke alam-alam yang merupakan manifestasi kelembutannya. Di dalam
alam-alam tersebut semua orang yang berbahagia dapat melihat al-Haqq
sebagaimana dijanjikan di dalam svariat. Dan dikabarkan bahwa hal itu merupakan
nikmat Allah yang paling besar bagi penghuni surga. Hakikat bergantungnya
kesaksian al-Haqq padanya adalah bagaimana hal itu boleh direndahkan. Hal
khusus dari ahli Allah adalah seperti orang-orang yang sempurna dan orang-orang
yang mendekati mereka. Jika mereka memperoleh kesaksian al-Haqq dan
mengetahui-Nya secara benar, maka mereka diberi kemudahan dengan bantuan
penciptaan alami ini hingga termanifestasi zat yang abadi dan tidak ada hijab
sesudahnya. Tidak ada lagi yang kekal bagi orang-orang sempurna selain-Nya.
Karena itu orang-orang yang sempurna sepakat bahwa barangsiapa yang tidak
memperoleh hal itu di dalam penciptaan alami ini, maka dia belum memperoleh
pemisahan. Hal itu ditunjukkan dengan sabda Rasulullah saw,
"Apabila anak Adam mati, terputuslah
amalannya,"[72]
dan sabdanya,
"Bagi sekelompok penghuni surga, Tuhan tidak
tertutup dan tidak terhijab mereka."[73]
Adapun tegak dan permohonannya adalah penghadapan dirinya dengan sifat
pengharapan kepada al-Haqq. Al-Haqq menamai penghadapan-Nya kepada makhluk
dengan bentangan yang tegak. Dia berfirman,
"Maka apakah Tuhan yang menjaga
setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya. " (QS. ar-Ra'd: 33)
Maka ketahuilah hal itu dan kajilah
apa yang telah saya jelaskan kepadamu di dalam penjelasan hadis ini yang
mencakup ilmu-ilmu yang tinggi dan rahasia-rahasia yang tersembunyi. Engkau
beruntung, insya Allah.
HADIS KEDUA PULUH SATU
Dari Ibn 'Abbas,[74]
dia berkata,
"Rasulullah saw bersabda, 'Pada suatu malam, utusan
dari Tuhanku datang kepadaku.'"[75]
Di dalam riwayat lain disebutkan,
"Aku melihat Tuhanku dalam rupa yang paling bagus. Dia berkata,
'Wahai Muhammad.' Aku jawab, 'Aku memenuhi seruan-Mu, wahai Tuhanku.' Dia
bertanya, 'Apakah engkau tahu apa yang dipertengkarkan oleh para penghuni alam
arwah (al-mala' al-a'la)? Aku
jawab, 'Aku tidak tahu.'" Nabi berkata selanjutnya, "Dia meletakkan
tangan-Nya di antara dua bahuku hingga aku rasakan dingin di antara dua
payudaraku. Maka aku tahu apa yang ada di langit dan yang ada di bumi. (Atau
beliau berkata, "... yang ada di antara tempat terbit dan tempat terbenam
matahari.") Dia bertanya lagi, 'Apakah engkau tahu apa yang
dipertengkarkan oleh para penghuni alam arwah?' Aku jawab, 'Ya, mengenai
kifarat, derajat, langkah kaki menuju salat berjamaah, membaguskan wudu di pagi
yang dingin yang tidak disukai, dan menunggu salat lain setelah menunaikan satu
salat. Barangsiapa yang menjaga semua itu, niscaya dia hidup dalam kebaikan dan
mati pun dalam kebaikan, dan dihapus dosa-dosanya seperti saat dia dilahirkan
ibunya.' Dia berkata, 'Wahai Muhammad.' Aku jawab, 'Aku memenuhi seruan-Mu.'
Dia berkata, Jika engkau telah menunaikan salat, ucapkanlah, 'Ya Allah, aku memohon
kepada-Mu agar bisa memperbuat kebaikan, meninggalkan kemungkaran, dan
mencintai orang-orang miskin. Apabila Engkau hendak menguji hamba-Mu, ambillah
aku kepada-Mu tanpa diuji." Selanjutnya Nabi berkata,
"Derajat-derajat itu adalah menyebarkan salam, memberi makan, dan salat
malam ketika manusia tertidur."[76]
Hadis ini diriwayatkan pula melalui sanad lain yang sahih juga. Yaitu, bahwa
Rasulullah saw bersabda, "Pada suatu malam saya bermimpi melihat Tuhanku
dalam rupa seorang anak muda yang belum tumbuh janggumya. Dia duduk di atas
sofa dari emas. Pada kepala-Nya terdapat mahkota dari emas. Pada kaki-Nya
terdapat sandal dari emas. Dia berkata kepadaku, 'Wahai Muhammad.' Aku jawab,
'Aku memenuhi seruan-Mu, wahai Tuhanku.' Dia bertanya, 'Apa yang dipertengkarkan
para penghuni alam arwah?' Aku jawab, 'Aku tidak tahu.' (Di dalam riwayat lain
disebutkan, 'Aku tahu, wahai Tuhanku'). Lalu Dia memukulkan tangan-Nya di
antara kedua bahuku. Aku rasakan dingin ujung-ujung jari-Nya di antara dua
payudaraku. Maka aku jadi tahu ilmu orang-orang terdahulu dan terkemudian.
Kemudian Dia berkata kepadaku, 'Wahai Muhammad, apa yang dipertengkarkan oleh
para penghuni alam arwah?'" Maka Rasulullah saw menjawab[77] seperti
yang disebutkan pada hadis pertama di atas.
Penyingkapan Rahasia dan
Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, bahwa hadis ini mencakup sejumlah ilmu Ilahi, rahasia-rahasia
mulia rabbani dan masalah-masalah asing yang tidak diketahui kecuali
oleh sedikit hamba Allah dan orang-orang yang didekatkan. Saya ingin
sekali—dengan izin Allah—mengingatkan para pengkaji hadis ini mengenai sejumlah
masalah utamanya agar orang-orang cerdas tahu bahwa mengetahui makna dan
kandungannya berupa ilmu dan rahasia adalah sulit selama belum mengetahui
masalah-mesalah tersebut. Saya katakan.Yang pertama adalah mengetahui apa
makna penampakan-diri ini? Dari kehadiran yang mana di antara kehadiran nama-nama-Nya
Dia muncul? Mengapa Dia muncul dalam rupa manusia padahal al-Haqq tersucikan
dari memiliki rupa? Mengapa penampakan-diri ini terjadi di dalam mimpi? Mengapa
ditanyakan tentang pertengkaran para penghuni alam arwah? Kelompok mana di
antara kelompok-kelompok penghuni alam arwah yang dimaksudkan di sini? Mengapa
mereka mempertengkarkan? Mengapa ada pukulan dengan tangan? Tangan mana yang
dipukulkan? Mengapa pukulan itu di antara dua bahu? Mengapa Rasulullah saw
merasakan dingin ujung-ujung jariNya di antara kedua payudaranya, lalu beliau
tahu? Apakah ujung-ujung jari itu? Apa jenis ilmu orang-orang terdahulu dan
terkemudian yang diperoleh dengan pukulan ini? Siapa orang-orang awal dan akhir
yang dimaksud di dalam hadis ini? Mengapa penghuni alam arwah mempertengkarkan
hal-hal tersebut (kifarat, membaguskan wudu di pagi yang dingin, banyak langkah
menuju mesjid untuk menunaikan salat, dan derajat-derajat). Mengapa
derajat-derajat itu di sini berarti menyebarkan salam, memberi makan, dan salat
malam ketika manusia sedang tidur? Apa hubungan perbuatan-perbuatan ini di
dalam hal ketaatan dengan perbuatan-perbuatan lain yang didekatkan? Ada berapa
tingkatan perbuatan yang disebut sebagai ketaatan itu? Apakah perbuatan itu
dan berapa bagian? Ada berapa martabat perbuatan yang disebut kemaksiatan yang perlu
diingkari? Apa hakikat kifarat dan pemberian kifarat? Apa rahasia doa lain yang
diperintahkan, yaitu, 'Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk memperbuat
kebajikan dan meninggalkan kemungkaran..."[78]
(dan seterusnya)? Saya akan jelaskan, insya Allah, sebagian yang saya
ketahui dari semua itu, yang saya rasakan di dalam dzawq, dan yang saya
telah lihat melalui penyingkapan (kasyf) sebelum mengetahui hadis ini,
dan juga ketika meneliti rahasia-rahasia hadis ini serta apa yang datang
kepadaku tentang ihwalnya setelah itu. Saya awali dengan menyebutkan rahasia
penampakkan-diri (tajalli) dan tema pokok hadis ini, mencakup pasal demi
pasal, dengan pertolongan dan kehendak Allah.
Ketahuilah, penampakan-diri ini muncul dan tampak dari kehadiran nama
ar-Rabb. Darinya muncul pensyariatan (tasyri’) dan penugasan {taklif).
Maqam-nya adalah maqam pemisah antara langit ketujuh dan al-Kursiy.
Maqam pemisah ini merupakan penengah antara maqamJibrd'ilias dan maqam
Mikd'ilias. Dari maqam ini, Jibril mengambil hukum-hukum syariat
yang disampaikan kepada para nabi. Sementara Mikail tidak turut campur di dalam
pemberian pertolongan universal tersebut. Ini berbeda dengan yang diriwayatkan
oleh Nabi saw dari Jibril dari Mikail. Mikail as dari Israfil as. Israfil dari
Allah 'Azza wa falla. Pengabaran-pengabaran tersebut berada di luar maqam
tasyri'dan taklif Barangsiapa mengikuti hadis-hadis tersebut dan meneliti
kandungannya, dia akan mengetahui kebenaran dzawq ini dan apa yang saya tunjukkan. Adapun wahyu
pensyariatan itu bersambung dari hadirat Tuhan kepada Jibril, dari Jibril
kepada para nabi dan para pengemban syariat as. Rahasia pemisah kehadiran ini
adalah bahwa pengabaran-pengabaran dari Tuhan dan dari Nabi sepakat tentang para
nabi dan rasul. Di dalam kitab mereka yang diturunkan dari sisi Allah
disebutkan bahwa langit tujuh adalah fisik yang bersifat unsur. Ia bisa
tercipta dan juga bisa rusak, berbeda dengan 'Arsy dan al-Kursiy. Sebab,
sifat fisik 'Arsy dan al-Kursiy adalah berdasarkan campuran yang lain.
Para muhaqqiq terkemuka, yang merupakan pewaris para nabi dan rasul,
sepakat bahwa hal itu melalui penyingkapan (kasyf) dan penyaksian {syukud)
yang benar. Tidak ada keraguan di dalamnya. Maka martabat nama ar-Rabb
dipahami berada pada pertengahan antara bentuk fisik yang bisa tercipta dan
bisa rusak seperti tujuh langit dan segala yang berada di bawahnya dengan
bentuk fisik yang tidak seperti itu karena ketinggiannya dari martabat fisik
yang bersifat unsur, walaupun ia tidak luput dari hukum alami universal. Engkau
tahu bahwa setiap pemisah ada di antara dua hal. Ia dapat diterima akal,
tetapi tidak tampak wujudnya, sebagaimana hal itu telah ditegaskan berulang
kali. Adapun tempat bergantung nama ar-Rabb itu dan cermin penampakan dirinya
adalah al-Bayt al-Ma'mur, sebagaimana disebutkan di dalam al-Fashsh
al-Isma'il [79] ketika mengingatkan sebagian rahasia maqam
Ibrahimi. Maka ingatlah hal itu. Karena itu saya katakan bahwa sebab
martabat nama ar-Rabb itu berada pada pertengahan dan disifati sebagai pemisah
adalah karena martabat ini merupakan penghimpun—sebagaimana yang telah saya
katakan—, antara sesuatu yang bisa tercipta dan rusak, dengan sesuatu yang
tidak memiliki potensi untuk itu. Maka pahamilah.
Rasulullah saw telah menyebutkan di dalam hadis-hadis tenung kiamat seperti
yang kami sebutkan di dalam sebuah hadis panjang yang di dalamnya disebutkan,
"Langit-langit dilipat. Setiap satu langit dilipat, para malaikat turun ke
langit itu. Mereka berbaris dalam satu barisan. Maka penghuni mahsyar menemui
mereka, dan bertanya kepada mereka. Mereka berkata, 'Apakah ada Tuhan kami di
tengah-tengah kalian?' Para malaikat menjawab, 'Tidak ada. Itu Dia datang.'
Demikianlah hingga para malaikat turun lagi ke langit ketujuh. Sejumlah besar
malaikat tinggal di langit. Maka penghuni mahsyar bertanya kepada mereka.
Mereka berkata, 'Apakah ada Tuhan kami di tengah-tengah kalian?' Para malaikat
menjawab, 'Ya, ada. Mahasuci Tuhan kami.'"[80]
(Hadis). Hadis ini disampaikan melalui berbagai riwayat. Semua riwayat
itu dapat dipastikan. Riwayat ini merupakan salah satu saja dari
riwayat-riwayat yang semakna. Saya tidak mengurangi sedikit pun kecuali
beberapa kata pada awal hadis yang saya nukil maknanya. Adapun hadis lain yang
menunjukkan ihwal nama ar-Rabb dan kehadiran kemunculannya, saya sampaikan
menurut lafal dan maknanya. Hal itu dimaksudkan agar diketahui kebenaran
pendapat beberapa muhaqqiq bahwa ilmu kami ini didukung al-Kitab dan
sunah. Jika engkau memahami penjelasan ini, niscaya engkau tahu rahasia
pemisahan ini, dan tahu bahwa ia adalah tempat-tempat tinggi (al-araf) dan
pagar-pagar di antara surga dan neraka. Karena, apabila langit terbelah dan
berwarna merah muda, ia menyatu dan sebagiannya tidak bisa dibedakan dari
sebagian yang lain. Maka seluruhnya dan segala lapisan yang berada di bawahnya
menjadi Jahanam. Karena surga berada pada tataran al-Kursiy, atap surga
itu 'Arsy—sebagaimana dikabarkan Rasulullah saw—, dan batas Jahanam adalah
dari bagian dalam al-Kursiy hingga pusatnya, maka mesti tempat-tempat
tinggi yang disebut pagar-pagar itu adalah al-Kursiy itu sendiri. Ia
adalah penampakan dari pemisahan yang saya katakan, "Ia adalah maqam nama
ar-Rabb dan penampakannya." Apabila engkau mengetahui pemisahan dan
penengahan ini, niscaya engkau tahu bahwa itulah yang dimaksud melihat
penampakan-diri ini di dalam mimpi. Alam mimpi adalah dari alam pemisahan, dan gambaran-gambaran
yang terlihat di dalam mimpi adalah permisalan dari segala hakikat yang
tersendiri, penampakan-penampakannya, dan hijab-hijab terhadapnya. Demikianlah
Rasulullah saw mengabarkan tentang pengungkapan-diri yang dilihat penghuni
surga. Beliau bersabda mengenai al-Haqq dan tentang penghuni surga, "Tidak
ada hijab di antara Dia dan mereka selain Urai kebesaran pada wajah-Nya di
surga 'Adn." [81]Beliau menjelaskan bahwa bentuk-bentuk yang
terlihat itu merupakan hijab terhadap hakikat dan mazhhar-nya. Maka
pahamilah.
Berikutnya tentang rahasia pengungkapan-diri al-Haqq dalam rupa manusia.
Karena hakikat kemanusiaan merupakan hakikat yang paling sempurna, maka
bentuknya merupakan lembaran yang dihasilkan dari kehadiran Ilahi yang
mencakup seluruh asma dan sifat dan dari martabat mungkin (imkdri) yang
meliputi seluruh mumkinat, maka penampakan-diri al-Haqq dalam rupa
manusia adalah untuk mengenalkan kepada Nabi saw dan kepada siapa saja yang
Dia kehendaki di antara hamba-hamba pilihan-Nya bahwa syariat setiap nabi
merupakan satu bagian tertentu dari kemudakan syariat yang dicakup oleh
kehadiran Tuhan. Selain itu, mengenalkan bahwa syariat Muhammad saw mencakup
seluruh syariat dan meliputi seluruh dzawq-nya.. Maka al-Haqq
menampakkan diri kepadanya dalam bentuk rububiyyah secara sempurna. Hal
itu merupakan salah satu tanda berakhirnya risalah dan pensyariatan.
Orang-orang terdahulu (al-aiuwalun) dan orang-orang terkemudian (al-akhirun), yang ilmunya siperoleh Nabi saw, adalah para
rasul yang mengemban syariat dan orang-orang sempurna dari generasi berikutnya.
Mereka mengambil dari Allah SWT dengan perantaraan perbuatan-perbuatan
yang didekatkan yang terkandung di dalam syariat Nabi saw. Ini berbeda dengan yang
mereka ambil dari Allah tanpa perantara, karena bagi siapa pun udak ada jalan
masuk ke dalamnya.
Sofa merupakan penampakan (gambaran) kehadiran dan martabatnya. Mahkota
merupakan penampakan kemuliaan dan kekuasaan rububiyyah. Sedangkan dua
sandal adalah penampakan perintah dan larangan-Nya.
Rahasia pukulan di antara dua bahu adalah karena punggung merupakan
penampakan alam gaib. Di sini, ia merupakan isyarat bagi pemberian pengaruh
al-Haqq, di mana kegaiban zat-Nya di balik hijab merupakan penampakan bentuk
yang telah saya jelaskan, bahwa tidak ada pengaruh bagi sesuatu yang muncul di
dalam hal kemunculannya. Ketika disaksikan darinya pengaruh, maka hal itu
semata-mata perkara batin yang ada padanya atau darinya. Pahamilah prinsip ini,
Saya telah bentangkan kepada peng-kaji suatu ilmu yang agung.
Adapun rahasia ujung-ujung jari adalah bahwa itu merupakan penampakan
induk nama-nama yang merupakan kunci-kunci gaib dan penetapan hukum-hukum
syariat yang menjadi landasan rukun-rukun Islam, rukun-rukun iman, dan
hukum-hukum lahir, yaitu halal, haram, makruh, sunah, dan salat lima waktu.
Rujukan dan pangkalnya adalah lima kehadiran Ilahi yang merupakan prinsip dan
induk bagi seluruh kehadiran. Di atasnya terdapat induk nama-nama yang oleh
guruku[82] ra dinamakan
"kunci-kunci sekunder".
Mengenai lima kehadiran itu, maka kehadiran kegaiban mencakup nama-nama,
sifat-sifat, dan makna-makna serta maklumat-maklumat lain yang tercakup oleh
ilmu al-Haqq. Kebalikan dari kehadiran ini adalah kehadiran terindra yang
dinamakan alam nyata ('alam asy-syahddah). Di antara dua tepi ini
terdapat kehadiran pertengahan, yaitu sejumlah hal yang dikhususkan bagi
manusia sempurna. Di antara pertengahan ini dan ilmu gaib terdapat kehadiran
yang hubungannya dengan alam gaib lebih kuat dan lebih sempurna. Itu adalah
yang disebut dengan alam arwah. Dan di antara pertengahan dan alam nyata atau
alam terindera terdapat kehadiran yang hubungannya dengan alam nyata lebih
kuat. Itu adalah kehadiran khayal.
Semua kehadiran dan martabat eksistensi itu yang di-nisbahkan kepada
al-Haqq dan kepada alam melalui pengkhususan dan persekutuan, mengikuti lima
kehadiran ini. Maka pahamilah.
Mengenai "kunci-kunci sekunder", akan segera kami jelaskan, insya
Allah, pada saat saya membahas rahasia tangan yang menghasilkan pukulan. Saya
katakan:
Tangan yang menghasilkan pukulan adalah tangan yang merupakan bagian dari
tangan-tangan rabbani. Ketahuilah, bahwa itu merupakan satu dari dua
tangan yang dengannya diciptakan Adam. Ia disebut dengan genggaman dalam
firman-Nya, "Dan bumi seluruhnya Engkau genggam dengan tangan kiri,
" dalam hadis yang disepakati kesahihannya. Karena itu, Allah SWT
berfirman dalam ayat itu: Langit-langit dilipat dengan tangan kanan-Nya. Apa
yang diriwayatkan bahwa kedua tangan-Nya adalah kanan yang mengandung berkah,
maka itu sahih secara adab dan pembukuan. Namun hal iui adalah di dalam
penisbahan kedua tangan itu kepada-Nya, bukan dalam hal pengaruh keduanya
terhadap apa yang tercipta dari keduanya. Maka yang digenggam dengan genggaman
yang dinamakan dengan tangan kiri itu adalah alam unsur serta segala yang
tersusun dan dihasilkan darinya, termasuk rupa unsur Adam. Itu merupakan hasil
genggaman tersebut dan muncul dengan sifatnya. Berbeda dengan rupa Adam dari
sisi lainnya yang berada di luar pencip-taannya yang bersifat unsur, yakni
rohani dan mazhhar-nya di alam-alam yang lain. Maka hal itu dinisbahkan
kepada tangan kanan al-Haqq, sebagaimana dikabarkan oleh Nabi saw tentang hal
itu, "Ketika al-Haqq membaguskannya, sementara kedua tangan-Nya
tergenggam. Dia berkata kepadanya, 'Pilihlah mana di antara keduanya yang
engkau sukai.' Adam menjawab, 'Aku memilih tangan kanan Tuhanku, dan kedua
tangan Tuhanku adalah kanan yang mengandung berkah.' Maka Dia
membukanya. [83]
Ternyata Adam dan keturunannya ada
di dalamnya, maka Adam keluar dari satu tangan. Dia dibaguskan dan
memilih."
Adam bersama keturunannya berada pada tangan itu ketika terbuka. Dia dalam
hal keberadaannya di luar tangan memiliki satu hukum. Sementara dalam hal pilihan
dan keberadaannya pada tangan kanan yang dipilih dia memiliki hukum yang lain.
Maka perhatikanlah apa yang saya dengar menurut isyarat-isyarat yang
ditampakkan kepadamu, niscaya engkau melihat ketakjuban itu.
Karena yang digenggam dengan genggaman tersebut adalah alam unsur,
sebagaimana yang kami katakan, dan juga ada yang dikuasai oleh kekotoran,
kegelapan, dan kepadatan, maka Allah SWT menisbahkan orang-orang sengsara
dengan hal tersebut. Sebab, yang menguasai orang-orang sengsara adalah susunan khusus
dan ketebalan, sebagaimana ditunjukkan oleh Rasulullah saw dengan sabdanya,
"Tebalnya kulit orang kafir pada hari kiamat sejauh
perjalanan tiga hari."[84]
Selain itu, al-Haqq mengingatkan hal itu dengan firman-Nya,
"Sekali-kali jangan curang,
karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka tersimpan di dalam sijjin. " (QS.
al-Muthaffifin: 7)
Itu adalah alam terendah yang dinisbahkan pada tangan yang disebut
genggaman dan juga tangan kiri. Allah pun berfirman mengenai ashhab al-yamin,
"Sekali-kali tidak,
sesungguhnya kitab orang-orang yang berbakti itu (tersimpan) di dalam 'Illivyin. " (QS.
al-Muthaffifin: 18)
Ini adalah seperti firman-Nya,
"Dan langit-langit itu dilipat
dengan tangan kanan-Nya."
Rahasia dalam hal orang-orang herbaku dan kitab mereka berada di 'Illiyyin
adalah bahwa bagian-bagian penciptaan mereka yang tebal, dan kekuatan fisik
mereka mengkristal, menjadi bersih, dan berubah dengan pengkudusan dan
penyucian yang diperoleh dengan ilmu, amal, penghiasan dengan sifat-sifat
terpuji, akhlak yang disunahkan dalam hal kekuatan dan sifat-sifat malaikat
yang teguh dan suci bagi jiwa-jiwa mereka yang tenang. Sebagaimana hal itu
dikabarkan oleh al-Haqq dengan firman-Nya dalam menjelaskan ihwal jiwa,
"Sesungguhnya beruntunglah
orang yang menyucikan jiwa itu. " (QS. asy-Syams: 9)
Selain itu, Rasulullah saw pun mengisyaratkannya dengan ucapan dalam
doanya,
"Ya Allah, datangkan pada diriku ketakwaannya dan
sucikanlah ia. Engkau adalah sebaik-baik Yang menyucikannya.[85]"
Keadaan orang-orang yang sengsara adalah sebaliknya. Kekuatan dan
sifat-sifat rohani mereka hancur di dalam kekuatan fisiknya dan musnah
substansinya. Seakan-akan semua itu berubah, lalu menjadi tebal. Tidak
diragukan, ketika Allah menggabungkan bagian-bagian yang terpisah dari badan
dan penciptaan fisik mereka serta yang tercelup dengan keyakinan,
prasangkajelek, perbuatan yang buruk, dan akhlak mereka yang tercela ketika
selama beberapa tahun mereka berada di dalam penciptaan dan dunia ini, lalu
al-Haqq menyusunnya dalam ciptaan kulit ari, maka darinya dihasilkan tuntutan
agar tebalnya kulit salah seorang dari mereka adalah sejauh perjalanan uga
hari. Hal ini kebalikan dari apa yang saya jelaskan mengenai orang-orang yang
berbaku.
Karena itu, disampaikan ihwal penciptaan surga, bahwa para penghuninya
muncul pada satu waktu di beberapa istana dengan bersenang-senang dalam setiap
kelompok dari keluarga mereka. Mereka berubah dalam rupa yang mereka inginkan.
Tidaklah hal ini melainkan karena apa yang saya sebutkan, yaitu menggunakan
bagian-bagian ciptaan mereka dalam jawhar-nya yang lembut, mencelupnya
dengan sifat-sifatnya, dan unggulnya jiwa dan kekuatan rohani mereka atas
kekuatan jasmani mereka. Maka mereka menjadi seperu malaikat yang muncul dalam
rupa yang mereka kehendaki. Apabila engkau memahami apa yang saya jelaskan,
niscaya engkau tahu, walau dari sebagian aspek, bahwa rupa dan gambaran yang
dinisbahkan pada roh dan makna itu, merupakan tabir terhadap orang-orang yang
memunculkannya, bukan esensi hakikat mereka, sebagaimana telah dijelaskan.
Terutama tentang al-Haqq yang dikabarkan di dalam hadis sahih,
"Dia tampak pada hari kiamat
dalam berbagai rupa. Dia berubah dari bentuk yang paling rendah ke bentuk yang
paling tinggi."[86]
Dan sebaliknya. Hal itu karena kemunculannya berdasarkan tanda-tanda yang
ada antara Dia dan hamba-hamba-Nya yang merupakan ungkapan dari dugaan
keyakinan mereka terhadap-Nya, sebagaimana Dia berfirman,
"Aku sesuai prasangka hambaKu
kepada-Ku." [87] (Hadis).
Karena, hal itu termasuk tuntutan sunah-Nya, ilmu-Nya, dan hikmah-Nya.
Di sini terdapat rahasia agung yang menentukan apa yang telah disebutkan.
Yaitu, bahwa setiap yang ada pada zat-Nya, dalam hal zat-Nya adalah terlepas
dari berbagai sifat pengikatan. Kemunculan dan penampakan-Nya dalam hakikat seuap yang tampak,
martabat, dan alam, hanyalah terjadi karena dapat diterimanya hal yang tampak
dan yang terlihat yang menuntut kemunculan-Nya padanya. Maka perhatikanlah
prinsip ini dan hadirkanlah, niscaya engkau selamat dari jurang tasybih dan
tanzih keraguan dan penyucian yang mengikat akal yang lemah. Dari
kotoran penye-rupaan seperti ini engkau lihat terdapat susu murni yang
disajikan kepada para peminum. Jika engkau minum darinya, maka engkau lihat
bahwa al-Haqq adalah
"Dialah Yang Mahaawal,
Mahaakhir, Mahalahir dan Mahabatin, dan Dia Maha mengetahui segala
sesuatu", (QS. al-Hadid: 3)
dengan Ilmu-Nya, zat-Nya,
dan keesaan-Nya. Dia pun tahu setiap sesuatu dengan sesuatu yang lain, di mana
keberbilangan kaitan ilmu-Nya dengan ihwal segala sesuatu adalah berdasarkan
segala sesuatu itu. Maka bagi-Nya awal dan akhir segala perkara, serta batinnya
yang bersifat garis besar. Sedangkan lahir-Nya bukan selain-Nya. Saya telah
jelaskan, dengan pertolongan Allah, bahwa tangan yang menghasilkan pukulan
adalah tangan mana saja. Saya telah ingatkan hukum-hukumnya karena
keberadaannya sebagai genggaman. Saya telah menunjukkan pengaruh-pengaruhnya,
apa yang digenggam, dan apa yang dikhususkan dengan tangan yang lain. Saya pun
telah mengingatkan perbedaan di antara pengaruh keduanya. Maka kini hendaklah
kita ingat, dengan pertolongan dan kehendak Allah, apa yang saya mampu sebutkan
dari rahasia-rahasia yang lain dari tangan ini, rahasia ujung-ujungjari,
penampakan pemisahan dalam mimpi, dan hal lain yang terkandung di dalam hadis
yang komprehensif ini dengan sejumlah induk ilmu, amal, dan sebagainya yang
akan dijelaskan, insya Allah.
Di atas saya telah jelaskan bahwa rupa dan penampakan adalah hijab atas
hakikat yang dinisbahkan kepadanya, dan bahwa pengaruh-pengaruh hakikat itu
tersembunyi di balik penampakan tersebut. Maka rupa tangan dan ujung jari merupakan hijab atas
hakikat nama-nama Ilahi yang memberikan pengaruh. Tangan yang disucikan ini
dan tangan yang lain memiliki pasal dan pokok. Pasalnya ada empat belas.
Pokoknya ada lima yang lahir dan lima yang batin. Batin pasal-pasal ini adalah
hakikat huruf yang dua puluh delapan jumlahnya. Huruf-huruf itu terdiri dari
dua bagian yang sama. Empat belas huruf bertitik, sementara empat belas huruf
lainnya tidak bertitik. Penampakannya termasuk induk bentuk-bentuk alam yang
dikhususkan dengan tangan kanan al-Haqq, yaitu dua puluh delapan tempat. Yang
tampak darinya hanya empat belas. Sementara yang batin ada empat belas pula.
Maka ingadah apa yang saya jelaskan berupa rahasia penampakan dan ketertutupan,
serta rahasia pengaruh hakikat dari baliknya dalam kegaiban. Pahamilah
kesesuaian antara tangan yang dikhususkan dengan bentuk manusia yang tampak,
dari sisi bentuknya dengan sifat genggaman dan dari segi batinnya dengan
sifat-sifat tangan yang lain, yaitu tangan kanan. Perhatikanlah persendian yang
engkau dapatkan tidak lebih dari 28 buah.
Prinsip-prinsip yang penampakannya adalah jari-jemari ada lima prinsip yang
memiliki derajat berlainan. Yang paling tinggi dan paling mencakup adalah
cakupan pengetahuan (al-hithah), yaitu ilmu, dan itu merupakan prinsip
pertengahan. Di sebelah kanannya terdapat dua prinsip, yaitu hidup (al-haydh)
dan kekuasaan (al-qudrah). Di sebelah kirinya terdapat dua prinsip
juga, yaitu kehendak (al-hddah) dan kalam (al-qawt). Setiap
prinsip memiliki tiga pasal, kecuali prinsip al-qudrah yang memiliki dua
persendian khusus. Gugur darinya pasal ketiga karena dua rahasia yang agung.
Salah satunya adalah bahwa masing-masing dari yang empat itu hubungannya umum,
berbeda dengan al-qudrah. Sebab, ia merupakan sesuatu yang tercegah oleh
hukum yang tidak mutiak. Karena, hukumnya tidak berkaitan kecuali dengan mumkin.
Maka pelaksanaannya tidak umum dan termasuk pembuka pintu pemahaman terhadap
sesuatu yang saya tunjukkan mengikuti huruf law. Hal itu disebutkan di
dalam al-Kitab dan sunah. Ia adalah huruf penolakan yang menunjukkan pada
kemustahilan terjadinya sesuatu yang sebutannya dihubungkan padanya. Jadi ia
tempat pengilhaman. Rahasia lain adalah bahwa tatacara hubungan kekuasaan (al-qudrah)
dan yang dikuasai tidaklah jelas. Keadaannya merupakan permulaan penciptaan
yang sangat samar. Karena, penampakan-diri yang bersifat eksistensi yang membentangkan
cahaya kepada segenap mumkinat (segala yang bersifat mungkin) yang
meliputi dirinya di dalam kegelapan kemungkinan adalah terjadi dengan
sendirinya. Dan mumkinat itu, dalam hal hakikatnya yang tampak pada
ilmu al-Haqq tidaklah disifati dengan penciptaan, sebagaimana saya telah
jelaskan hal itu tidak pada satu tempat dalam pembahasanku. Maka tidak
dipaliami adanya pengaruh kekuasaan (al-qudrah) kecuali menyertakan
eksistensi yang dilimpahkan dengan mumkinat Pada selain orang-orang
sempurna dari ahli Allah tergambar bahwa penyertaan itu adalah gerakan yang
menyebabkan hubungan {al-itUshat). Tidak ada gerakan yang dibayangkan
pada makna dan hakikat yang sederhana. Selain itu, penyertaan itu adalah hubungan,
bukan sesuatu yang bersifat eksistensi. Ketika itu yang diperoleh orang yang
menujukan pandangan pada makna adalah pengaruh al-qudrah. Maka
barangsiapa yang menggunakan nalar dan memperhatikan, niscaya dia mengetahui
aspek ini. Tidak diragukan lagi ini adalah maqam ibu jari.
Ibu jari yang merupakan penampakan kekuasaan {al-gudrah) memiliki
dua persendian karena ketiadaan keumuman hukumnya dan karena kesamaran
penegasan pengaruhnya. Maka penamaannya sesuai dengan nama ini. Ini disertai
sulitnya untuk dituturkan bahwa pengaruh al-qudrah bukanlah sesuatu yang
bersifat eksistensi. Melainkan hal itu merupakan hasil dari pemberian
pengaruh-Nya sebagai suatu hubungan, tiada lain. Maka kajilah apa yang saya
jelaskan kepadamu, niscaya engkau tahu bahwa tidak ada bagian dari
bentuk-bentuk eksistensi, baik yang tinggi maupun yang rendah, kecuali
berkaitan dengan al-Haqq dan bersandarkan kepada-Nya melalui pengungkapan
dengan nama dan sifat. Jika engkau naik sedikit, maka engkau memahami rahasia
peniruan bentuk-bentuk yang tampak bagi hakikat-hakikat yang gaib,
kemunculannya dengan rupa yang sesuai, dan benarnya peniruan itu. Jika engkau
naik lagi, niscaya engkau tahu rahasia al-Haqq yang tampak pada berbagai
penampakan serta rahasia tanzih dan tasybih. Diketahui mana yang
benar dan mana yang tidak benar dari keduanya. Engkau telah memperhatikan pula
makna sabdanya,
"Sesungguhnya Allah menciptakan
Adam atas rupa-Nya" [88]
dengan tetap berlakunya hukum:
"Tidak ada sesuatu pun yang
menyerupai-Nya".
Maka pahamilah.
Saya telah bentangkan kepada pengkaji yang menelaah pembahasan ini, bahwa
jika dia dibebaskan kebutaannya, maka dia memperoleh banyak ilmu, serta
rahasia-rahasia rabbani dan rahasia alam yang tidak dapat didengar dan
dirumuskan dalam tulisan-tulisan dalam lingkup keilmuan. Hanya Allah saja yang
memberi petunjuk.
Kemudian, ketahuilah bahwa ketika saya merasa harus menyebutkan kandungan
hadis ini, dan melihat ilmu dan rahasia, saya jelaskan rahasia
pengungkapan-diri tersebut, serta prinsip dan martabat pemisahannya untuk
mengetahui kehadiran mana yang muncul dan tampak. Mengapa muncul dalam rupa
manusia dan di dalam mimpi. Saya tunjukkan rahasia pukulan di antara kedua
bahu. Saya telah jelaskan bahwa tangan yang digunakan memukul adalah tangan
mana saja. Saya juga telah menyebutkan rahasia dua tangan, karakteristik
masing-masing, apa yang dimunculkannya, apa yang digenggam masing-masing, serta
rahasia genggaman dan ujung jari. Saya jelaskan bahwa ujung jari merupakan penampakan
sifat-sifat rabbani dan nama-nama yang mana saja. Saya munculkan
kesesuaian antara hukum-hukum dan pengaruh hakikat dengan penampakannya. Saya
tunjukkan bahwa apa yang dipahami orang cerdas membuka rahasia analogi hakikat
manusia pada maqam wajib dan maqam mungkin serta cakupan
keduanya. Bagaimana hal itu menunjukkan rahasia sabdanya,
"Sesungguhnya Allah menciptakan
Adam dalam rupa-Nya."
Saya sebutkan pasal-pasal (persendian) serta tangan dan penyandarannya pada
hakikat huruf-huruf Ilahi dan penampakannya dalam tangan kanan dan tangan kiri.
Selain itu, saya sebutkan prinsip-prinsipnya yang merupakan induk asma Tuhan
tempat bergantung penciptaan. Itu adalah kunci-kunci sekunder. Sementara
kunci-kunci primer adalah kunci-kunci kegaiban adz-Dzat. Itu adalah
nama-nama adz-Dzat. Itu adalah nama-nama al-Haqq dalam hal zat-Nya yang
tidak diketahui kecuali oleh orang-orang sempurna. Secara umum saya telah menyebutkannya
ketika membahas rahasia-rahasia nama teragung. Karena itu, saya tidak akan
mengulang menyebutkan hal itu di sini. Saya bentangkan di dalam penjelasan
ilmu-ilmu yang lain dan rahasia-rahasia tambahan yang dikandung hadis ini. Maka
sepantasnya saya menyempurnakan apa yang saya gariskan. Saya harus menjelaskan
rahasia-rahasia mimpi ini.
Rahasia dirasakannya dingin ujung-ujung jari di antara kedua payudara itu
menunjukkan salju keyakinan dengan diperolehnya ilmu yang nyata. Sementara
rahasia kekhususannya dengan dada adalah karena dada merupakan tempat turunnya
pensyariatan. Karena, kalbu Rasulullah saw adalah tempat kebenaran di mana
tidak ada yang lain di dalamnya, dan memunculkan lembaran alam. Dada adalah
tempat penampakan syariat dan risalah-Nya. Karena, rasul adalah perantara
antara sumber risalah (al-mursii) dan umat yang menerima risalah.
Sementara syariat adalah hukum yang memperantarai antara hakim, yaitu al-Haqq
dan yang di hukumi. Karena itu, al-Haqq menjadikan dada sebagai tempat ujian yang
merupakan cobaan. Allah SWT hanya menguji hamba-hamba-Nya dengan apa yang
disyariatkan kepada mereka. Dengan hal tersebut, muncul orang yang tunduk dan
taat dan orang yang berbuat maksiat. Maka dua genggaman itu menjadi berbeda.
Hal itu ditunjukkan dengan firman-Nya,
"Dan Allah [berbuat demikian] untuk menguji apa yang ada di dalam
dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada di dalam hatimu. " (QS. Ali 'Imran: 154)
Membersihkan adalah menyucikan. Membersihkan emas adalah menyucikannya
dari kotoran agar menjadi bening. Maka ia layak menjadi tempat kebenaran
seperti difirmankan-Nya kepada Dawud as,
"Wahai Dawud, kosongkanlah
untuk-Ku sebuah rumah untuk Aku tinggali."
Jika penyucian hati itu tidak sempurna sehingga tidak pantas untuk menjadi
tempat al-Haqq, maka setidaknya harus bisa menjadi tempat bagi sesuatu yang
bersumber dari-Nya berupa ilmu dan pengilhaman yang mendorong ketaatan,
kedekatan, kecintaan, kehadiran, ketakutan, dan mencari keridaan Allah SWT.
Maka dada yang dikhususkan menjadi perumpamaan, yang dipukul dengan tangan,
adalah seperti bentuk pengungkapan-diri yang dinisbahkan kepada kehadiran nama
ar-Rabb. Maka pahamilah.
Lalu mengenai rahasia mengapa muncul pertanyaan tentang pertengkaran para
penghuni alam arwah dan sebabnya, dan kelompok mana dari penghuni alam arwah
itu yang dimaksudkan di sini. Sesungguhnya, sudah jelas bagi orang berpikir (uli
al-albdb) bahwa tidak semua penghuni alam arwah bertengkar dalam hal-hal
seperti ini menurut apa yang akan engkau pahami, insya Allah. Maka ketahuilah,
bahwa sebab pertanyaan ini adalah bahwa kehadiran nama ar-Rabb tersebut,
ketika terjadi pemisahan antara alam unsur yang batas tertingginya adalah Sidrah
al-Muntahd dengan alam al-Kursiy yang mulia dan 'Arsy yang agung,
merupakan penggabung dari segi sifat dan hukum di antara dua hai yang
bertentangan itu. Sebagian muhaqqiq menamai masing-masing ini dengan Manzil
al-Mutasydbihdt.
Mutasyabih adalah pertengahan antara dua ujungnya. Ia mempunyai hubungan dengan
masing-masing dari keduanya, dan bersamanya ada persekutuan secara relatif.
Walaupun penisbahannya pada salah satu dari dua tepi ini lebih kuat, karena
menurut pen-tahqiq-a.n mustahil ada kesamaan yang sempurna pada mutasydbihat
seperu ini, namun mengetahui kecenderungan itu tercegah bagi kebanyakan
manusia. Demikianlah ihwal perbuatan manusia. Karena itu, tidak pelak lagi,
perbuatan-perbuatan itu bercampur dengan karakteristik kekuatan-kekuatan tubuh
alami (jasmani) dan karakteristik kekuatan-kekuatan rohani mereka. Dan juga
terwarnai dengan hukum-hukum ilmu atau keyakinan dan pandangan mereka, yang
benar dan yang salah. Serta kaitan-kaitan keinginan mereka yang mengikuti
tingkatan-tingkatan roh asal mereka yang merupakan tujuan mereka di mana saja
di dua tempat yang mereka tinggali. Hal itu ditunjukkan dengan sabda
Rasulullah saw di dalam hadis sahih, "Masing-masing kalian ditunjukkan ke
tempat tinggalnya di surga. Dari situ ditunjukkan ke tempatnya di dunia."[89] Itu
terjadi karena esensi dan sifat-sifat penyempurna tertarik ke maqam tujuannya.
Kemudian, ketahuilah bahwa karena yang menguasai perbuatan kebanyakan orang
adalah karakteristik tubuh alami (jasmani), maka disebutkan di dalam syariat
mengenai Sidrak al-Muntahd bahwa padanya berakhir perbuatan-perbuatan
anak Adam, karena penyingkapan para muhaqqiq sesuai dengan kabar-kabar
yang diberitakan oleh Tuhan dan Nabi bahwa Sidrah al-Muntahd adalah
akhir alam unsur, sebagaimana saya tunjukkan sebelum ini. Sebagian muhaqqiq
menamainya dengan unsur anasir. Perbuatan-perbuatan fisik merupakan cabang
dari susunan tubuh alami. Cabang itu tidak melewati asalnya, dan bagian tidak
melampaui keseluruhannya, bahkan tertarik dengan sendirinya padanya agar
berhubungan dengannya. Jika ini jelas bagimu, niscaya engkau tahu bahwa
martabat perbuatan-perbuatan dan sidrah al-muntahd-nya. adalah banyak.
Maka rahasia sebab pertengkaran penghuni alam arwah sama dengan bentuk-bentuk
perbuatan yang berhubungan dengan badan yang tersusun dari unsur-unsur. Ia
memiliki hubungan dengan roh yang siap menerima percampuran dan tindakan. Penghuni
alam arwah yang dimaksudkan di sini adalah mereka yang menegaskan bentuk-bentuk
perbuatan di beberapa sidrah al-muntahd dan para malaikat di alam dunia
yang mengawasi kita siang dan malam. Merekalah yang dikabarkan Nabi saw dengan
sabdanya,
"Para malaikat itu mengawasi
kalian siang dan malam. Mereka berkumpul pada waktu salat Subuh dan salat
Ashar."[90]
Mereka adalah para penulis yang mulia, yang mengangkat amalan-amalan hamba
untuk dipersembahkan kepada Tuhan Yang Mahaagung dan Mahatinggi. Mereka
mengangkat bentuk-bentuk amalan dari para pelakunya. Pada awal martabat
penegasannya terdapat banyak pendahuluan yang diketahui ahli dzawq dan kasyf.
Mereka, yakni para malaikat, juga bergabung dengan penghuni alam arwah
dalam perdebatan untuk memastikan amalan-amalan yang diangkat ke Sidrah
al-Muntahd, apakah dipastikan pada martabat amalan jasmani atau pada martabat
amalan rohani. Kekeliruan itu terjadi akibat percampuran yang berkaitan dengan
karakteristik susunan tubuh, kekuatan rohani, ilmu, kaitan-kaitan keinginan,
dan semua yang telah dijelaskan di atas.
Karena itu, di dalam kisah ini disebutkan tentang mem-baguskan wudu di pagi
yang dingin dan sebagainya. Karena, membaguskan wudu tersebut merupakan perbuatan
fisik dalam hal bentuknya, padahal tidak sesuai bagi tubuh itu dan
memberatkannya. Yang mendorong untuk melakukannya adalah roh. Maka dari segi
otentisitas (ashdlah) perbuatan itu adalah rohani, dan dari segi bentuk
adalah perbuatan fisik (jasmani). Maka ia muncul sebagai kesamaran yang
memiliki dua aspek. Haruslah diketahui yang lebih kuat dari dua hubungan itu
dengan salah satu sisi, yakni sisi rohani dan sisi fisik (jasmani). Ketika itu
tampaklah martabat perbuatan tersebut dan di mana dipastikannya. Karena,
percampuran-percampuran yang terdapat dalam bentuk perbuatan di antara kekuatan
jasmani dan kekuatan rohani terjadi dalam berbagai bentuk yang memunculkan
bentuk-bentuk di alam lebih tinggi. Perbuatan-perbuatan itu diangkat dan
ditetapkan oleh para malaikat yang memelihara sidrah tempat berakhirnya
perbuatan dari sidrah al-muntaha yang lain. Hal itu, seperti yang saya
telah jelaskan, banyak jumlahnya. Yang hukumnya paling umum adalah sidrah
al-muntaha yang merupakan sumber syariat dan tempat pertama dari
tempat-tempat perbuatan yang disyariatkan.
Sebagian perbuatan melewati sidrah menuju surga. Sementara sebagian
lainnya menuju 'Arsy. Ibadah individual dan setiap perbuatan yang dikuasai
sifat-sifat dan kekuatan rohani apabila dibarengi ilmu atau keyakinan, atau
yang dihasilkan dari pandangan yang benar yang dilakukan dengan kehadiran kalbu
dan ketulusan, maka perbuatan itu melewati 'Arsy menuju alam arwah. Perbuatan
itu tersimpan di situ untuk pemiliknya hingga hari berkumpul (Kram al-Jamt).
Kadang-kadang melampaui alam arwah menuju al-Lawh. Kemudian
dikembalikan kepada pemiliknya pada hari berkumpul. Ada yang perbuatannya
melewati al-Lawh, menuju maqam qalami, lalu ke al-'imd'. Barangsiapa
yang mengingat hadis,
"Aku adalah pendengarannya,
penglihatannya, lisannya, tangannya, dan kakinya. Maka denganKu dia
mendengar, melihat, berkata, berusaha, dan bertindak,"[91]
dan mengingat makna sabda Rasulullah saw,
"Sesungguhnya Allah SWT
berfirman melalui lisan hambaNya, 'Allah mendengar orang yang
memuji-Nya,'"[92]
maka dia memahami bahwa akhir perbuatan yang ditujukan kepada al-Haqq dan
akhir perbuatan al-Haqq kepada hambaNya, adalah agar derigannya al-Haqq
berkata bahwa Ia tidak mungkin muncul pada tempat tertentu, karena al-Haqq
disucikan dari tempat. Maka ingadah dan kajilah, niscaya engkau mendapat
petunjuk, insya Allah.
Penggabung (Washl)
Ketahuilah, bahwa kifarat memiliki rahasia-rahasia agung yang tersembunyi.
Sebagiannya lebih tersembunyi dari sebagian yang lain. Yang pertama adalah
bahwa hukum sesuatu yang hendak dihapus dengan penghapusannya adalah seperti
hukum racun dengan penawar yang menolak bahayanya, dengan kekuatannya yang
menghilangkan bahaya secara universal. Atau, yang menolak bahaya sampai pada
tingkat kesempurnaannya dengan kekuatan perlawanan dan kekuatan yang sebanding
dengan kekuatan racun yang berbahaya. Sebagaimana bahaya racun berbeda-beda karena
perbedaan kekuataannya, demikian pula kekuatan-kekuatan penawar yang melawannya
dan menolak bahayanya. Demikian halnya kebaikan-kebaikan yang menghapuskan
kejelekan atau yang menolak bahayanya dan menggantikan sifat-sifatnya yang
jelek dengan sifat-sifat yang terpuji di mana esensinya tidak berubah.
Sebagaimana hal itu disebutkan di dalam al-Kitab dan sunah berupa penggantian
kejelekan dengan kebaikan, penghapusan kejelekan dengan kebaikan, dan
sebagainya. Selain itu, engkau harus ketahui bahwa tidak setiap yang dinamai
penawar dapat menolak atau melawan bahaya setiap racun, kecuali apabila
kekuatan penawar lebih besar daripada kekuatan racun. Maka ketika itu kekuatan penawar
dapat menghilangkan kekuatan bahaya atau menyamainya, sehingga menghentikan
pengaruhnya. Demikian pula, tidak setiap yang disebut kebaikan dapat menutupi
bahaya setiap kejelekan. Bahkan hal itu tergantung— setelah karunia Allah—pada
unggulnya kekuatan kebaikan atas kekuatan kejelekan, atau sebanding,
sebagaimana yang saya misalkan dengan penawar dan racun. Maka unggulnya
kekuatan kebaikan menyebabkan—dengan rahmat Allah— masuk surga. Sementara
unggulnya kekuatan kejelekan menyebabkan—dengan tidak adanya pertolongan Ilahi—
masuk neraka untuk penyucian dan pembersihan jika kejelekan-kejelekan itu
merupakan akibat dari sifat-sifat yang tidak esensial. Atau, kekal di neraka
hingga masa yang Dia kehendaki jika kejelekan-kejelekan itu merupakan akibat
dari sifat-sifat yang esensial. Keseimbangan dalam kekuatan-kekuatan kejelekan
dan kebaikan adalah dalam ihwal penghuni tempat-tempat tinggi (al-a’raf), di
mana syafaat mereka kepada orang lain merupakan hukum maqam kesatuan tindakan.
Yang bertindak dari segi kesatuan perbuatan dalam pokok masalah. Di antara
sesuatu yang harus diingat di antara hukum-hukum maqam perbuatan di mana
tidak ada permulaan dalam penjelasannya, adalah agar engkau tahu bahwa waktu
dan tempat di dalam menghapus kejelekan dan menguasai jalan-jalan kebaikan dan
bentangannya, serta mengingatkan dan melemahkannya, tidak diketahui
rahasia-rahasianya kecuali oleh para pemuka dan yang memahami apa yang
ditunjukkan Rasulullah saw dengan sabda-nya,
"Allah SWT mengampuni penghuni
tempat-tempat tinggi dan menjamin pengikut mereka. Dia turun ke langit dunia
pada hari 'Arafah."[93] (Hadis).
Demikianlah yang beliau sebutkan dalam mengingatkan keutamaan bulan
Ramadan, sepuluh Zulhijah, dan pertengahan bulan Syakban (nishf
asy-sya'bdn).
Salat di Mesjid al-Haram memiliki seratus ribu keutamaan; Salat di mesjid
Nabi saw memiliki seribu keutamaan; dan salat di Mesjid al-Aqsha memiliki lima
ratus keutamaan. Pahamilah apa yang saya tunjukkan kalau pun belum sampai pada
tingkatan para muhaqqiq yang melakukan pengkajian. Kemudian, agar engkau
tahu bahwa induk martabat-martabat pemikiran, penggantian, penghapusan, dan
penegasan perbuatan-perbuatan yang disifati dengannya adalah sidrah
al-muntahd-nya yang merupakan cermin roh-rohnya, dan sebagai tempat
penampakannya yang meninggikan roh-rohnya. Rujukan hukum-hukum sidrah
al-muntaha perbuatan-pebuatan itu adalah tingkatan-tingkatan pelakunya
dalam akhir urusannya dan gambaran keadaan batin mereka ketika mulai melakukan
perbuatan dan kehadiran ilmu atau keyakinan dan sebagainya dari bentuk-bentuk
pandangan yang benar dan kaitan-kaitan keinginan mereka, sebagaimana yang saya
jelaskan sebelumnya. Kunci yang membuka apa yang saya sebutkan kini dalam hal
martabat dan sidrah al-muntaha adalah mengetahui bahwa al-Haqq mengikat
alam-alam dan segala maujud, baik yang kecil maupun yang besar, yang mulia maupu
yang hina, yang tinggi maupun yang rendah, sebagiannya dengan sebagian yang
lain. Ia juga menggantungkan kemunculan sebagiannya pada sebagian yang lain.
Pada semuanya itu, Dia mempercayakan dua sifat, yaitu memberikan dan menerima
pengaruh. Maka tidak ada sesuatu wujud disifati dengan dapat memberikan
pengaruh saja tanpa menerima pengaruh kecuali al-Haqq dengan martabat keagungan
dan kekayaan-Nya. Tidak diragukan, alam terendah beserta isinya dijadikan
cermin bagi alam lebih tinggi dalam hal penampakan dan penggabungan bagi
pengaruh-pengaruhnya. Demikian pula alam lebih tinggi dijadikan cermin yang
tertempel padanya cap perbuatan-perbuatan makhluk dan mazhhar-nya yang
dihasilkan dari percampuran antara kekuatan alami (jasmani) dan kekuatan
rohani yang terlebih dahulu turun dari alam lebih tinggi dan bahan penciptaan
penghuni alam terendah, khususnya manusia yang merupakan materi yang dituju.
Padanya terkumpul segala kekuatan dan pengaruh. Dengannya dan darinya ia
kembali ke sumbernya tempat ia turun dan tersebar. Namun, ddak dalam bentuk
dan sifat yang merupakan tempat turun. Pusat-pusat roh perbuatan dalam penampakannya
yang dinamakan sidrah al-muntaha merupakan ikatan-ikatan alam arwah
mudak. Hubungan ikatan-ikatan ini yang dihasilkan dari bentuk alam yang lebih
tinggi dengan kemutlakan alam arwah adalah seperti hubungan selokan dengan
sungai yang besar, di mana dari sungai itu bercabang selokan-selokan.
Alam roh, dari sisi ikatan tersebut dan dari sisi universal dan keumuman
hikmahnya, adalah cermin bagi sedap perbuatan, maujud, dan martabat yang
diketahui dalam suatu bentuk. Maka penampakan roh-roh perbuatan, di mana ia
dikenali, hanyalah merupakan simbol. Maka pahamilah. Yang khusus bagi al-Haqq
adalah penampakannya dengan penampakan-diri eksistensi dan pelimpahan kemurahanNya.
Setiap sesuatu di dalam martabat-Nya berada dalam batas pengetahuan-Nya
terhadapnya. Apabila engkau memahami apa yang saya jelaskan dalam pasal ini,
niscaya engkau tahu bahwa sebab perdebatan penghuni alam arwah tentang kifarat
adalah kekeliruan yang dihasilkan oleh sebab hukum-hukum,
percampuran-percampuran, dan karakteristik terperinci yang saya telah jelaskan
rahasia-rahasianya. Saya telah jelaskan penyandaran sebagiannya terhadap Sidrah
al-Muntaha, sebagian yang lain pada tujuan pelaku perbuatan, dan
sebagiannya lagi pada bentuk ihwal mereka ketika mulai melakukan perbuatan.
Sementara sebagian lainnya disandarkan pada waktu dan tempat tertentu. Dan
sebagian yang lain lagi disandarkan pada martabat-martabat asal yang merupakan
tempat tinggal para pelaku perbuatan ketika mereka sampai pada tujuan sebagai
akhir mereka dan sebagainya berupa sebab-sebab terperinci yang saya tunjukkan.
Semua nya
adalah urusan-urusan terperinci yang bercabang dari berbagai asal dan ilmu penghuni
alam arwah secara universal.
Karena itu, sulit membebaskan asal perbuatan yang telah bercampur dan
meneguhkannya pada martabatnya, terutama disebabkan tempat istimewa asal
perbuatan Ilahi dalam hal keesaan-Nya dan sandarannya pada al-Haqq yang tidak
dipengaruhi pada hakikat oleh selain-Nya. Karena, keberbilangan yang dihasilkan
tindakan al-Haqq hanya menghasilkan keberbilangan dan sifat-sifat tidak
esensial, yang tidak menghilangkan intinya. Maka pahamilah prinsip ini, karena
itu termasuk inti makrifat. Jika engkau mengetahuinya, niscaya engkau tahu
rahasia syafaat Arham ar-Rdhzmin dan sebab al-Haqq mengeluarkan dari
neraka suatu kaum yang tidak mengenal kebaikan sedikit pun. Selain itu, engkau
pun akan tahu rahasia unggulnya kasih sayang terhadap kebencian. Dan, engkau
tahu rahasia diterimanya tobat, maaf, dan ampunan, serta rahasia pertolongan
yang menghasilkan penggantian kejelekan dengan kebaikan, rahasia jaminan
terhadap pertanggungjawaban dan rahasia
"supaya Allah memberi ampunan
kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang". (QS. al-Fath: 2)
Itu termasuk buah penyaksian kesatuan tindakan dan dominasi karakteristik
kesatuan perbuatan terhadap karakteristik keberbilangan yang tidak esensial.
Engkau pun akan mengetahui selain itu yang akan menjadi pembahasan yang
panjangjika disebutkan. Bahkan, tidak mudah untuk menjelaskannya. Hama Allah
saja yang memberi petunjuk.
Saya telah sebutkan di dalam pasal ini rahasia-rahasia pemberian kifarat,
motif-motif perdebatan penghuni alam arwah dalam hal itu, dan yang semisalnya
yang Allah takdirkan menyebutkannya dengan tambahan-tambahan yang mulia dan
ilmu yang sangat tersembunyi dan halus. Saya sebutkan induk martabat-martabat
perbuatan yang seperti jenisjenisnya. Saya ingatkan sidrah al-muntahd-nya. di
alam-alam lebih tinggi Maka hendaklah kita pun mengingat jenis-jenis
martabatnya yang ditampakkan oleh al-Haqq SWT kepadaku sebagai karunia dan
anugerah.
Ketahuilah, bahwa perbuatan kebanyakan pelaku, karena bangunannya
didasarkan pada perintah dan larangan yang disyariatkan, maka ia menjadi tetap
dengan cara menghasilkan rahbah dan raghbah dari salah satu dua
motif, yaitu motif ilmu dan motif iman. Motif raghbah adalah pembenaran
(kepercayaan) yang sempurna terhadap segala yang dijanjikan maupun pemahaman
yang pasti melalui pengabaran dari Muhammad saw. Sementara motif rahbah adalah
pembenaran (kepercayaan) sempurna terhadap segala yang diperingatkan sehingga
menghasilkan rasa takut, seperti keyakinan orang sakit kepada dokter tentang
bahaya-bahaya yang diperingatkannya dan yang berhubungan dengan sakitnya. Ini
disebut takut.
Adapun pengetahuan yang pasti terhadap bahaya dan manfaat adalah seperti
keadaan dokter yang mengetahui makanan dan minuman yang berbahaya atau yang
bermanfaat. Kepercayaan itu menghasilkan takut (kharuf). Sementara
ilmu membuahkan khasyyah. Al-Khasyyah adalah takut yang lebih spesifik,
tidak dirasakan kecuali oleh orang yang mengetahui akibat-akibat perbuatan.
Bahwa al-Haqq menampakkannya dengan karunia padanya bukanlah suatu hal yang
mustahil. Karena, tidak ada penghalang dan ikatan pada Eksistensi Mudak kecuali
dari segi penerima (qdbil). Prinsipnya telah ada, yaitu perbuatan.
Perbuatan itu menuntut kemunculan akibat dari setiap pelakunya. Maka khasyyah
seorang alim kepada al-Haqq adalah dari segi ini. Buah khasyyah adalah
tidak melakukan suatu perbuatan yang dia ketahui bahwa akibatnya yang muncul
tidak layak baginya atau tidak disukainya. Pada al-khawf tidak disyaratkan
adanya ilmu untuk mengetahui setiap perbuatan dan akibatirya. Melainkan hanya
disyaratkan percaya terhadap segala yang dikabarkan melalui bahasa peringatan
dan memandang sebab-sebab keselamatan. Ketahuilah, sebagaimana ilmu
menyebabkan adanya khasyyah dan menahan diri dari melakukan perbuatan
yang diketahui akibatnya berbahaya dan tidak disukai, kadang-kadang yang
mengetahui bahaya dan manfaatnya dapat melakukan hal-hal yang diduga oleh orang
yang takut (al-kha'if) akibat-akibatnya yang membahayakan bersifat
merata bagi setiap pelakunya. Padahal masalahnya tidak demikian. Akibat-akibat
berbahaya yang muncul dari sebagian perbuatan hanyalah muncul pada aspek
tersebut dan membahayakan apabila tempat amalan siap menerimanya dan sekedar
menerimanya. Mestilah dianggap tidak ada perlawanan dan penolakan. Tidakkah
engkau perhatikan bahwa banyak makanan dan minuman yang buruk, bahkan juga
racun, dimakan oleh suatu kaum, memiliki campuran yang kuat atau jiwa yang
aktif yang bercampur dengan iman yang sempurna atau yang benar, atau berserah
diri, menghadap kepada al-Haqq, dan meyakiniNya. Mereka tidak mendapat bahaya
sedikit pun dari hal itu. Sesungguhnya api itu walaupun sifatnya membakar,
namun ia tidak membakar setiap benda yang bersentuhan dengannya. Melainkan hal
itu terjadi dengan syarat benda yang disentuhkan itu memiliki potensi untuk
terbakar.
Karena itu, api tidak berpengaruh terhadap salamander dan yakut, serta pada
sekumpulan orang yang memiliki jiwa yang agung, sebagaimana telah disebutkan.
Bahkan pada pakaian mereka pun, berlaku kekhususan seperti itu. Api tidak dapat
membakarnya. Hal ini dipersaksikan dalam syariat Nabi saw. Beliau bersabda,
"Api tidak membakar tempat-tempat sujud dari orang yang ditakdirkan masuk
neraka di antara kaum mukmin."[94] Padahal,
tempat-tempat tersebut termasuk bagian tubuh mereka yang dapat terbakar, dan
walaupun api bertambah kuat dan besar di neraka dengan 99 bagian, berdasarkan yang
dikabarkan oleh Rasulullah saw. Di antara yang beliau kabarkan adalah seperu
yang kami sebutkan. Neraka berkata,
"Masuklah, wahai orang mukmin,
cahayamu dapat memadamkan kobaran apiku."[95]
Ketahuilah, sebagaimana kebaikan menghilangkan kejelekan, seperti itu pula
rahasia rabbani yang terdapat pada diri hamba. Itu merupakan sumber
kebaikan yang pengaruhnya dinamakan khdthir rabbani, di mana kemampuannya
menghapus kejelekan adalah lebih kuat dan lebih besar.
Penghapusan, menurut kami, ada dua macam. Yaitu, penghapusan bahaya
kejelekan serta akibatnya dan penghapusan bentuk atau sifatnya, sebagaimana
kami telah tunjukkan. Kedua jenis penghapusan ini kadang-kadang merupakan
keadaan pelaku setelah penciptaan dan kehidupan di dunia ini. Kadang-kadang
pula, pada beberapa orang, terjadi di alam barzakh, di mahsyar, dan di dalam
Jahannam—kami berlindung kepada Allah darinya. Kadang-kadang penyebab keduanya
adalah esensi dalam diri manusia, dan kadang-kadang pula penyebabnya adalah
perbuatan baik yang muncul setelah perbuatan tercela, sebagaimana kami telah
jelaskan dan seperu sabda Rasulullah saw,
"Iringi-lah kejelekan dengan
kebaikan, karena kebaikan itu akan menghapus kejelekan."[96]
Saya lihat di dalam maqam ini, ketika saya masuk dan diperlihatkan
hat rahasia-rahasianya, perbedaan antara akibat-akibat perbuatan lahir dan
batin, dan ke mana ia akan berakhir.
Di dalam hal itu, saya lihat sidrah al-muntaha yang sebelumnya
telah saya sebutkan. Saya diperlihatkan hakikat hukuman, pemaafan, dan ampunan. Maka saya
lihat pengaruh sesuatu bertentangan dengan pengaruh sesuatu yang lain. Saya
lihat rahasia penggantian dan penghilangan bentuk-bentuk perbuatan hingga
kembali seperu yang difirmankan Allah SWT, "[Bagaikan] debu yang
berterbangan. "(QS. al-Furqan: 23) Saya lihat perbuatan-perbuatan
ikhlas dalam kejahatan dan kebaikan. Masing-masing dari keduanya bercampur
dengan dominasi yang baik dan yang jelek. Saya lihat kebajikan dibinasakan di
dalam kebajikan dan berubah karena tambahan kekuatan atau ketinggian
kedudukannya. Kadang-kadang kebaikan pertama mengalahkan kebaikan kedua dalam
hal ketinggian dan kekuatan. Maka kebaikan pertama berpengaruh terhadap
kebaikan kedua. Yang lebih kuat kadang-kadang mengangkat kebaikan yang lain,
tetapi kadang-kadang merintanginya karena ketakutan menguasai maqam-nya. Kemudian
naik yang berhak mendapat ketinggian. Kadang-kadang kedua kebaikan itu naik
bersama-sama. Saya lihat sebagian perbuatan yang dinamakan kejelekan menghapus
kejelekan-kejelekan yang lain. Saya lihat masing-masing dari penggantian dan
penghapusan kadang-kadang terjadi sekaligus, dan kadang-kadang terjadi secara
bertahap, sedikit demi sedikit dalam suatu jangka waktu seperti perubahan yang
terjadi di alam kita ini. Saya lihat roh-roh perbuatan terbentuk di antara
induk ilmu dan keyakinan dari pelaku perbuatan, dan di antara induk kehadiran
atau penghadirannya. Saya lihat bahwa sebagian perbuatan, apabila datang dari
pelaku pada tempat yang mulia atau dengan dihadiri oleh pelaku yang didekatkan,
terutama apabila hal itu terjadi dalam bentuk bersama-sama melakukan perbuatan
itu, maka sekalipun rohaninya lemah, ia memperoleh keberkahan tempat itu dan
berkah kehadiran orang itu atau bersama-sama dalam memperoleh cahaya,
kekuatan, dan ketinggian kedudukan yang menghapus hukum niat yang rusak. Niat
yang rusak itu mengotori rohani perbuatan tersebut Dengan perbaikan rohani
perbuatan, bentuk perbuatannya menjadi baik. Juga dengan berkah kehadiran, pelaku yang muhaqqiq,
amalnya, niat baiknya, dan bersama-sama dengannya, serta dengan berkah
kemuliaan tempat dan rohaninya. Saya lihat perbuatan baik Zaid sebagai perbuatan
jelek Umar. Kadang-kadang tampak dominasi amal jelek, sehingga mempengaruhi
keadaan pemilik amal saleh. Maka ia pun mendapat bahaya (kerugian) kendati
bahaya itu tidak melampaui kepada perbuatan-perbuatannya. Hal tersebut
ditunjukkan dalam firman Allah SWT,
"Dan peliharalah dirimu dari
siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang lalim saja di antara kamu. " (QS. al-Anfal: 25)
Ini tidak bertentangan dengan prinsip yang ditafsirkan dari firman Allah,
"Dan seseorang yang berdosa
tidak akan memikul dosa orang lain. " (QS. al-An'am: 164)
Pengaruh ini tidak mempengaruhi hukum yang membedakan yang baik dari yang
buruk. Melainkan hanya menyebabkan hukum yang menegaskan kesatuan dan kebersamaan
di antara keduanya. Firman Allah SWT,
"Dan seseorang yang berdosa
tidak akan memikul dosa orang lain. " (QS. al-An'am: 164)
adalah untuk menjelaskan dominasi hukum yang membedakannya.
Tindakan al-Haqq, dalam hal kemunculannya dari sisiNya Yang Maha Esa,
adalah universal dan komprehensif, tidak ada penghkhususan di dalamnya.
Melainkan pengkhususan itu berlaku pada potensi-potensi yang berpengaruh. Ini
bersifat umum dalam hal kejelekan dan kebaikan. Dalam hal kejelekan adalah apa
yang disebutkan dalam firman-Nya,
"Dan peliharalah dirimu dari
siksaan ....
"
Sedangkan dalam hal kebaikan adalah sabda Rasulullah saw mengenai hak
orang-orang yang berkumpul untuk berzikir kepada Allah dan keberadaan al-Haqq
yang membanggakan mereka kepada para malaikat, "Aku persaksikan kepada
kalian bahwa Aku telah mengampuni mereka."[97]
Serta perkataan sebagian malaikat, "Pada mereka terdapat si fulan yang
bukan bagian dari mereka. Ia datang kepada mereka karena suatu keperluan."
Maka al-Haqq menjawab, "Dia pun telah Aku ampuni. Mereka adalah kaum yang
tidak disengsarakan oleh majelis mereka."[98]
Ini merupakan pengaruh keumuman hukum dari sisi al-Haqq secara universal
dan pengaruh baiknya keadaan orang yang buruk dengan berdekatan dengan orang
yang memiliki keadaan dan perbuatan baik, serta hadir bersamanya. Maka
ingadah. Saya lihat sebagian perbuatan hilang, lalu muncul perbuatan lain, baik
dari pelaku tersebut yang perbuatannya hampir hilang maupun dari yang lainnya.
Lalu dia meneguhkannya. Yang terjadi dari selain pelaku perbuatan tersebut
kadang-kadang dengan tujuan meneguhkan perbuatan tersebut. Tetapi kadang-kadang
tidak dimaksudkan untuk hal itu, melainkan pengaruh itu diperoleh dengan sebab
adanya kesesuaian antara dua individu dari segi hal, sifat, perbuatan, diri,
atau martabatnya.
Prinsip-prinsip yang sesuai di antara makhluk terbatas pada lima induk ini.
Maka pahamilah. Saya lihat dalam ikatan jenis-jenis perbuatan, sebagiannya
terhadap sebagian yang lain, terdapat rahasia yang asing. Yaitu, bahwa
kadang-kadang muncul dari pelaku itu suatu perbuatan yang dimaksudkan untuk
sesuatu tertentu. Namun, melalui waktu, hal, dan maqam, ia dikuasai
hukum perbuatan yang lain dengan bentuk yang lain. Maka muncul akibat yang
sebabnya tidak diketahui. Sedikit orang yang mengetahui apa yang terjadi dan
bagaimana kemunculannya. Hal itu disebabkan hilangnya karakteristik suatu
perbuatan menjadi perbuatan yang lain dengan sebab ikatan dan kekuatan pengaruh
perbuatan yang mempengaruhi itu, serta keyakinannya terhadap hukum waktu dan
keadaan. Saya lihat keseluruhan rahasia-rahasia kemaksiatan dan rahasia-rahasia ketaatan. Uari
tempat yang dimuliakan, saya perhatikan pendahuluannya dan akibat-akibatnya,
serta ihwal para pelakunya. Maka saya menyatukannya berkaitan dengan sebagiannya
adalah hujah-hujah rahasia qadar agar di kemudian hari al-hubr (pengetahuan
terhadap sesuatu) mempercayai pengabaran itu dan menjadi jelas hikmah-hikmah
yang terpendam di dalam penyakit dan obat, rahasia mengabaikan dan memberi
perhatian, rahasia keseimbangan yang berlaku pada ganjaran dan balasan. Saya
melihatnya, berkaitan dengan sebagiannya, sebagai perangkap dan tali-tali yang
tempat permulaannya adalah maqam pengabaian dan pemberian perhatian.
Sebagian mereka terperangkap dengannya dari dunia untuk akhirat, dan
sebagian lain dari akhirat untuk berhias dengan kesempurnaan-kesempurnaan dunia
dan akhirat. Sebagian lainnya terperangkap untuk memperoleh makrifat terhadap
apa yang ada di dalamnya dan mengetahui hikmah-hikmah dan rahasia-rahasia yang
ada padanya. Saya lihat sebagian mereka melampaui dari situ ke kebahagiaan
mutlaknya dengan menampakkan kesempurnaan kebaikan yang tersimpan pada semua
itu menembus ke kesaksian kesatuan perbuatan Ilahi serta kesatuan tindakan dan
pelaku. Telah dijelaskan pada bagian terdahulu dan saya ingatkan bahwa
keberbilangan yang dihasilkan tindakan al-Haqq menghasilkan sifat-sifat yang
dihubungkan dengan sebagian tempat menjadi ketaatan dan dihubungkan dengan
tempat yang lain menjadi kemaksiatan. Hal-hal itu selalu disertai kebaikan dan
kejelekan, akibat-akibat yang sesuai dan yang tidak sesuai, yang sementara dan
yang abadi.
Kemudian, sekembalinya saya dari penyaksian ini, ketika turun, saya lihat
akibat-akibat perbuatan orang yang tidak dirintangi untuk mengetahui al-Haqq
SWT dan agar menjadi ahli-Nya. Akibat-akibat itu merupakan buah-buah keimanan
dan kejujuran dalam bermuamalah. Saya lihat perbuatan-perbuatan lain yang
merupakan sebab-sebab kesiapan untuk menghias diri (tahaliyak), mengosongkan
diri (takhaliyah), menolak bahaya dari kelalaian tabiat dan
keter-hijaban, mengilangkan kesedihan, atau mencari anugerah. Ketika sampai di
ujung daerah perjalanan perbuatan yang berhubungan dengan awal tempat
perjalanannya dan yang paling tinggi, saya lihat perbuatan-perbuatan sekumpulan
pemuka. Perbuatan-perbuatan itu berjalan pada maqam-maqam keagungan
keadilan dan keridaan al-Haqq, dan bercampur dengan hukum-hukum ihwal zat-Nya
yang menampakkan rahasia tidakan-Nya. Ia bolak-balik, masuk dan keluar, dalam
martabat-martabat ilmu, kebodohan, penggabungan {waskat) dan pemisahan (fasht)
dalam pengawasan-Nya. Ini merupakan sebagian yang saya lihat dari
jenis-jenis dan martabat-martabat amalan, martabat-martabat para pelakunya, dan
buah amalan mereka di alam nyata (syahadah), barzakh, mahsyar, neraka,
dan surga, serta melihat dari dekat, tanpa cara dan tempat. Yang saya lihat
dalam penyaksian agung ini lebih besar dari apa yang dijelaskan walaupun saya
telah membentangkannya dan telah menjelaskan apa yang belum jelas. Walhamdu
lillah.
Khabar yang Lain
Kami kembali menjelaskan apa yang tersisa dari makna dan rahasia hadis ini.
Sabda Rasulullah saw,
"Maka saya tahu ilmu
orang-orang terdahulu dan terkemudian,"
atau,
"Saya tahu apa yang ada di
langit dan di bumi,"
yang disebutkan dalam riwayat yang lain, rahasianya adalah bahwa yang
dimaksud dengan orang-orang terdahulu dan terkemudian di sini adalah setiap
orang yang mengambil dari Allah dengan perantara. Ilmu-ilmu itu adalah
ilmu-ilmu syariat, nasihat, dan ilham yang dengannya orang-orang khusus dari
ahli Allah menyembah-Nya. Saya kaitkan ilmu ini dan orang yang mengambil dengan
perantara karena ada pintu khusus di mana tidak ada perantara di antara hamba
dan Tuhannya. Pintu itu terbuka bagi orang yang dibukakan baginya. Adapun
rahasia riwayat lain yang disebutkan,
"Maka saya tahu apa yang ada di
langit dan bumi,"
maka itu merupakan ilmu yang datang dari kehadiran nama Tuhan yang
tersebar di langit dan bumi. Ada yang mengira bahwa saya mengatakan, "Ilmu
Rasulullah saw tidak melampaui kehadiran ini." Saya berlindung kepada
Allah agar tidak termasuk orang-orang bodoh. Bagaimana orang berakal mengatakan
seperu perkataan itu setelah mengetahui apa yang dikabarkan Rasulullah saw
tentang rahasia-rahasia surga yang ada di atas langit, serta rahasia-rahasia
'Arsy, Lawh, dan pena. Saya hanya mengatakan, 'Yang dikhususkan dan
yang diperoleh dengan pukulan ini." Karena, sebagaimana saya telah
tunjukkan bahwa perujukan hukum-hukum mimpi ini adalah pada nama Tuhan. Saya
telah jelaskan bahwa cermin dan pelaminan penampakan merupakan bentuk dan roh
tempat-tempat tinggi, dari sisi apa yang kami jelaskan. Maka ingadah.
Rahasia mengapa derajat-derajat itu adalah berupa penyebaran salam,
memberi makan, dan salat malam sementara manusia tertidur. Muamalah manusia
terbatas dalam dua pokok, yaitu muamalah dengan makhluk maupun dengan al-Haqq.
Setiap muamalah ini terbagi ke dalam perkataan dan perbuatan. Muamalah yang
dikhususkan bagi makhluk yang berupa perkataan adalah salam. Ini adalah
prinsip. Memberi makan adalah perbuatan, dan merupakan sebagus-bagus perbuatan
baik pada orang lain. Tidak diragukan bahwa kebaikan pada orang lain memiliki
derajat yang lebih tinggi dari yang melampaui batas adalah derajat kebaikan yang
hanya untuk diri pelakunya. Sebagaimana salam adalah sebaik-baik perkataan yang
melampaui batas pelakunya.
Salat malam merupakan muamalah dengan al-Haqq yang mencakup perkataan dan
perbuatan. Bacaan, kalam Allah, dan berzikir kepadanya dengan tasbih, tahlil,
dan takbir merupakan perkataan. Karena itu dikabarkan,
"Orang yang salat adalah bermunajat kepada Tuhannya."[99]
Berdiri dalam salat, rukuk, sujud, dan sebagainya merupakan perbuatan. Maka
berlakulah batasan yang saya tunjukkan dan saya jelaskan, bahwa ini merupakan
pokok-pokok yang berkaitan dengan cabang-cabang perbuatan. Maka pahamilah.
Adapun pengajaran al-Haqq kepada Nabi saw di akhir kisah ini agar
mengucapkan, 'Ya Allah, aku memohon kepada-Mu untuk memperbual kebaikan dan
meninggalkan kemungkaran..." (hingga akhir doa), rahasianya yang saya
tunjukkan sebelum ini adalah bahwa penampakan ini datang dari kehadiran nama
ar-Rabb. Ia merupakan sumber dan orbit syariat melalui perintah dan larangan.
Allah SWT telah mengingatkan pengajaran atas syariat ini dengan sabda Nabi,
'Ya Allah, aku memohon kepada-Mu
memperbuat kebaikan dan meninggalkan kemunkaran."
Maka pahami dan kajilah rahasia-rahasia hadis yang komprehensif ini dan
yang saya bentangkan di dalam syarahnya berupa ilmu-ilmu asing, niscaya engkau
melihat keajaiban. Hanya Allah-lah Pemberi petunjuk.
HADIST KEDUA PULUH DUA
Dari Ibn Mas'ud[100] bahwa
Nabi saw bersabda,
"Barangsiapa melihatku di dalam
mimpi, maka dia benar-benar telah melihatku, karena setan udak dapat
menyerupaiku."
Di dalam riwayat lain disebutkan,
"... karena tidak sepatutnya bagi setan menyerupai rupaku."
Di dalam riwayat lain,
"... karena setan tidak menjadi aku."
Di dalam riwayat lain,
"Barangsiapa melihatku, maka
dia melihat kebenaran karena setan Udak dapat menampakkan diri dengan rupaku
"[101]
Penyingkapan Rahasia dan
Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, bahwa sekalipun Nabi saw tampak dengan seluruh hukum nama-nama
dan sifat-sifat al-Haqq dalam akhlak dan perbuatan, namun tuntutan maqam risalah,
serta bimbingan dan seruannya kepada manusia menuju al-Haqq yang mengutusnya
kepada mereka adalah agar yang paling tampak padanya dalam hukum dan dominasi
sifat-sifat dan nama-nama al-Haqq, adalah sifat hidayah dan nama sebagai
pemberi hidayah. Sebagaimana al-Haqq mengabarkan tentang hal itu melalui sabda
Nabi saw, "Sesungguhnya engkau memberikan petunjuk ke jalan yang
lurus." Nabi saw adalah gambaran nama pemberi petunjuk dan tempat pengungkapan
sifat hidayah. Sementara, setan merupakan tempat pengungkapan nama yang menyesatkan
dan yang menampakkan sifat kesesatan. Keduanya bertolak belakang. Di dalam
suatu hadis, diriwayatkan hal-hal yang mendukung pemaknaan ini. Hadis yang
panjang itu menyebutkan bahwa Nabi saw meminta bergabung dengan Iblis agar
dapat melihat apa yang ada padanya. Maka beliau dihadang di hadapannya dan
para malaikat mengelilingi Nabi saw untuk menjaganya agar tidak terkena
kejahatan Iblis. Lalu Rasulullah saw bertanya kepada Iblis, "Apa yang ada
padamu?" Iblis menjawab, "Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah SWT
menciptakanmu untuk memberi petunjuk, namun tidak ada hidayah di tanganmu
sedikit pun. Sementara Dia mencipta-kan aku untuk kecelakaan, namun tidak ada
kecelakaan di tanganku sedikit pun." Maka Allah mewahyukan kepada Nabi
saw, "Engkau benar dan dia berdusta."[102]
Dengan ini ditegaskan pula bahwa setan pada dasarnya adalah lawan Nabi saw. Dua
hal yang berlawanan itu tidak dapat bertemu. Salah satunya tidak dapat
menampakkan rupa yang lain. Selain itu, Nabi saw diciptakan oleh Allah untuk
memberi hidayah. Kalau Iblis dapat menampakkan diri dalam rupa Nabi saw, maka
hilanglah penyandaran dan seluruh hal yang al-Haqq tampakkan kepadanya dan
ditampakkan pula kepada siapa saja yang ingin Dia beri petunjuk. Karena hikmah
ini, Allah memelihara rupa Nabi saw agar udak ditiru setan.
Jika ada yang mengatakan bahwa keagungan al-Haqq lebih sempurna daripada
keagungan setiap yang agung, maka bagaimana setan dapat berbuat maksiat untuk
menampakkan diri dalam rupa Nabi saw, padahal si laknat itu telah menampakkan
dirinya kepada banyak orang dan mengatakan kepada mereka bahwa dialah
kebenaran untuk menyesatkan mereka. Dia telah menyesatkan sekumpulan orang
dengan cara seperti ini. Sehingga mereka mengira bahwa mereka melihat al-Haqq
dan mendengar perkataannya.
Saya jawab: Perbedaan di
antara dua hal itu adalah dalam dua sisi. Pertama, setiap orang berakal
mengetahui bahwa al-Haqq tidak memiliki rupa tertentu yang menyebabkan
kekeliruan, berbeda dengan Nabi saw. Beliau memiliki rupa tertentu yang dapat
diketahui dan disaksikan. Kedua, tuntutan hukum keluasan al-Haqq adalah
Dia menyesatkan orang yang Dia kehendaki dan memberi petunjuk kepada siapa saja
yang Dia kehendaki. Sebagaimana disebutkan di dalam hadis yang berisi dialog
iblis dengan Nabi saw dan pembenaran al-Haqq kepada Rasulullah saw dalam hadis
itu secara khusus serta pemberitahuan-Nya bahwa setan itu pendusta.
Nabi saw terikat dengan sifat hidayah dan menampakkan rupanya. Maka wajib
memelihara rupanya dari peniruan setan untuk mengekalkan penyandaran dan
penampakan hukum hidayah pada orang yang Allah kehendaki mendapat hidayah
dari Nabi saw. Jika tidak demikian, tidak akan muncul rahasia firman-Nya,
"Sesungguhnya engkau adalah
pemberi petunjuk ke jalan yang lurus"
dan tidak diperoleh faedah bi'tsah (pengutusan). Maka pahamilah.
Selain itu, di sini terdapat timbangan dan dalil yang harus diperhatikan.
Yaitu, bahwa penglihatan yang benar terhadap Nabi saw adalah melihat rupa
yang menyerupai rupanya yang dipastikan melalui penukilan (peringatan) yang
benar. Hal itu ditunjukkan dalam sebagian riwayat hadis, "Barangsiapa yang
melihatku dalam mimpi, maka dia benar-benar telah melihatku." Sehingga,
jika seseorang melihatnya dalam rupa yang berbeda dengan rupanya, berarti dia
tidak melihat Nabi saw. Seperti, orang yang melihaUiya tinggi atau pendek
sekali. Atau, orang yang melihatnya berambut merah kekuning-kuningan, tua
renta, berkulit coklat sekali, dan sebagainya. Diperolehnya keyakinan pada diri
orang yang melihat bahwa dia melihat Nabi saw bukanlah suatu bukti. Bahkan yang
dilihat itu merupakan bentuk syariat, dalam kaitannya dengan keyakinan orang
yang melihat, ihwalnya, dalam kaitannya dengan sifat atau satu hukum di antara
hukum-hukum Islam, atau dalam kaitannya dengan tempat di mana orang itu melihat
rupa yang dikira sebagai rupa Nabi. Saya sudah sering mengalaminya pada diri
sendiri dan juga pada orang lain. Saya juga mendengar dari guru-guruku apa yang
menguatkan hal itu berulang kali.
Di antaranya adalah guruku, al-Imam al-Akmal Muhy ad-Dm Muhammad bin 'Ali bin al-'Arabi ra yang
menuturkan kepadaku tentang hal ini. Ketika masih kanak-kanak, dia melihat satu
kali di dalam mimpi—di sebuah mesjid di Sevilla, sebuah kota di Andalus—Nabi
saw telah menjadi mavat terbujur di salah satu sudut mesjid. Hal itu tendang
pada beberapa tahun kemudian. Maka asy-Syaikh memasuki jalan ahli Allah dan
meninggalkan raja serta dunia yang ada di tangannya. Dia menyibukkan diri
dengan beribadah. Maka Allah membukakan baginya takdir-Nya, agar dia beserta
penduduk negeri yang memiliki keutamaan dan kebaikan melewati salah satu pintu
mesjid ke sisi yang lain untuk suatu kepentingannya. Siapa pun tidak suka
melewati dan menjadikan mesjid itu sebagai jalan tanpa menghidupkannya dengan
salat dua rakaat. Juga ketika dia hendak keluar dari pintu mana saja yang disukainya.
Sebagian sahabat melarang kami agar tidak menjadikan mesjid-mesjid yang mem-punyai
banyak pintu itu sebagai jalan tanpa menghidupkannya dengan salat dua rakaat.
Guruku berkata, "Ketika sava bersama sahabatku memasuki mesjid itu, saya
katakan. "Saya tidak boleh duduk di mesjid itu sebelum salat dua
rakaat." Maka sahabatku itu berkata kepadaku, "Kemarilah, saladah di
sudut itu," sambil menunjuk ke tempat saya melihat Nabi saw menjadi mayat
yang terbujur di dalam mimpi. Tetapi saya menolak. Maka dia bertanya kepadaku,
"Mengapa engkau menolak salat di sana?" Saya jawab, 'Saya melihat
Nabi saw, di dalam mimpi, di sini menjadi mayat yang terbujur. Sehingga saya
tidak suka salat di situ." Maka dia keheranan. Lalu dia berkata kepadaku,
"Engkau telah melihat kebenaran. Akan saya ceritakan kepadamu ihwal
rahasia mimpimu. Ketahuilah, bahwa tempat itu adalah bekas rumahku. Ketika
penduduk kota ini hendak memperluas mesjid, maka salah seorang mengangkat dinding-dindingnya
dan membeli rumah-rumah di belakangnya untuk memasukkannya ke dalam lingkungan
mesjid. Sehingga tidak ada yang tersisa selain rumahku. Lalu mereka menawarnya
kepadaku. Tetapi mereka tidak memberikan apa yang saya ingini. Maka saya
menolak. Lalu mereka mengambilnya sekehendak mereka, tanpa kerelaanku. Yang
engkau lihat bukanlah Nabi saw. Itu hanyalah syariatnya yang mati sehubungan
dengan tempat ini. Tempat itu ditutup dengan bentuk transaksi jual beli, tetapi
transaksinya tidak sah. Bahkan tempat itu dirampas. Adapun kini, saya
persaksikan kepadamu bahwa saya telah meninggalkan hak saya untuk kaum Muslim.
Maka marilah salat di tempat itu. Lalu kami salat di tempat itu, dan
selanjutnya keluar untuk memenuhi keperluan kami."
Di Syam, juga dikabarkan
kepadaku bahwa seseorang di antara orang-orang saleh bermimpi menampar Nabi
saw. Maka dia terbangun ketakutan. Dia takut atas apa yang di lihatnya. Padahal
Nabi saw begitu diagungkannya. Maka dia mendatangi seorang guru. Lalu guru itu
menjelaskan apa yang dia impikan. Guru itu berkata kepadanya, "Ketahuilah,
bahwa Nabi saw teramat agung untuk ditampar olehmu atau oleh orang selainmu.
Yang engkau impikan itu bukanlah Nabi saw. Melainkan itu hanyalah syariauiya.
Engkau telah meninggalkan salah satu dari hukum-hukumnya. Tamparan pada wajah
menunjukkan bahwa engkau telah melakukan sesuatu yang haram di antara dosa-dosa
besar." Maka orang itu merenungkan dirinya. Tetapi dia tidak ingat bahwa
dia telah melakukan perbuatan haram di antara dosa-dosa besar. Dia termasuk
orang yang taat beragama. Namun, guru itu pun tidak keliru di dalam
penjelasannya. Karena, dia mengetahui tujuan penjelasannya. Lalu orang itu
pulang ke rumahnya dengan sangat sedih. Maka istrinya menanyakan ihwal
kesedihannya, "Apa sebabnya?" Lalu dia mengabarkan apa yang
diimpikannya dan juga penjelasan guru itu. Istrinya terkejut dan menampakkan
tobatnya. Sang istri berkata, "Saya membenarkanmu. Engkau pernah bersumpah
bahwa jika saya memasuki rumah salah seorang kenalanmu, maka saya akan
diceraikan. Lalu saya melewati rumah mereka. Lalu mereka bersumpah palsu
atasku, sehingga saya malu dengan desakan mereka. Lalu saya masuk ke rumah
mereka. Saya takut untuk menyebutkan kepadamu apa yang terjadi. Maka saya
menyembunyikan hal itu." Lalu orang itu bertobat, beristigfar, dan
merendahkan diri kepada al-Haqq. Istrinya pun pasrah. Kemudian dia memperbarui
akad nikah dengan istrinya.
Saya sendiri, pada suatu malam ketika Bagdad direbut, di waktu subuh,
melihat Nabi saw berkain kafan di atas usungan mayat. Sementara orang-orang
berebut menariknya dari atas usungan itu. Kepalanya tersingkap dan rambutnya
hampir menyentuh tanah. Saya berkata kepada mereka, "Apa yang kalian
perbuat?" Mereka menjawab, "Dia telah meninggal. Kami ingin membawa
dan menguburkannya."
Maka muncullah keyakinan dalam hadku bahwa beliau saw belum meninggal. Saya
katakan kepada mereka, "Saya ddak melihat wajahnya seperu wajah mayat.
Bersabarlah hingga permasalahannya menjadi jelas." Lalu saya mendekati
mulut dan hidungnya. Maka saya dapati beliau masih bernafas dengan nafas yang
lemah. Sava berteriak kepada mereka. Saya mencegah mereka melakukan apa yang
mereka rencanakan. Lalu saya bangun dengan sangat ketakutan. Saya mengalami
apa yang pernah saya ketahui dalam masalah ini. Saya mengalaminya
berulang-ulang. Hal itu seperu peristiwa besar yang terjadi dalam Islam. Ketika
sampai kabar bahwa bangsa Mongol telah memasuki Bagdad, saya yakin bahwa mereka
telah merebut kota itu. Lalu saya pastikan tanggalnya. Lalu datang banyak
orang yang menyaksikan peristiwa itu dari para cendekia. Mereka menyebutkan
bahwa pada hari itu Bagdad telah direbut. Maka mimpi-mimpi keluar seperti yang
dijelaskan kepadaku. Kalau saya sebutkan apa yang saya dengar dari orang-orang
yang bisa dipercaya, dan apa yang saya alami dalam masalah ini berulang kali
pada diriku dan pada orang selainku, maka pembahasannya menjadi panjang. Saya
hanya m e nye bu ikannya sekedar ini dalam bentuk peringatan dan contoh saja.
Di antara yang membuat keliru sekelompok pesuluk dijalan Allah, disebabkan apa
yang saya sebutkan, bahwa mereka melihat Nabi saw menurut dugaan mereka
berdasarkan apa yang sudah dijelaskan. Saya kabarkan kepada mereka berbagai
hal. Tetapi tidak terjadi apa yang dikabarkan itu. Ketika saya bertanya kepada
mereka mengenai roman rupa yang terlihat, mereka pun mengabarkan kepadaku.
Tetapi saya mendapatinya bertentangan dengan roman rupa beliau yang asli. Maka
saya kabarkan kepada mereka sebab itu dan saya ingatkan mereka. Mereka pun
senang dan teringat. Sebagaimana hal seperti ini saya alami, juga tidak satu
kali, saya mengalami bahwa orang yang melihat Nabi saw dalam rupa yang asli,
mengabarkannya seperti yang dikabarkan. Hadis-hadis itu tidak menyimpang dan tidak berubah. Bahkan
saya mendapatinya sebagai teks yang asli dan saya pun mendapatkan riwayatnya. Walkamdu
lillah."
Khabar
Hadis itu mencakup kaidah umum. Darinya diketahui rahasia alam
pra-eksistensi, sebab sebagian manusia melihat sebagian yang lain di dalam
mimpi, dan penjelasan bahwa mimpi itu terjadi berdasarkan berbagai aspek dan
bentuk yang berlainan berdasarkan hubungan-hubungannya. Mimpi merupakan akibat
berbagai keadaan yang berlaku di antara sejumlah sifat orang yang melihat dan
yang dilihat. Atau, antara sejumlah keadaan dan perbuatan, serta dalam martabat-martabat
yang berbeda yang memunculkan hukum pada pemimpi. Hal itu pun dipengaruhi oleh
pergaulan tertentu, tempat, waktu, dan maqam jiwa mereka ketika
bermimpi. Saya akan jelaskan, dalam pasal ini, rahasia sabda Nabi saw tersebut.
Mimpi (ar-ru'ya) ada tiga. Yaitu,
mimpi dari Allah, mimpi menyedihkan dari setan, dan mimpi di mana seseorang berkata
kepada dirinya. [103]
Juga saya ingatkan sebab mimpi sebagian
orang yang benar. Demikian pula mimpi mereka melihat Nabi saw, para nabi yang
lain, para malaikat, para pewaris orang-orang sempurna, ahli Allah yang tidak
mereka saksikan di alam rasa, timbangan {al-mizan) yang digunakan untuk
mengetahui yang benar dari yang tidak benar dalam semua itu, hukum waktu dan
tempat dalam bagian-bagian mimpi, dan juga makanan. Kalau keadaan-keadaan ini
bercampur, manakah yang pengaruhnya paling kuat? Manakah yang akhirnya binasa?
Atau, manakah yang menegakkan atau menghapus sebagian hukum-hukumnya, bukan
sebagian yang lain? Saya akan jelaskan sebab tembusnya pengaruh roh perbuatan
dan nama-nama Ilahi ke alam nyata dan kerusakan dengan perantaraan alam
pra-eksistensi, hubungan khayalan manusia terhadap alam pra-eksistensi, dan
bentuk penembusan hukum-hukum rohnya ke alam indrawi setelah melewati martabat
khayalnya. Juga saya akan jelaskan, insya Allah, bahwa kehadiran Ilahi dan
martabat segala yang bersifat mungkin merupakan cermin bagi keadaan yang berlaku
di antara pengaruh nama-nama Ilahi yang diwujudkan dengan hukum wajib dan
potensi penerimanya berupa segala yang bersifat mungkin yang merupakan tempat
bagi pengaruhnya berdasarkan kesiapan dan tingkatannya yang terjadi dengan
sendirinya. Di dalam pembahasan masalah ini, saya akan sebutkan, insya Allah,
tambahan lain yang menjadi sebab bertambah jelasnya masalah-masalah yang hendak
dijelaskan, dengan kehendak dan pertolongan Allah.
Mestilah didahulukan pengantar sebagai persiapan terhadap apa yang hendak
dijelaskan, yang telah saya tunjukkan di atas secara garis besar. Ketahuilah,
bahwa kehendak aI-Haqq untuk menciptakan segala yang bersifat mungkin (yang
tidak wajib ada) bukan karena keesaan zat-Nya. Sebab, di dalam hal ini,
hubungan tuntutan penciptaan terhadap keesaan zat-Nya dan penafiannya adalah
sama, karena zat-Nya tidak memiliki ikatan dan hubungan dengan sesuatu apapun
dari aspek ini yang menuntut pemberian dan penerimaan pengaruh. Hukum-hukum
dan pandangan-pandangan lebur di dalam keesaan ini. Yang menjadi motif
penciptaan segala sesuatu adalah hukum ilmu yang bersifat esensial dan azali,
karena cakupan, keumuman hukum, dan hubungannya dengan esensi, asma, sifat,
dan pengetahuan al-Haqq. Sebab-sebab penciptaan berdasarkan hukum ilmu adalah
nama-nama esensi yang diwujudkan dalam kunci-kunci kegaiban. Itu merupakan
pembuka kegaiban adz-Dzat, kegaiban segala objek pengetahuan, dan induk
sifat-sifat Ilahi yang merupakan martabat adz-Dzat yang dinamakan al-Haydh,
al llm, al-Irddah, dan al-Qudrah. Hal itu merupakan naungan bagi
kunci-kunci kegaiban tersebut, sebagaimana uluhiyyah merupakan naungan
bagi adz-Dzat. Perhatian al-Haqq itu adalah dengan pemberian pengaruh
esensial walaupun satu pada asalnya. Sebagaimana hal itu ditegaskan secara
akal, syariat, dan penyingkapan. Sudut pandang dan ungkapan, terutama
induk-induknya, diwujudkan dalam kunci-kunci tersebut. Hubungannya, dari induk
hakikat alam yang ditampakkan, pada induk sifat uluhiyyah adalah terbilang.
Kunci-kunci ini, walaupun disatukan oleh satu esensi tetapi derajatnya
berlainan.
Penyingkapan (kasyf) yang benar mengungkapkan bahwa dua dari
derajat-derajat itu mengikuti dua yang pertama, sebagaimana menentukan dua yang
pertama adalah dari kesatuan gabungan esensial. Jenis ini yang termasuk tingkatan
yang ditunjukkan, tersembunyi di dalam nama-nama adz-Dzat, karena tidak
ada yang menyingkapnya kecuali orang-orang sempurna dari ahli Allah, para
khalifah, para cendekia, dan orang-orang yang dipercaya. Ia terpelihara di
dalam sifat-sifat uluhiyyah yang berada pada martabat naungan (zhilliyyah)
dalam hubungannya dengan nama-nama adz-Dzat, seperti kelebih-utamaan
al-'ilm atas al-qudrah dan kelebihan cakupannya. Terhadap yang
kami sebutkan, harus ditegaskan perbedaan perhatian dan pengaruhnya pada segala
sesuatu yang ditampakkannya dalam ilmu azali pada esensinya. Karena itu,
hubungan-hubungan ilmu al-Haqq menjadi banyak. Ilmu itu di dalam hukum dan
hubungannya mengikuti objek (ma'lum). Karena itu, objek-objek itu
mencari eksistensi yang satu dan kemunculan yang berlainan. Semua ini
merupakan hubungan, penisbahan, dan cara yang muncul dan dihasilkan dari
bentuk-bentuk kesatuan yang terjadi di antara nama-nama adz-Dzat yang
disebut sebagai kunci-kunci kegaiban adz-Dzat dan induk-induk hakikat
alam lainnya. Dan juga yang terjadi di antara segala yang bercabang darinya
berupa induk-induk berikutnya sebagai asal sifat-sifat uluhiyyah dan
induk hakikat alam lainnya. Kemudian dengan perhatian adz-Dzat, melalui
asal tersebut muncul maujud sebagian demi sebagian dan alam demi alam di dalam
lima martabat yang telah dijelaskan. Maka muncullah tingkatan demi tingkatan.
Demikianlah hingga akhir maujud yang berupa manusia pertama dan penutup
martabat penciptaan.
Kemudian saya katakan bahwa bentuk-bentuk kesatuan yang dihasilkan dari
perhatian pada kunci-kunci kegaiban adz-Dzat yang hakiki, hukum induk
sifat-sifat uluhiyyah, dan prinsip hakikat alam yang tampak secara azali
di dalam ilmu al-Haqq mengikuti perhatian al-Haqq yang esensial, seperu yang
telah dijelaskan, di dalam martabat kegaiban relatif. Ia adalah alam makna (alam
ma'dni) dalam pikiran selain al-Haqq. Kemunculannya adalah dari yang batin
ke yang lahir. Batinnya dihubungkan pada setiap yang dipikirkan selain al-Haqq.
jika tidak, maka senantiasa ia berhubungan dengan al-Haqq sebagai yang
disaksikan dan tampak pada ilmu-Nya dalam martabat dan derajat yang
berbeda-beda. Kemudian muncul dari al-Haqq bentuk-bentuk kesatuan yang
dihasilkan dari gabungan berbagai makna dan sejumlah hukum wajib dan mungkin
dengan pemberian pengaruh dari al-Haqq, melalui prinsip-prinsip yang telah
disebutkan, pada martabat rohani yang merupakan alam arwah dengan derajat yang
berlainan.
Roh merupakan bentuk kesatuan yang dihasilkan dari berbagai makna. Yaitu,
nama, hakikat, dan pengaruh yang dinisbahkan kepada al-Haqq. Semata-mata hal
itu dinisbah-kan kepada-Nya mengingat keberbilangan semua itu menurut
prinsip-prinsip yang telah disebutkan, yang merupakan kunci-kunci dan
faktor-faktor yang dekat. Kadang-kadang hal itu diungkapkan dengan hukum-hukum
wajib. Itu benar sebagaimana yang diungkapkan melalui penerimaan pengaruh yang
berkaitan dengan para penerima. Para penerima itu merupakan tempat pengaruh
hukum hukum
wajib terhadap hukum-hukum mungkin, seperti yang sudah dijelaskan. Setiap
pengaruh adalah konsekuensi dari bentuk kesatuan maknawi yang terjadi di antara
kunci-kunci kegaiban itu dan hukum-hukum wajib yang mengikutinya. Setiap
eksistensi tampak pada setiap diri dari diri-diri yang bersifat mungkin. Ia
adalah konsekuensi dari konsekuensi maknawi yang ditunjukkan sebelumnya. Maka
bentuk-bentuk kesatuan itu terdapat pada martabat-martabat penerima sebagai
cermin penampakan eksistensi, muncul dengan perhatian zat Ilahi melalui
prinsip-prinsip yang sudah disebutkan menurut martabat dan tempat kesatuan
pertama. Hal itu dinamakan pernikahan gaib (an-nikdh al-ghaybi). Maka
kunci-kunci pada perhatian adz-Dzat itu memiliki derajat kelaki-lakian.
Sementara bentuk-bentuk kesatuan yang berkaitan dengan hukum-hukum penerima
memiliki martabat kewanitaan. Martabat itu memiliki derajat tempat. Sementara
penampakan eksistensi pada martabat tersebut memiliki suatu martabat
berdasarkan derajat yang dihasilkan. Jika ini telah jelas, maka ketahuilah
bahwa kesatuan yang dapat dicerna dari perhatian roh-roh yang tinggi, berdasarkan
pengaruh yang berhubungan dengannya dan tempat berlakunya hukum dari
kunci-kunci kegaiban dan hukum-hukum eksistensi yang lain, berada pada dua
aspek, yaitu: Pertama, perhatian dengan esensinya yang terwarnai pengaruh-pengaruh
yang telah disebutkan tanpa hukum-hukum tempat penampakannya. Namun dalam
martabat alam, menyebabkan penampakan alam pra-eksistensi. Karena, penampakan
bentuk setiap pengaruh adalah pada hakikat setiap yang diberi pengaruh.
Semata-mata hal itu terjadi dan tampak menurut tempat pengaruh, baik tempat itu
bersifat maknawi, seperti martabat-martabat, maupun berupa suatu eksistensi.
Ini merupakan prinsip utama yang tidak rusak. Ia tennasuk sunah Allah.
"Kamu sekali-kali tidak akan
menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. " (QS. al-Fath: 23)
Roh-roh yang mengikuti roh-roh tertinggi dan pemelihara langit dari para
malaikat sebagai roh-roh yang tidak memiliki mazhhar merupakan buah dari
perhatian yang disebutkan tadi. Maka pahamilah.
Kedua, perhatian roh-roh yang tinggi dalam penampilan-penampilannya yang tampak
pada alam pra-eksistensi dan tercelup dengan sifatnya. Hukumnya pada martabat
jisim membuahkan alam jisim yang terindra, yang awalnya adalah 'Arsv yang
membentang dan jisim yang sederhana. Kelahiran ini muncul dari pernikahan
rohani. Maka roh-roh itu memiliki derajat kelaki-lakian dengan penerimaan pengaruh
yang telah disebutkan. Sedangkan alam fisik memiliki derajat kewanitaan. Jisim
keseluruhan memiliki martabat tempat. Bentuk 'Arsy memiliki derajat anak. Maka
alam di sini memiliki keibuan. Di dalam hal-hal yang baru saja saya sebutkan
terdapat derajat tempat. Alam roh memiliki derajat bapak. Aspek pertama dari
perhatian roh-roh tertinggi berlaku pada martabat jiwa. Anak-anak itu adalah
para pemelihara langit, sebagaimana telah dijelaskan. Maka dua aspek itu
kembali pada satu bagian, karena keduanya tidak berada di luar hukum pernikahan
rohani. Maka ketahuilah hal itu.
Kemudian dari pengaruh-pengaruh bentuk dan hukum yang dinisbahkan kepada
al-Haqq muncul alam langit yang berada di bawah 'Arsy, al-Kursiy, alam,
segala ciptaan, dan kerusakan menurut perbedaan tingkatan-tingkatannya,
jenis-jenisnya, dan macam-macamnya. Maka pahamilah. Jika engkau memahami apa
yang telah saya kemukakan, niscaya engkau tahu bahwa setiap maujud dari mumkinat,
esensinya mencakup sejumlah hukum wajib dan hukum mungkin. Maujud itu,
dalam hal hakikat dan faktor-faktor universalnya, eksistensinya tampak pada
beberapa martabat. Lalu, dalam hal faktor-faktor perinciannya, ia merupakan
cermin dari hukum-hukum tersebut. Mestilah pada setiap kemungkinan itu
diperoleh dominasi dan kekalahan yang terjadi di antara hukum-hukum tersebut
yang menyebabkan perbedaan bentuk kesatuan, serta hakikat, faktor-faktor
kesiapan dan martabat penerima. Dengan dominasi dan kekalahan itu tampak
derajat-derajat penyimpangan dan keseimbangan pada segala maujud yang
merupakan tempat dan kesatuan bagi hukum-hukum tersebut. Artinya, sebagian
maujud merupakan gabungan hukum-hukum wajib dan mungkin yang terjadi atas dasar
kedekatan pada kesamaan atau dominasi bagi hukum-hukum salah satu dari wajib
atau mungkin. Perbedaan kemuliaan dan kehinaan di antara maujud terjadi
menurut salah satu dari hal ini. Maka dominasi hukum-hukum wajib atau hukum-hukum
mungkin menuntut tambahan kemuliaan. Kebalikan dari itu merupakan kehinaan.
Kumpulan hukum-hukum kedua sisi itu berdasarkan kedekatan pada kesamaan dalam
salah satu derajat keseimbangan yang dikhususkan pada species manusia. Karena,
tujuan manusia mencakup berbagai derajat yang berbeda berdasarkan tambahan
persekutuan dan tambahan kedekatan pada keseimbangan hakiki Ilahi yang
dikhususkan dengan pemisahan. Pemisahan itu menggabungkan antara seluruh
universal hukum-hukum wajib dan hukum-hukum mungkin. Maka yang sempurna dari
species manusia adalah yang menerima hukum-hukum yang tercakup dalam pemisahan
tersebut, yang muncul pada derajat keseimbangan yang menggabungkan berbagai
keseimbangan. Yaitu, pertama, keseimbangan maknawi ma'gul (yang
dipahami akal) di dalam kesatuan makna dan hukum yang buahnya adalah
eksistensi arwah yang tinggi. Kedua, keseimbangan rohani ma'qul di
dalam perhatian dan motif roh adalah keberadaan roh yang tinggi itu. Ketiga,
keseimbangan rohani ma'quldengan perhatian dan motif roh yang telah
disebutkan. Keempat, keseimbangan pra-eksistensi ma'qulterjadi
dari kesatuan segala yang dinaikkan padanya dari alam ini setelah melewati
langit, al-Kursiy dan 'Arsy. Atau, yang menampakkan bentuknya pada salah
satu orbit. Alam roh di setiap langit memiliki bagian tertentu. Artinya, setiap
langit merupakan cermin bagi keseimbangan. Dari alam pra-eksistensi tampak
bentuk-bentuk perbuatan dan ihwal yang menetap di sana.
Jadi, tidak seuap yang dinaikkan di alam ini, dalam kekuatannya dan
kekuatan orang yang datang darinya, melewati alam jisim ke alam pra-eksistensi
mudak. Demikian pula halnya pada hal-hal yang turun. Pada hukum hadirat
al-Haqq, alam makna dan roh bergantung. Maka ia turun di langit dan bumi
menurut bagian-bagian alam pra-eksistensi yang ditampakkan pada masing-masing
darinya. Maka pahamilah. Selanjutnya yang kami sebutkan adalah keseimbangan
yang terindra. Ia terbagi ke dalam dua bagian, yaitu:
Pertama, bagian yang dapat dirasakan hasilnya di dalam
hubungan-hubungan planet, pembentukan orbit, dan percampuran yang terjadi di
antara kekuatannya dan kekuatan para malaikat yang mengurusnya menurut segala
yang tersimpan di setiap langit. Sebagaimana hal itu dikabarkan oleh al-Haqq
dengan firman-Nya,
"Dan Dia mewahyukan pada
tiap-tiap langit urusannya. " (QS. Fushshilat: 12)
Kedua, keseimbangan alami yang terjadi di antara unsur-unsur menurut keseimbangan
yang telah disebutkan. Hasil-hasil yang ditinggikan dalam derajat keseimbangan
pada susunan tubuh manusia merupakan penampakan seluruh keseimbangan tersebut,
yang melampauinya naik ke keseimbangan khusus dengan pemisahan yang telah
dikemukakan di atas. Maka pahamilah.
Roh-roh tinggi yang luput dari sebagian besar hukum kemajemukan dan
kemungkinan karena hubungannya yang dekat pada hadirat keesaan Tuhan adalah
yang paling mulia. Manusia hakiki yang sempurna perbuatannya adalah yang paling
sempurna dan paling seimbang dalam titik pusat lingkup eksistensi dan martabat.
Setiap orbit dan alam merupakan tempat dan penampakan suatu aspek
keseimbangan. Setiap aspek mencakup derajat-derajat yang ditampakkan dengan
bentuk kesatuan yang dihasilkan sifat, kekuatan, perbuatan, penghadapan, dan percampuran
yang terkumpul di sana. Itu, seperti alam terendah ini, merupakan cermin bagi
pengaruh, kekuatan, dan karakteristik yang terpendam di alam yang tinggi. Demikian
pula alam yang tinggi, berdasarkan tingkatan yang berbeda, merupakan cermin
yang muncul dari setiap tingkatannya sebagai akibat dari kekuatan dan pengaruh
yang datang darinya dan menjadi bahan dalam penciptaan penghuni alam ini.
Kemudian ia terpisah dan kembali ke tempat asalnya dalam bentuk yang berbeda
dari bentuk semula. Hal itu terutama diakibatkan oleh sifat, perbuatan, dan
penghadapan yang muncul dari manusia sebagai bagian dari keseluruhan dan
cermin yang membiaskan kekuatan setiap alam. Pengaruh setiap orbit dan
perhatian setiap kerajaan berbeda-beda hubungannya dengan setiap orbit dan alam
berdasarkan dominasi kekuatan dan karakteristik materinya. Hal itu terjadi pada
orbit tersebut, pada awal penciptaannya, di tengah-tengah penghadapannya, dan
ketika naik dengan ilmu, amal, akhlak, kesiapan eksitensi yang diperoleh melalui
perantaraan penciptaannya, dan berdasarkan bagian keseimbangan yang dikhususkan
bagi orang-orang sempurna. Hal ini ditunjukkan oleh Nabi saw dengan sabdanya
dalam hadis tentang isra' bahwa beliau melihat Adam di langit dunia—yang
merupakan orbit bulan—, Isa di langit kedua, Yusuf di langit ketiga—yang
merupakan orbit bintang luciver—, Idris pada orbit matahari, Harun di langit
kelima, Musa di langit keenam, dan Ibrahim di langit ketujuh.[104]
Itu merupakan pengabaran-pengabaran tentang bentuk hubungan mereka dengan
orbit tersebut dan pengenalan tempat penampakan mereka yang diperoleh dari
amalan, akhlak, dan sifat mereka yang terbit dari materi penciptaan mereka berupa
kekuatan orbit. Diperoleh dominasi sebagian kekuatan dan pengaruh itu terhadap
sebagian yang lain pada masing-masing mereka ketika semua itu berkumpul
padanya. Jika tidak, maka jelaslah bahwa arwah udak menempati suatu tempat.
Bagaimana bisa disifad tempat tinggalnya di langit. Maka ketahuilah hal itu.
Rahasia pada setiap pertemuan di antara dua hal, atau beberapa hal, adalah
adanya kesesuaian. Kesesuaian itu memiliki lima prinsip yang membatasi
keumuman. Maka kesesuaian itu terdapat di antara beberapa hal, baik di dalam
suatu sifat, atau beberapa sifat, atau dalam suatu kasus, atau beberapa kasus,
atau perbuatan. Atau, penggabungan di dalam martabat. Atau kesesuaian itu terjadi
dari segi esensi, dan keterbatasannya. Setiap kesesuaian yang terjadi di antara
dua hal, atau beberapa hal, tidak keluar dari lima prinsip ini, kecuali
kesesuaian-kesesuaian yang terjadi di antara makhluk. Hal itu adalah cabang
dari prinsip-prinsip ini. Kesesuaian pada hal yang sama adalah setiap hal yang
menggabungkan antara dua hal, atau beberapa hal. Ia menyerupai penyifatan
dengan hukum-hukumnya dan penerimaan penganih-pengaruhnya, jika sesuatu itu
adalah bagian dari hal-hal yang ditampakkan di dalam martabat resep-tivitas (infi'aliyyah).
Jika tidak, apa yang saya sebutkan terjadi pada martabat pelaku (fd'iliyyah)
dan atas dua penegasan. Maka kesamaan itu terpastikan. Penggabungan terjadi
dalam hal terangkatnya hukum keberbilangan di antara dua hal, atau beberapa
hal. Percampuran itu tidak mudak, melainkan pada hal-hal yang memiliki
kesamaan. Yang tergabung melalui persekutuan adalah persamaan hakiki,
sebagaimana kami katakan berulang kali. Dalam hal makna yang ada pada setiap
sesuatu, di mana sebagian sisinya sama dengan sebagian lain, adalah seperti
sudut-sudut pandang yang telah saya sebutkan. Penggabung tersebut merupakan
penggabung dengan esensi, atau dengan martabat dan esensi sekaligus. Di
antara keduanya pun terdapat hikmah, di mana terjadi penyatuan beberapa hal sebagai
penggabungnya. Darinya tidak dibedakan antara hukum yang menegaskan dan yang
menafikan sesuatu yang telah ditegaskan. Kemudian hukum-hukum penyebab
percampuran itu masuk dan bercampur dengan hukum-hukum yang menyebabkan penyatuan.
Maka ia menjadi kuat pada sebagian makhluk dalam hal esensi, sifat, ihwal,
perbuatan, dan martabat. Hal-hal yang menuntut pembedaan sebagian mereka dari
sebagian yang lain adalah berdasarkan hukum-hukum yang menyebabkan penyatuan,
seperti halnya di dalam hukum-hukum wajib dan mungkin yang telah disebutkan.
Hal itu, baik dari kecenderungan hukum-hukum yang menyebabkan percampuran
dalam kekuatan otentisitas maupun dari kemajemukan keberbilangan yang
menyebabkan dominasi. Maka muncullah kontradiksi ketidak-tahuan, kejauhan, dan
keterpisahan dari sesuatu. Kadang-kadang hal itu terjadi sebaliknya. Menjadi
kuatiah hukum kesesuaian dan penyebab penyatuan. Maka terbidah kecintaan (mahabbah)
dan muncul kekuasaan ilmu, hubungan, penggabungan, dan sebagainya. Pendek
kata, sebab kemunculan perbedaan dan kesesuaian, penggabungan, dan keterpisahan
di antara makhluk adalah prinsip ini. Maka hadirkanlah agar engkau memahaminya
dan memahami apa yang saya sebutkan dalam pasal ini.
Ketahuilah bahwa sedikit dan banyaknya perkumpulan di antara manusia, dalam
keadaan terjaga dan tidur, kembali pada kuat dan lemahnya perbedaan yang
berlaku di antara mereka. Yang berlawanan itu, misalnya, adalah yang di satu
sisi menyerupai, sementara di sisi lain membelakangi. Atau, dari berbagai sisi.
Demikianlah hal itu terjadi jika hukum-hukum penyebab penyatuan mendekat untuk
menyamai, dalam kekuatan dan kemajemukan keberbilangan, hukum-hukum yang
menyebabkan percampuran. Maka terjadilah hukum kesesuaian dan persekutuan dalam
sedikit dan banyak menurut dekat dan jauhnya dari persamaan kekuatan hukum hukum tersebut.
Setiap kali bertambah kedekatan, bertambah banyaklah persekutuan dan
kesesuaian. Demikian pula sebaliknya, apabila hukum kedekatan itu lemah. Ketika
hukum-hukum yang menyebabkan percampuran mendominasi hukum-hukum yang
menyebabkan penyatuan, maka terjadilah kontradiksi dan pertentangan.
Kadang-kadang satu sisi penyebab penyatuan menjadi kuat, maka kuadah kecintaan
di mana hampir-hampir dua orang itu tidak terpisah dan tidak berbeda. Maka
pahamilah.
Kemudian ketahuilah, ketika engkau tujukan pandangan pada apa yang saya
sebutkan di dalam pasal ini, dan yang sebelumnya ketika memulai menjelaskan
hadis ini, dan engkau perhatikan apa yang saya bentangkan dari hukum-hukum
kesesuaian, lima prinsipnya, bentuk-bentuk persekutuan yang dihasilkan dan
terjadi di antara hukum-hukum wajib dan hukum-hukum mugkin, yang dapat
diperoleh dari hukum-hukum sifat, perbuatan, keadaan hal-hal lain yang telah
disebutkan, niscaya engkau pun ingat apa yang disebutkan di dalam
derajat-derajat keseimbangan. Penampakannya dalam lima kehadiran adalah
berdasarkan perbedaan bentuk tersebut. Engkau tahu bahwa tempat kemunculannya
adalah kesamaan kehadiran-kehadiran tersebut dan kandungannya berupa
bagian-bagian alam, seperti 'Arsy, al-Kursiy, tujuh langit, alam unsur,
dan yang Allah ciptakan dari kumpulannya. Engkau tahu bahwa sebab paling kuat
dalam perkumpulan manusia, sebagian mereka dengan sebagian lain, dari segi
bentuk mereka di alam ini, jiwa mereka yang terjaga di alam-alam yang tinggi,
dan keterpisahan jiwa dari badannya sehubungan dengan orang yang diberi kemampuan
untuk itu, adalah pengaruh kesesuaian tersebut. Banyak dan sedikitnya
perkumpulan kembali pada kekuatan dan kelemahan pengaruh-pengaruhnya. Karena,
kesesuaian itu, apabila berlaku di dalam sifat dan perbuatan sekaligus, adalah
seperti pengaruhnya yang lebih kuat daripada kesesuaian yang berlaku dalam
perbuatan saja.
Jika digabungkan dengan apa yang saya sebutkan tentang hukum kesesuaian
sifat dan perbuatan, maka pengaruhnya menjadi lebih kuat. Jika terhadap hal itu
digabungkan hukum persekutuan dalam martabat, niscaya ia semakin kuat. Jika
dengan itu semua ditetapkan tegasnya kesesuaian, dalam hal esensi, maka
sempurnalah keadaannya. Maka barangsiapa yang teguh kesesuaiannya di antara dia
dan roh orang-orang sempurna, seperti para nabi dan para wali terdahulu, dari
lima sisi ini, maka dia berkumpul bersama mereka dalam terjaga dan tidur. Saya
lihat hal itu pada guruku ra selama puluhan tahun. Saya pun lihat sebagiannya
pada orang lain.
Asy-Syaikh (Ibn al-'Arabi) ra dapat berkumpul dengan arwah siapa saja yang
dia kehendaki dari para nabi, para wali, dan orang-orang terdahulu melalui tiga
cara. Jika dia ingin menurunkan rohaninya di alam ini dan menjelma dalam rupa
yang menyerupai rupa unsur terindra yang ada padanya dalam kehidupan dunia,
maka tidak ada sesuatu yang menghalanginya. Sekalipun pun dia ingin
menghadirkannya di dalam tidurnya. Dan jika mau, dia terpisah dari raganya dan
berkumpul dengannya di mana tampak martabat dirinya. Sebab, hal itu terjadi di
alam yang tinggi menurut kecederungan hukum kesesuaian yang teguh dari diri
orang yang dilihatnya dan di antara orbit menurut hukum yang berlaku di antara
dia dan orbit serta alam yang lain. Inilah hal yang saya sebutkan tentang
kemampuan guruku ra. Itu termasuk tanda-tanda kesahihan pewaris nabi. Hal itu
di-tunjukan dengan firman .Allah SWT,
"Dan tanyakanlah kepada
rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu. " (QS. az-Zukhruf: 45).
Kalau tidak ada yang mampu berkumpul bersama mereka, maka tidak ada
manfaat dari ayat ini. Tidak dianggap mustahil diperoleh hal semacam itu. Maka
hindarilah penakwilan yang lemah dan pengkajian yang tidak dapat membantu
pemahamanmu dan menghalangimu dari hal seperti ini, lalu membingungkan mu. Demi
Allah, lebih dari satu orang yang melihat ini dan yang semisalnya, dan itu udak hanya
sekali.
Pasal ini adalah tentang penjelasan hakikat alam pra-eksistensi dan tempat
kemunculan hukum-hukumnya dari alam-alam tinggi dan rendah, terutama spesies
manusia. Selain itu, pasal ini memuat penjelasan lain tentang hukum-hukum mimpi
dan martabat-martabatnya, serta perbedaan derajat manusia dalam hal itu semua.
Dengan pasal ini selesailah pembahasan dalam syarak hadis ini yang mencakup
ilmu-ilmu yang asing itu.
Ketahuilah, bahwa alam arwah itu lebih dahulu dalam eksistensi dan
martabauiya ketimbang alam jisim. Pertolongan rabbani yang sampai pada
jisim bergantung pada perantaraan arwah yang ada antara keduanya dan al-Haqq.
Pengaturan jisim itu diserahkan kepada roh. Mustahil terjadi ikatan antara roh
dan jisim karena esensi keduanya yang saling bertolak belakang. Yang satu
kompleks (murakkab), sementara yang lain sederhana (basith). Jadi,
semua jisim adalah kompleks, sedangkan roh adalah sederhana. Tidak ada
kesesuaian dan ikatan di antara keduanya. Apa-apa yang tidak merupakan ikatan
tidak memberi dan menerima pengaruh, serta memberi dan meminta bantuan. Karena
itu, Allah menciptakan alam pra-eksistensi sebagai pemisah yang menggabungkan
antara alam arwah dan alam jisim agar terjadi ikatan di antara keduanya.
Sehingga mudah diperoleh penerimaan dan pemberian pengaruh, dan sampai bantuan
dan pengaturan. Alam roh dan karakteristiknya menjelmakan roh di dalam
tempat-tempat penjelmaannya yang ditunjukkan dengan Firman-Nya,
"Maka menjelma di hadapannya
(dalam bentuk) manusia yang sempurna, " (QS. Maryam: 17)
dan sabda Rasulullah saw,
"Kadang-kadang malaikat itu
menjelma kepadaku dalam rupa laki-laki."[105]
''Termasuk di antaranya adalah sabda Nabi saw tentang surga dan neraka,
"Baru saja dijelmakan kepadaku
surga dan neraka pada permukaan dinding ini." [106]
Juga sabdanya tentang hari kiamat ihwal orang yang tidak membayar zakat,
"Dijelmakan padanya hartanya sebagai
seorang yang berani yang menghalangi."[107]
Di dalam riwayat yang sahih disebutkan,
"Dibayangkan baginya pengganti
yang dijelmakan padanya."[108]
Dan sebagai-nyayang dikabarkan syariat. Ke alam pra-eksistensi itu naiklah
mereka yang berpetualang dalam mikraj rohani mereka. Mikraj rohani itu dicapai
melalui keterpisahan dari bentuk unsur alami. Arwah mereka terselubung
penampakan rohani. Demikianlah ihwal roh manusia dengan jisim unsur alaminya,
di mana rohnya mengatur jisimnya dan meliputinya dalam hal ilmu dan amal.
Sebab, terdapat kontradiksi di antara roh dan badannya, dan terhalangnya ikatan
yang memungkinkan pengaturan itu dan sampainya pertolongan kepadanya. Allah
menciptakan dirinya yang bersifat hewani itu sebagai pemisah di antara badan
dan roh. Maka diri hewaninya, sebagai suatu kekuatan akal, adalah sederhana,
sesuai dengan roh yang terpisah, dan sebagai sesuatu yang dengan esensinya
meliputi berbagai kekuatan yang muncul dalam bingkai badan, merupakan pengatur
berbagai tindakan. Ia pun terbawa dalam asap lembut yang terdapat pada rongga
bagian sebelah kiri berupa hati yang berbentuk kerucut sesuai dengan susunan
tubuhnya yang tersusun dari unsur-unsur. Maka dihasilkan ikatan, serta
penerimaan dan pemberian pengaruh. Sehingga memudahkan datangnya pertolongan, seperu saya
katakan, dan pengaturan. Apabila ini telah jelas, maka ketahuilah bahwa
kekuatan imajinasi yang ada pada penciptaan manusia, karena keberadaannya
sebagai bagian dari alam, terhadap alam pra-eksistensi mutlak adalah seperu suatu
bagian terhadap keseluruhan. Hal itu bagai selokan terhadap sungai yang
merupakan tempat asalnya. Sebagaimana ujung selokan bersambung dengan sungai,
maka demikian pula alam khayal manusia dari ujungnya yang tertinggi bersambung
dengan alam pra-eksistensi. Namun di dalam hal itu, manusia terbagi ke dalam
dua golongan, yaitu:
Pertama, mereka tidak mengetahui ikatan itu, tidak
merasakannya, dan udak pula memperhatikannya. Mereka adalah kebanyakan manusia.
Kedua, mereka adalah golongan yang lebih sedikit. Yaitu, yang mengetahui,
memperhatikan, dan tertarik padanya. Bahkan mereka melampauainya ke alam arwah
dan apa yang ada di atasnya, yang akan saya kemukakan kepadamu beserta sebagian
rahasia-rahasianya, insya Allah.
Ketahuilah bahwa hubungan alam pra-eksistensi dengan bentuk alam yang
merupakan penampakan nama lahir adalah seperti hubungan pikiran dan khayalan
manusia dengan bentuknya. Sedangkan roh bentuk alam merupakan, dari satu sisi,
penampakan nama batin. Yang dijelmakan pada segala hal rasional yang tidak
memiliki bentuk merupakan nama batin dan pengatur. Tidak ada kekurangan dalam
pengetahuan, dan tidak pula dalam kekuatan dari manusia sebagai bagian darinya.
Al-Haqq memiliki kekuatan yang teguh. Di sana sesuatu tidak menjelma kecuali
berdasarkan apa yang diketahui. Tidak ada ketidaktahuan yang menembus ilmu
tersebut. Maka hal itu mendorong kesesuaian dan kesahihan. Demikian pula halnya
dengan akal dan jiwa yang tinggi. Tetapi halnya pada manusia tidaklah demikian.
Karena, kekuatan imajinasinya mengikuti cahaya rohnya, yang telah dijelaskan.
Maka roh itu ditempatkan pada dirinya menurut kekuatan imajinasinya. Lalu ia
memulai peniruan-peniruannya. Namun, menurut kemurahan bentuk akalnya,
kelurusan atau penyimpangan susunan tubuhnya dan kekhususan tempat dan waktu,
ia berbeda dengan yang menjelma di alam pra-eksistensi sebagai nama batin, lalu
akal dan jiwa. Sebagaimana telah saya kemukakan bahwa hubungan imajinasi
manusia yang terikat dengan alam pra-eksistensi adalah seperti hubungan selokan
dengan sungai.
Kemudian, khayalan dan mimpi manusia memiliki berbagai motif. Sebagiannya
bersifat campuran dan sebagian lainnya di luar campuran. Yang dikhususkan
dengan campuran adalah kebenaran bentuk akal dan apa yang telah disebutkan.
Sementara yang di luar campuran adalah kekekalan hukum hubungan antara
khayalannya dan alam pra-eksistensi melalui ilmu dan kesesuaian yang menuntut
penyatuan dari salah satu dari dua sisinya. Ini adalah kasyf yang tinggi
yang sedikit orang menyaksikannya. Saya memasukkan diriku ke dalam sebagian
penampakannya berupa khayalan yang terikat pada alam pra-eksistensi. Dari
pintu hubungan yang ditunjukkan saya sampai ke ujungnya. Saya keluar darinya
menuju alam arwah, kemudian ke keluasan tempat terbit cahaya. Segala puji bagi
Allah atas apa yang Dia karuniakan. Kemudian hendaknya diketahui bahwa martabat
manusia dalam berbagai golongan terbatas pada tiga kelompok, yaitu:
Pertama, kelompok yang paling rendah. Allah telah memberi
cap pada hati mereka. Dari jiwa mereka tidak ada sesuatu pun yang bersambung ke
kalbu mereka, yang sebelumnya terlukis di dalam dirinya atau diperbarui
kecuali sedikit yang tidak esensial, cepat hilang, dan terlambat datang.
Bahkan, kadang-kadang tidak keluar dari kegaiban alam tertinggi, dan juga yang di
atasnya, sesuatu dalam dirinya karena tidak adanya kejernihan dan terdapat
penyimpangan total dari keseimbangan dan penyambutan yang benar dalam kehadiran
kedekatan dan penghadapan ke hadirat al-Haqq atau martabat-martabat roh.
Kedua, kelompok yang kadang-kadang memperoleh kejernihan dalam hadnya, kekosongan
dari segala kesibukan diri dan hubungan khayalannya dengan alam pra-eksistensi
mudak. Semua itu diperoleh jiwa mereka kedka itu. Ia terbalik seperu
terbaliknya bayangan, dan terbalik dari hati ke akal, lalu tercap padanya. Jika
dia menemukan, pada mimpinya, pengaruh keadaan jiwa, maka di dalam hal itu
kekuatan khayalan memiliki pendahuluan menurut alat dan susunan tubuh yang
telah saya sebutkan. Jika mimpi itu luput dari keadaan jiwa, maka bentuk
rasional itu adalah sahih. Jika susunan tubuh itu benar, maka itu merupakan
mimpi dari Allah. Pada umumnya mimpi itu tidak ada ta'bir-nya. Sebab,
kebalikan dari kebalikan itu tampak dalam rupa asli. Demikianlah mimpi
kebanyakan para nabi. Inilah sebab tidak adanya penakwilan al-Khalil (Ibrahim)
as terhadap mimpi-mimpinya. Dia mengambil bentuk lahirnya.
Ketiga, orang yang hatinya menjadi tempat bersemayam al-Haqq. Pada umumnya, tidak
tercetak di dalam hatinya itu hal-hal dari luar. Bahkan hatinya menjadi sumber
segala hal dan ketercetakan pertama di dalam akal. Ketika al-Khalil membiasakan
keadaan pertama, sementara al-Haqq berkehendak untuk memindahkannya ke maqam
orang yang Allah luaskan hatinya, maka ketercetakan tidak muncul dari hati
ketuhanannya ke akalnya. Ia tidak tampak dalam bentuk asli. Ia memerlukan
penakwilan untuk mengungkap hal yang dimaksud dengan penggambaran atas bentuk
yang ditam-pakkannya di alam tertinggi, yang memiliki akal dan jiwa, sebagai
penampakan rohani. Atau, atas kemunculannya dari hati sebagai pemersatu
keberbilangan dengan sifat keesaan. Ketahuilah hal itu, dan perhatikanlah.
Pasal ini mengandung ilmu-ilmu tersembunyi yang darinya diketahui perbedaan
martabat dan derajat jiwa serta sebab-sebab pemahaman yang salah dan yang benar.
Diketahui darinya perbedaan antara khayal yang terikat dan alam pra-eksistensi
yang mutlak. Dan, darinya diketahui hubungan setiap satu terhadap yang lain,
dan terhadap al-Haqq. Setiap khayal yang terikat adalah salah satu hukum dari
hukum-hukum nama batin yang menjelma di alam pra-eksistensi mudak dengan
penjelmaan yang benar karena kesahihan ilmu dan kekuatan peniruan. Ia menjelma
di dalam setiap khayal menurut kekuatan, tempat, dan ihwal yang dipahami. Yang
dominan dari sifat-sifat itu adalah waktu pemahaman. Darinya pun diketahui
bahwa mimpi yang tidak ada penakwil-annya adalah tidak diperlukan. Mimpi yang
memerlukan penakwilan terjadi pada kelompok terendah. Sementara pada makhluk
paling sempurna terjadi sebaliknya, yang tidak ada penakwilannya. Itu merupakan
keadaan pertengahan. Diketahui pula darinya hal-hal lain yang tidak cukup
tempat untuk menyebutkannya berupa segala yang saya telah kemukakan dan
sebutkan, bentuk-bentuk yang dihasilkan dari apa yang telah saya jelaskan
berupa hukum-hukum prinsip dalam martabat penyimpangan terhadap martabat
keseimbangan dengan penyimpangan susunan tubuh yang diimpikan. Terutama,
apabila ditambahkan pada hal tersebut bentuk akal dan perilaku yang jelek.
Dalam hal ini, mimpi itu adalah dari setan, sebagaimana ditunjukkan Nabi saw.
Maka pahamilah. Ini merupakan batasan martabat-martabat mimpi dan prinsip
martabat-martabat pemimpi, karena perbedaan derajat mereka dan sebab perbedaan
mereka dalam hal itu semua. Barangsiapa yang mengkaji apa yang saya telah jelaskan
di dalam bab ini, niscaya dia mengetahui kesimpulan dari prinsip-prinsip
tersebut dan buahnya. Dia mengetahui, dari mimpi itu sendiri, setiap pemimpinya
ketika disebutkan padanya apa yang dia lihat. Apakah yang dilihatnya itu adalah
nabi anu, wali anu, Zaid, atau Umar, baik yang dilihat dalam benak pemimpi itu
adalah sudah mati atau masih hidup. Atau, yang dilihatnya tidak seperu itu.
Apakah itu merupakan kesesuaian yang berlaku di antara pemimpi dan yang
diimpikan dalam hal keadaan, sifat, perbuatan, martabat, atau esensi, menurut
apa yang telah dijelaskan. Atau, itu adalah nabi, wali, Zaid, atau Umar,
sebagaimana yang diyakini dan diduga pemimpi. Selama dia belum mengetahui
secara pasti apa yang saya sebutkan, maka mimpinya tidak menghasilkan ilmu. Dia
tidak meletakkan kepercayaan pada dugaan dan keyakinannya. Sehingga dia
berkata, "Saya bermimpi melihat fulan. Dia berkata kepadaku dan saya pun
berkata kepadanya." Sehingga kadang-kadang dia melihat sebagian mayat
dalam keyakinannya di dalam mimpi. Lalu dia bertanya kepadanya ihwal akhirat.
Tetapi mayat itu tidak menjawabnya dan berpaling darinya. Kalau pun mayat itu
menjawab, jawabannya tidak sempurna, atau tidak benar. Rahasia di dalam hal itu
adalah bahwa yang dilihat itu, jika memiliki rupa kesesuaian dari segi keadaan,
perbuatan atau sifat, maka dia tidak menuntut penampakan hal-hal yang ditanyakan.
Karena itu, tidak diperoleh jawaban yang benar, dan tidak ada kesepakatan yang
berguna.
Karena, semua itu merupakan bentuk WdAyang tidak ada penegasannya. Ini
berbeda dengan apabila pemimpi itu telah melihat roh nabi tersebut, wali, atau
orang yang berada pada tempat penampakan alam pra-eksistensi di barzakh, adanya
kesesuaian antara dia dan roh pemimpi dari bentuk-bentuk alam yang tinggi, atau
kesesuaian itu berlaku di antara keduanya dari segi martabat, maqam, dan
esensi sekaligus, serta sendiri-sendiri. Maka jawaban dan bantahan yang terjadi
di antara pemimpi dan yang diimpikan adalah benar walaupun yang diimpikan itu
adalah termasuk orang yang telah mengetahui apa yang ditanyakan di dunia ini
sebelum kematiannya. Atau, keyakinannya terhadap apa yang ditanyakan pemimpi
merupakan keyakinan yang sesuai dengan apa yang ada pada dirinya. Apabila tidak
terjadi seperti itu, maka jawaban itu merupakan buah keyakinan orang yang
diimpikan yang diajukan padanya suatu pertanyaan. Kadang-kadang jawaban itu
adalah benar, atau mendekati kebenaran. Tetapi kadang-kadang pula jawaban itu
tidak benar. Hal itu didasarkan pada benar dan tidaknya keyakinan pemimpi dan
yang diimpikan. Maka ketahuilah hal itu.
Ini semua adalah yang berulang kali dialami banyak orang yang hampir tidak
dapat saya hitung jumlah mereka. Balikan, saya alami sendiri sebelum al-Haqq menganugerahiku
penampakan yang benar terhadap hal-hal ini, makrifat hakikat-hakikatnya, dan
martabat-martabat asalnya. Maka segala pujian bagi Allah yang telah menunjukkan
kami pada hal ini dan yang lainnya. Kami tidak akan memperoleh petunjuk kalau
Allah tidak memberikan petunjuk kepada kami. Mahasuci Dia, tiada Tuhan selain
Dia. Dia yang Maha Mengetahui, Mahakuasa, Maha Pemberi kenikmatan, dan Maha
Pemberi kebaikan.
HADIS KEDUA PULUH TIGA
Dari Jabir bin 'Abdullah[109] bahwa seseorang
berdiri, lalu salat fajar (subuh) dua rakaat. Pada rakaat pertama dia membaca Qull ya ayyuha al-kafirun ..." (QS. al-Kafirun—penj.) Maka Rasulullah saw
bersabda,
"Ini adalah hamba yang
mengenali Tuhannya."
Sementara pada rakaat kedua dia membaca "Qul huwa Allah ahad ... (QS.
al-Ikhlash—penj.) Maka Nabi saw bersabda,
"Ini adalah hamba yang beriman
kepada Tuhannya."[110]
Penyingkapan Rahasia dan
Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, bahwa makrifat memiliki beberapa derajat yang berlainan.
Sebagiannya lebih tinggi daripada sebagian yang lain. Yang pertama di dalam
syariat, terutama pada zaman Nabi saw adalah membedakan al-Haqq oleh orang yang
meyakini dari apa yang biasa dilakukan orang-orang Arab dalam menyembah patung,
bintang, dan sebagainya. Kandungan surah qulya ayyuha al-kafirun merupakan jenis pembedaan ini. Karena itu, Rasulullah saw merasa puas terhadap jawaban
budak perempuan bisu ketika ditanyakan kepadanya melalui isyarat, "Di mana
Allah?" Maka dia menunjukkan jarinya ke langit. Lalu Rasulullah saw
bertanya lagi kepadanya,
"Siapakah saya?"
Maka dia menunjuk sebagai isyarat. Dari isyarat itu dipahami bahwa dia
menunjukkan bahwa engkau adalah Rasulullah. Maka beliau berkata kepada
tuannya,
"Merdekakanlah dia, karena dia
seorang wanita mukmin."[111]
Hal seperti ini pun disebutkan di dalam hadis Mu'adz: Ketika Rasulullah saw
mengutusnya ke Yaman, beliau bersabda, "Engkau diutus kepada kaum Ahli
Kitab. Maka jadikanlah seruan pertamamu kepada mereka adalah kesaksian bahwa
tiada tuhan selain Allah dan bahwa aku adalah Rasulullah saw. Apabila mereka
telah mengenal Allah, maka kabarkanlah kepada mereka bahwa diwajibkan kepada
mereka salat lima waktu pada siang dan malam."[112]
(Hadis). Maka pernyataan syahddatain dinamakan makrifat. Hal itu
berarti mengesakan al-Haqq dan membedakannya dari setiap yang disembah oleh
orang-orang Arab dan yang mereka sekutukan bersama al-Haqq dalam uluhiyyah-Nya.
Maka pahamilah.
Sabda Rasulullah saw tentang qul huioa Allah ahad ketika dibaca oleh
orang itu dalam salatnya,
"Ini adalah hamba yang beriman
kepada Tuhannya."
Rahasia dalam sabda itu adalah lafal ahad diletakkan pada derajat
tertinggi sebagai penyucian al-Haqq dari martabat keberbilangan. Karena itu,
seluruh muhaqqiqsepakat bahwa pengungkapan-diri (tajalli) di
dalam ahadiyyak (kemahaesaan) adalah mustahil. Karena, al-Haqq, dalam
hal ahadiyyak-Nya, tidak ada ikatan dan hubungan dengan sesuatu di dalam
perkara apa pun. Zat-Nya yang tidak diketahui itu tidak mengubah sifat, nama,
hukum, dan ilmu-Nya. Sehingga di dalam memutlakkan semua itu dan menisbahkannya kepada al-Haqq harus
ada penalaran martabat, sudut pandang, atau anggapan. Ketika diasumsikan semua
anggapan itu gugur, maka semua hubungan dan penisbahan ini pun dinafikan.
Tidak ada lagi selain membenarkan al-Haqq sesuai apa yang Ia kabarkan tentang
diri-Nya dalam hal pengetahuan-Nya terhadap diriNya dan ketiadaan pengetahuan
kita terhadap diri-Nya. Ini adalah makna sabda Nabi saw yang berkaitan dengan
orang yang membaca qul huwa Allah ahad, "Ini adalah hamba yang
beriman kepada Tuhannya." Maka pahamilah.
Lisan maqam ini mengandung banyak rahasia di antara
rahasia-rahasia al-Haqq yang paling agung. Maqam penyucian tauhid
beserta keagungan-Nya merupakan salah satu cabang dari cabang-cabang maqam ini.
Karena, penyucian tauhid merupakan sifat Yang Maha Esa. Lisan penyucian al-Haq
ini merupakan karakteristik keesaan-Nya yang membedakan dari selain-Nya. Tidak
ada cara untuk membuktikan makrifat ini kecuali memperoleh penampakan-diri dan
penampakan-penampakan transedental melalui ketentutan-ketentuan tempat-tempat
penampakan-diri. Maka dari al-Haqq dipahami kesekatan-Nya (barzakhiyyah) yang
agung yang meliputi segenap eksistensi, kemungkinan (imkdn), serta
maksud-maksud yang tercakup keduanya, pengabaran tentang zat-Nya yang tidak
diketahui tanpa perantaraan suatu materi apapun, maujud, nama-nama, dan
sifat-sifat. Di dalam makrifat tidak ada derajat yang lebih tinggi daripada
ini. Ia merupakan kebalikan derajat makrifat pertama yang sudah ditunjukkan.
Derajat-derajat makrifat lainnya serta martabat-martabatnya adalah di antara
kedua martabat ini. Maka pahamilah, niscaya engkau mendapat petunjuk, insya Allah.
HADIS KEDUA PULUH EMPAT
Dari Thalhah[113] dari Malik[114]
dari Makhul[115] dari Abu Bakar ash-Shiddiq[116] ra, dia berkata, Billah al-azhim (demi Allah Yang Mahaagung). Telah mengabarkan kepadaku
Muhammad al-Mushthafa saw, beliau bersabda, Billah al-azhim. Telah mengabarkan kepadaku Jibril as, dia berkata, Billah al-'azhim. Telah mengabarkan kepadaku Mikail, da berkata, Billah
al-'azhim. Telah mengabarkan kepadaku Israfd, dia berkata Allah Swt.
berfirman, "Wahai Israfil, demi keagungan, kebesaran, kemurahan dan
kemuliaan-Ku, barangsiapa membaca Bismillah ar-rahmdn ar-rahim bersambung
dengan surah al-Fatihah dalam satu nafas, bersaksilah kalian kepada-Ku bahwa
Aku telah mengampuninya. Aku terima darinya kebaikan dan Aku hapuskan darinya
kejelekan. Aku udak akan membakar lidahnya dengan api (neraka). Aku menyelamatkannya
dari azab kubur, azab hari kiamat, dan ketakutan yang besar. Dia akan
menemui-Ku sebelum para nabi dan para wali."[117]
Penyingkapan Rahasia dan
Penjelasan Maknanya
Ditegaskan dari Rasulullah saw apa yang diriwayatkan dari Tuhannya mengenai
sifat salat. Yaitu, apabila hamba membaca: Bismillah ar-rahman ar-rahim, maka Allah Yang Mahaagung dan Mahatinggi berfirman,
"Hamba-Ku mengingatKu." Apabila hamba
mengucapkan: al-Hamd lillah rabb al-'alamin, Allah berfirman, "Hamba-Ku memuji-Ku." (Hadis) [118]
Hadis ini adalah seperu kunci dan pengantar untuk menjelaskan makna hadis
yang disebutkan sebelumnya. Apabila engkau mengetahui hal ini, maka ketahuilah
bahwa orang berakal mengetahui bahwa semata-mata bersambungnya bacaan basmalah
dengan surah al-Fatihah dan bentuk pelafalannya udak menyebabkan
kecenderungan ini dan kemuliaan yang tinggi. Rahasia yang terdapat dalam hal
itu semua adalah bahwa ketika Allah SWT menjadikan basmalah sebagai
zikir dan al-hamd lilldh sebagai pujian, dari sisi ini. Dia membedakan
di antara keduanya. Di antara hal yang nyata bagi para muhaqqiq dan ulul
albab adalah bahwa pujian dari setiap pemuji atas setiap yang dipuji
merupakan pengenalan dari pemuji kepada yang dipuji tentang esensi yang dipuji
berkaitan dengan pemuji.
Hakikat zikir sempurna itu adalah menjelaskan apa yang menunjukkan pada
yang dizikir sebagai penunjukan yang sempurna dan menerangkan zat-Nya. Atau,
pezikir itu menghadirkan yang dizikir di dalam dirinya atau kehadirannya
bersama-Nya. Kehadiran dan penghadiran mengungkapkan pengagungan kepada yang
sudah diketahui (ma'lum). Maka hasilnya pun kembali kepada ilmu. Ini,
dari satu sisi, tidak berbeda dengan pujian. Namun sehubungan dengan orang yang
mengingat al-Haqq sebagai zikir makrifat dan pengenalan, maka seakan-akan Dia
berfirman, "Barangsiapa zikirnya menyaUi dengan pujiannya, di mana
zikirnya merupakan pengungkapan tentang Zat yang dizikir seperti pengenalan
pemuji yang benar dengan pujiannya walaupun dalam hal Dia sebagai yang dizikir
atau yang dipuji. Dia pantas mendapat pemuliaan dan pendekatan yang sempurna.
Tidak diragukan bahwa diperolehnya sifat ini terlalu agung dan tidak mungkin
bagi kebanyakan makhluk. Yang memperolehnya adalah orang yang pantas mendapat
pendekatan dan pemuliaan yang sempurna. Inilah yangjarang ada, bukan pemikiran
adanya sambungan bacaan basmalah dengan surah al-Fatihah. Maka
pahamilah. Allah Maha Pemberi petunjuk.
HADIS KEDUA PULUH LIMA
At-Turmudzi dari Ibn 'Abbas, [119] dia berkata,
"Ketika turun Al-Quran kepadanya, beliau
menggerakkan lidahnya." [120]
Di dalam riwayat lain,
"Ketika Al-Quran diturunkan kepada Rasulullah saw, beliau mendapati
kesusahan. Maka Allah berfirman, 'Janganlah engkau menggerakkan lidahmu untuk
segera menghafalnya,"
Dia berkata,
"Karenanya beliau menggerakkan kedua bibirnya." [121]
Dan dia pun berkata, "Ini adalah hadis hasan sahih."
Penyingkapan Rahasia dan
Penjelasan Maknanya
Ketahuilah bahwa syariat dan kajian membuktikan bahwa ikatan maujud dengan
al-Haqq berlaku dalam dua hal. Pertama, rangkaian susunan dan
perantaraan yang awalnya adalah pena (al-qalam), kemudian laiuh
al-mahfudz, 'Arsy, al-Kursiy, langit, unsur-unsur, lalu segala yang
dihasilkan dari unsur-unsur tersebut, dan akhir penciptaan dan perkara manusia.
Nabi saw telah mengabarkan semua itu. Beliau pun mengabarkan ihwal akhir
penciptaan dan tentang perkara manusia. Beliau saw bersabda,
"Manusia adalah maujud terakhir
yang diciptakan."[122]
Kedua, ketiadaan perantara. Artinya, setiap maujud memiliki ikatan dengan al-Haqq
dari sisi yang tidak ada perantara di antara dia dan Tuhannya. Ini merupakan
sisi kebersamaan al-Haqq dengan segala sesuatu dan cakupan pengetahuan terhadap
lahir dan batin setiap sesuatu. Sebagaimana hal itu disebutkan di dalam Kitab yang
agung dan yang ditunjukkan oleh Rasulullah saw. Adapun yang disebutkan di
dalam Kitab yang agung adalah seperti firman-Nya,
"Dan Dia bersama kamu di mana
saja kamu berada." (QS. al-Hadid: 4)
Ayat-ayat lainnya adalah sebagai berikut:
Tiada pembicaraan rahasia antara
tiga orang, melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada [pembicaraan antara}
lima orang melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada [pula] pembicaraan an
tara [jumlah] yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama
mereka. (QS.
al-Mujadilah: 7)
... dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya. (QS. Qaf: 16)
... sesungguhnya Dia Maha Meliputi
segala sesuatu, (QS. Fushshilat: 54)
dan sebagainya.
Adapun isyarat-isyarat Nabi saw terhadap hal itu, di antaranya adalah
sabdanya,
"Sesungguhnya Tuhanku berfirman
kepada-Ku tadi malam begini dan begitu."[123]
Sabdanya,
"Saya punya suatu waktu yang
tidak meliputiku pada waktu itu selain Tuhanku."[124]
Dan sabda beliau kepada para sahabatnya ketika mereka mengeraskan suara
takbir dan tahlil,
"Kalian udak menyeru kepada
yang tuli dan yang tidak ada. Yang kalian seru bukan binatang
tunggangan-mu." [125]
Di dalam riwayat lain disebutkan,
"Sesungguhnya Dia lebih dekat
kepada salah seorang di antara kalian daripada leher binatang tunggangannya,"[126]
dan sebagainya. Sebagaimana beliau pun menunjukkan pernyataan rangkaian
urutan dengan riwayat dari Jibril dari Mikail dari Israfil dari Allah.
Kadang-kadang diringkas dengan hanya menyebutkan Jibril as, karena cukup
dengan pernyataan yang telah disebutkan, bahwa Jibril mengambil dari Mikail,
Mikail dari Israfil, dan Israfil dari Allah. Kadang-kadang pula dikabarkan
bahwa Israil adalah pemilik hijab. Di dalam hadis lain disebutkan, sebelum
Israfil, ar-Rafi' dari Israfil, dan Israfil dari Allah.
Kemudian, ketahuilah bahwa sisi ikatan dengan al-Haqq dalam hal ketiadaan
perantara adalah berlakunya hubungan dengan setiap maujud. Tetapi kebanyakan
manusia udak mengetahuinya. Tidak terbuka bagi mereka pintu itu untuk
mengambilnya dari Allah tanpa perantara. Bahkan, hal itu udak diperoleh kecuali
bagi sebagian orang dari para nabi, para wali, dan pemuka para muhaqqiq. Mereka
memperhatikan sisi ini, yakni sisi ketiadaan perantara secara khusus.
Sedangkan para filosof mengingkari sisi ini. Mereka mengatakan, "Tidak
ada ikatan antara al-Haqq dengan maujud kecuali melalui sisi sebab dan
perantara." Mereka keliru di dalam hukum ini. Karena, ketiadaan
pengetahuan mereka terhadap sisi ini tidak mengharuskan ketiadaan adanya hubungan
tersebut. Ketiadaan perasaan tidak berarti ketiadaan eksistensi. Sebab,
walaupun mereka tidak mengenal-Nya, tetapi orang selain mereka telah mengenal,
bahkan menyaksikan dan mendapatkan ini sebagai sesuatu yang pasti menurut
penyingkapan (kasyf) dan syariat. Pernyataan ini adalah dari sisi akal
yang dicerahkan dengan cahaya Allah. Yaitu, ketika tidak boleh menurut akal
bahwa terpikit pada al-Haqq dua sisi yang berbeda, karena Ia esa dari seluruh
sisi, maka haruslah ikatan rasional antara Allah dan maujud menjadi pasti dari
al-Haqq, melalui satu sisi. Karena, bilangan banyak itu termasuk keharusan
segala yang bersifat mungkin dan sifat-sifat esensialnya, dan bentuk keberbilangan
yang pertama dan paling sedikit adalah dua, maka haruslah ikatan setiap segala
yang bersifat mungkin dengan al-Haqq dari pihak al-mumkin itu dari dua
sisi. Pertama, dari sisi eksistensinya yang mungkin, dan kedua, dari
sisi eksistensinya yang wajib, dari sisi telah diketahui oleh Allah. Mesti dan
harus ada dominasi sisi yang membawa al-Haqq pada keesaan dan hukum-hukum
eksistensi wajib yang diungkapkan dengan nama-nama. Sebagaimana harus ada
dominasi keberbilangan dari sisi lain dan terbukanya pintu sisi khusus yang
kami katakan: "Tidak ada perantara di dalamnya yang bergantung pada
penggunaan hukum-hukum keberbilangan dan kemungkinan di dalam keesaan al-Haqq
dan hukum-hukum wajib keberadaan-Nya." Maka pahamilah.
Karena Nabi kita adalah makhluk paling sempurna, maka pintu yang tinggi
bagi hukum-hukum perantara di antara hamba dan Tuhannya terbuka baginya dan
tercetak di dalam kalbunya melalui rahasia firman-Nya, "Tidak
melapangkan-Ku bumi-Ku, dan tidak pula langit-Ku. Melainkan melapangkan-Ku
kalbu hamba-Ku yang mukmin, bertakwa, dan membersihkan diri."[127] Di
antara ilmu Tuhannya adalah yang hendak al-Haqq kabarkan kepadanya agar dia
menyampaikannya kepada umatnya. Hal itu sebagaimana firman Allah SWT, "Agar
kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka."
(QS. an-Nahl: 44) Ketika kalam itu disampaikan kepadanya melalui perantara
dalam bentuk lafal-lafal dan ungkapan yang disesuaikan dengan ihwal yang diajak
bicara, maka disampaikan kepada Rasulullah saw ilmuNya dalam bentuk
makna-makna disebabkan penyampaiannya tanpa perantara untuk meringankan
dirinya. Sehingga, tidak menyebabkan kesusahan yang dialami oleh tabiatnya
karena pewahvuan yang bersifat rohani. Tabiat mencemaskan hal itu karena
adalanya tolak belakang yang terjadi antara tabiat dan roh malaikat. Maka
firman Allah SWT,
"Janganlah engfcau menggerakkan
lidahmu untuk segera menghapalnya," (QS. al-Qiyamah: 16)
sebagai pengajaran dan penanaman adab. Adapun penanaman adab, yaitu ketika
yang membawa wahyu itu dari Allah adalah Jibril as, maka beliau bersegera
menyebut apa yang diwahyukan kepadanya dengan tergesa-gesa dan menampakkan
ketidak-pedulian kepadanya. Ini, tidak diragukan lagi, merupakan kekurangan di
dalam adab, terutama dengan sang guru yang memberi petunjuk.
Adapun aspek pengajaran, dari satu sisi, adalah bahwa makhluk yang diajak
bicara dengan Al-Quran dihukumkan keterikatan mereka dengan al-Haqq dari sisi
rangkaian urutan dan perantara yang tampak dan dominan pada mereka. Karena,
pintu aspek lain tertutup bagi kebanyakan dari mereka. Mereka tidak memahami
Allah kecuali dari sisi yang bersesuaian dengan ihwal mereka. Itu merupakan
sisi perantara dan keberbilangan dari sesuatu yang bersifat mungkin,
sebagaimana telah dijelaskan. Hal itu ditunjukkan dengan firman-Nya:
Maka sesungguhnya telah Kami
mudahkan Al-Quran itu dengan bahasamu. (QS. Maryam: 97)
Sesungguhnya Kami menjadikan
Al-Quran dalam bahasa Arab supaya kamu memahami. (QS. az-Zukhruf: 3)
Allah SWT mengabarkan derajat AI-Quran dalam maqam mengangkat
(menghilangkan) perantara. Allah berfirman,
"Dan sesungguhnya ALQuran itu
di dalam induk al-Kitab. " (QS. az-Zukhruf: 4)
Yakni, Al-Quran yang disifati dengan buatan di sisi kalian.
"Di sisi Kami adalah
benar-benar tinggi dan banyak mengandung hikmah" (QS. az-Zukhruf: 4)
Yakni, Al-Quran itu lebih tinggi dan lebih berisi hikmah daripada sifat
buatannya. Maka al-Haqq mengajarkan kepada Nabi kita saw bahwa AJ-Quran,
walaupun engkau mengambilnya dari Kami dan engkau menampakkannya kepada Kami
dalam induk al-Kitab (umm al-kitab) dalam hal maknanya tanpa perantara,
namun ketika Kami menurunkannya pada waktu yang lain dengan perantaraan, hal
itu mengandung faedah-faedah tambahan, di antaranya adalah menjaga pemahaman
orang-orang yang membacanya. Selain itu, faedahnya adalah agar pengenalanmu
meliputi makna-makna ungkapan yang sempurna tersebut. Maka engkau
menggabungkan antara kesempurnaan lahir dan kesempurnaan batinnya. Dengannya
ditampakkan rohani dan jasmanimu. Kemudian, masalah itu melampauimu menuju
umatmu. Maka masing-masing mereka mengambil bagiannya darinya berupa ilmu dan
amal. Allah mengatakan yang benar dan menunjukkan orang yang Dia kehendaki ke
jalan yang lurus.
HADIS KEDUA PULUH ENAM
Ditegaskan di dalam ash-Shahih dari Rasulullah saw bahwa beliau
tidak pernah menoleh dengan memalingkan mukanya. Yakni, menoleh dengan memutar
lehernya. Jika menoleh, beliau menghadap dengan seluruh tubuhnya.[128]
Penyingkapan Rahasia dan
Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, di antara masalah yang menjadi sandaran para muhaqqiq dan
syariat adalah bahwa kesempurnaan manusia adalah dalam berakhlak dengan akhlak
Allah serta berhias dan meniru sifat-sifat-Nya yang agung. Tidak ada keraguan
dalam keesaan al-Haqq, keesaan limpahan karunia-Nya, dan perhatian-Nya untuk
menciptakan apa yang Dia hendaki ciptakan. Perhatian-Nya pada penciptaan semut
adalah seperti perhatian-Nya pada penciptaan 'Arsy dan al-Kursiy. Karena,
Dia disucikan dari terbayang padanya berbagai arah yang berbeda yang memberi
aib di dalam tindakan-Nya sebab tidak ada kemajemukan dan pembagian.
Keberbilangan, kemajemukan, perbedaan, dan sebagainya termasuk sifat-sifat
segala yang bersifat mungkin (mumkinat) yang menerima
perlakuan-Nya, dan menampakkan limpahan karunia-Nya.
Ketika masalahnya seperti itu, maka wajib bagi setiap orang yang berakhlak
dengan akhlak Tuhannya agar tidak memperhatikan sesuatu kecuali secara
keseluruhan. Dia harus menjaga diri dari mencampurkan bagian sesuatu dengan
yang lain, sehingga dapat membagi perhatian. Bahkan, ia harus memperhatikan
dengan sempurna segala sesuatu dengan kehadiran yang sempurna, meniru Tuhannya
dalam hal menampakkan sifat-sifat-Nya yang menghiasi dirinya. Maka pahamilah,
niscava engkau mendapat petunjuk. Insya Allah.
HADIST KE DUA
PULUH TUJUH
Ditegaskan dari Rasulullah saw,
"Zaman telah berputar seperti keadaannya pada hari Allah menciptakan langit dan bumi." [129]
Penyingkapan Rahasia dan
Penjelasan Maknanya
Hadis di atas mengandung pokok-pokok ilmu Ilahi. Tidak ada yang
mengetahuinya kecuali sedikit dari kalangan orang-orang yang sempurna. Di
antaranya adalah pengetahuan tentang permulaan perputaran 'Arsy. Maka
ketahuilah, bahwa penyingkapan sempurna terhadap rahasia universal ini
memahamkan bahwa permulaan perputaran 'Arsy adalah dari al-mizan (neraca).
Dari situ menuju Pisces tempat Allah menciptakan roh-roh samawi dan
bentuk-bentuk asal universal yang ditempatkan di rongga 'Arsy. Jangka waktu
kekuasaan enam rasi ini adalah 21 ribu tahun. Dari Aries ke Virgo adalah lima
puluh ribu tahun. Dari awal perputaran Virgo berdasarkan perintah Ilahi yang
diwahyukan kepadanya, tempat kemunculan jenis manusia, lamanya adalah tujuh
ribu tahun. Nabi kita saw diutus sebagai rasul pada tujuh ribu tahun terakhir.
Pada bagian-bagian pemisah (al barzakhiyyah) yang menggabungkan antara
perputaran Virgo dan perputaran al-mizan yang khusus bagi akhirat,
adalah seperu yang disebutkan ahli tentang rasi, memiliki dua fisik. Disebutkan
bahwa separuh terakhirnya adalah bercampur dengan karakteristik pemisahan yang
akan datang. Demikian pula dari pengutusan Nabi saw. Ia adalah waktu percampuran
dunia dan akhirat. Seperti subuh, yang darinya awal siang dimulai hingga
terbitnya matahari, adalah bandingan waktu pengutusan beliau hingga hari
kiamat. Sebagaimana bertambahnya terang setelah terbit fajar secara bertahap
sedikit demi sedikit, demikian pula munculnya hukum-hukum akhirat dari sejak
pengutusan bertambah hingga waktu terbit matahari dari tempat terbenamnya.
Terhadap contoh ini disebutkan isyarat-isyarat Nabi saw dengan sabdanya,
"Pengutusanku dan hari kiamat adalah seperti yang
datang bersama-sama, atau hampir mendahuluiku." [130]
Dan sabdanya,
"Hari kiamat tidak terjadi sebelum berkata kepada
seseorang cambuknya."[131]
"Hingga pahanya mengatakan kepadanya tentang apa yang diperbuat oleh
keluarganya sesudahnya." Serta isyaratnya di dalam hadis lain yang berisi
kabar-kabar tentang kebanyakan manusia akhir zaman yang mendengar ucapan
benda-benda mati, tumbuhan, dan binatang. Prinsip ini adalah dari ilmu rahasia
dunia dan waktunya, ilmu rahasia akhirat, ilmu rahasia-rahasia perputaran, ilmu
zaman keberadaan para malaikat langit, ilmu rahasia Nabi saw sebagai penutup
kenabian dan risalah yang khusus berkaitan dengan syariat, ilmu keber-akhiran al-wilayah
(kewalian), rahasia keberakhiran kenabian mutlak, dan ilmu lainnya dari
jenis-jenis ilmu yang tidak cukup tempat untuk disebutkan.
Namun, tidak dibayangkan bahwa masa kemunculan jenis manusia terbatas pada
tujuh ribu tahun. Ini hanya menyiratkan jika udak ada selain satu putaran
saja. Masalahnya bukan begitu. Melainkan maksudnya adalah untuk mengingatkan
bahwa Allah SWT menciptakan hal-hal tersebut pada awal perputaran universal,
pada akhir kekuasaan, dan perintah Tuhan kepada telinga Adam. Allah Maha Mengetahui
jumlah perputaran dan keberakhiran ke rasi Virgo. Kadang-kadang Allah SWT
mengajarkannya kepada sebagian hamba-Nya. Maka mereka mengetahuinya, walaupun
tidak jelas penyebutannya. Maka ketahuilah hal itu.
HADIS KEDUA PULUH DELAPAN
Rasulullah saw bersabda,
"Sesungguhnya Allah menciptakan
Adam atas rupa-Nya."
Di dalam riwayat lain disebutkan,
"... atas rupa ar-Rahman. [132]
Penyingkapan Rahasia dan
Penjelasan Maknanya
Ketahuilah, Allah mengetahui diri-Nya, maka Dia mengetahui alam semesta.
Karena itu, Adam adalah atas rupa-Nya. Ini memerlukan pendahuluan. Sebagai
pendahuluan, ketahuilah bahwa merupakan kesepakatan orang-orang yang berakal
sehat bahwa al-Haqq adalah Maha Esa. Bersamaan dengan itu, tidak dibenarkan
Allah SWT menjadi rupa bagi sesuatu, dan tidak pula menjadi yang dirupakan oleh
sesuatu. Sesungguhnya hakikat-hakikat itu tidak berubah. Maka 'adam (ketiadaan)
tidak berubah menjadi wujud (keberadaan), dan wujud pun tidak
berubah menjadi 'adam. Apabila sesuatu menuntut suatu hal bagi
esensinya, maka ia senantiasa begitu selama ada esensinya. Apabila ia
menuntutnya dengan satu atau beberapa syarat, maka syarat tersebut menjadi
wajib, baik satu atau beberapa syarat itu merupakan sesuatu yang ada (wujud)
maupun hubungan ketiadaan ('adam), atau gabungan dari keduanya dalam
pikiran. Jika engkau memahami ini, niscaya engkau mengetahui bahwa alam ini
udak akan menjadi ketiadaan. Maka hakikatnya terbalik, dengan kekuasaan-Nya,
hingga menjadi sesuatu yang ada. Tetapi ia tidak memiliki eksistensi azali,
karena hal itu akan menjadikannya sama dengan al-Haqq dalam keberadaan abadi.
Maka eksistensi itu menjadi wajib bagi zat-Nya. Al-Haqq tidak memiliki rupa, dan tidak ada yang
serupa dengan-Nya. Maka tegaslah bahwa martabat alam berada di antara
keberadaan abadi dan ketiadaan murni. Martabat tersebut tidak berlaku dalam dua
sisi di atas. Tidak ada lagi kecuali menjadi pengikut pada zat Pencipta Yang
Maha Mengetahuinya sebagai ikutan azali dan maknawi. Maka ia menjadi maujud
dalam hubungannya dengan ilmu Yang Maha Mengetahui dan menjadi tiada (ma'dum)
pada zat-Nya karena kemustahilan-Nya menjadi menyerupai dan diserupakan.
Adalah mustahil ilmu al-Haqq menjadi baru dan mengubah ilmu, baik dalam keadaan
maupun sifat-Nya, karena mustahilnya merubah hakikat, sebagaimana telah
dijelaskan. Maka gambaran diketahuinya setiap bagian dari bagian-bagian alam
dan gambaran keseluruhannya berada pada ilmu-Nya SWT secara azali dan abadi di
atas satu martabat, tanpa ada perubahan dan pergantian. Ilmu-Nya SWT berada
pada hadirat keesaan hakiki. Zat-Nya tidak berubah dan tidak terpisah sehingga
tidak ada keberbilangan dan kemajemukan.
Maka haruslah alam ini muncul dari kehadiran-Nya berdasarkan tuntutan
ilmu-Nya yang bersifat esensial, esa, dan azali yang berkaitan dengan
setiap yang diketahui (ma'lum) menurut keadaannya. Karena itu, alam
muncul dalam rupa yang al-Haqq ketahui di dalam zat-Nya secara azali. Maka
bentuk lahir Adam merupakan bagian dari bentuk lahir alam, dan batinnya
merupakan bagian dari batin alam. Demikian pula rohnya dan maknanya.
Kesemuanya itu merupakan bentuk hubungan-hubungan yang menentukan tuntutan
penciptaan al-Haqq dan kesahihannya menurut keadaan, hukum, esensi, dan ilmu.
Hal itu tidak tertentu, terikat, atau bercampur pada diri-Nya dengan sesuatu
yang tidak dituntut zat-Nya. Ilmu konseptual ('ilm tashawwuri), persepsi
kesaksian (idrak syuhudi) dan persepsi pengindraan (idrak bashari) tidak
dapat mengungkap rahasia ini lebih dari ini. Hal itu disebabkan sempitnya
ungkapan dan pemahaman akal. Bahkan itu disebabkan sempitnya jiwa yang
mempersepsi dalam hubungannya dengan keindahan kehadiran Yang Mahasuci dan
keluasan lingkup kehadiran adz-Dzat yang menjadi sumber dan asas.
Apabila engkau mengetahui hal ini, niscaya engkau tahu rahasia sabdanya saw,
"Sesungguhnya Allah menciptakan Adam atas rupa-Nya."
Rupa merupakan homonim yang mencakup lahir dan batin, serta menggabungkan
hal-hal yang harus digabungkan dan diikuti kebergantungan pada gabungan percampuran
dan tiupan serta air secara khusus. Padahal dari satu sisi, tidak semua begitu.
Maka ketahuilah, niscaya engkau pendapat petunjuk, insya Allah.
HADIST KEDUA PULUH SEMBILAN
Diriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa beliau bersabda, "Sesungguhnya
Tuhanmu, pada hari-harimu, memiliki tiupan-tiupan rahmat-Nya. Maka
hadapilah."[133]
Benarlah Rasulullah saw.
Penyingkapan Rahasia dan
Penyingkapan Maknanya
Ketahuilah, bahwa menghadap itu terbagi ke dalam dua bagian. Yaitu, yang
tanpa usaha dan yang disertai
usaha. Yang tanpa usaha adalah menghadap melalui kesiapan esensial yang udak
dibuat dan sama sekali tidak disertai perintah. Ini merupakan martabat
penghadapan yang utama dan yang paling tinggi. Berikutnya adalah penghadapan
melalui kejernihan rohani. Keluasan orbitnya yang dapat dipahami adalah pada
hukum-hukum martabat dan pemiliknya. Asalnya adalah derajat yang berbeda-beda
menurut kekuatan roh, kemuliaan jawhar, dan ketinggian martabatnya. Keadaan
esensial yang mendominasinya adalah keadaan penghadapan.
Keduanya ini adalah tanpa usaha, sebagaimana saya telah tunjukkan. Hanya
saja, di antara keduanya terdapat perbedaan yang samar. Yaitu, bahwa bagian
kedua yang dikhususkan dengan kejernihan rohani dan keluasan lingkup, saya
jadikan sebagai bagian kedua yang mengiringi bagian pertama, karena hal itu
diperoleh dari bagian eksistensi yang sebelumnya dari al-Haqq melalui kesiapan
universal yang dengan martabatnya mendahului wujud yang diterima karena
keberadaannya yang tidak diusahakan sebagai kesiapan parsial, eksistensial,
dan terus menjadi baru. Penguasaan terhadapnya dilakukan dengan usaha. Ia
termasuk buah u'ujud yang diperoleh roh melalui kejernihan dan sebagainya.
Ini—yakni nama ini—adalah kesiapan parsial, walaupun dari satu sisi merupakan
salah satu hukum kesiapan universal dan sifatnya. Kemunculan dan penampakannya
bergantung pada wujud yang dihasilkannya. Maka pahamilah.
Berikutnya adalah penghadapan dengan kecintaan (mahabbah) yang mesti
disertai kebutuhan, baik kebutuhan mudak maupun kebutuhan bersyarat. Asalnya
berdasarkan derajat-derajat yang berbeda-beda. Pemilik derajat pertama adalah
yang menghadap kepada al-Haqq dengan sifat-sifat kecintaan mudak yang tidak
menuntut sesuatu selain-Nya. Bahkan, mereka tidak mencintai dan tidak
mencari-Nya karena pengenalan mereka terhadap-Nya atau pengabaran seseorang
kepada mereka. Bahkan, mereka tidak mengetahui mengapa mereka mencintai-Nya.
Mereka pun tidak menampakkan suatu tuntutan kepada-Nya. Hubungan ini menyerupai
dua penghadapan yang tidak diusahakan yang tidak dapat dibedakan kecuali dengan
kecenderungan perasaan dan tarikan yang tidak dapat ditolak. Bahkan, dia
merasakan pada dirinya ada ikatan, kebutuhan, ketertarikan, kerinduan, dan
kecenderungan kepada aI-Haqq yang tidak diketahui sebabnya. Maka dia merasakan,
cenderung, dan rindu. Dia tidak tahu mengapa tidak, dan bagaimana. Ini
merupakan hubungan esensial. Sava telah menyebutkannya pada beberapa tempat
dari buku saya.
Berikutnya adalah penghadapan dengan sifat kecintaan terhadap hal-hal
tertentu secara kolektif dan sendiri-sendiri, seperti makrifat atau kesaksian
dan kedekatan kepada-Nya melalui segala hal yang diperlukan. Itu merupakan
derajat pertama kebutuhan bersyarat.
Selanjutnya adalah yang menghadap dengan sifat kecintaan kepada al-Haqq
dengan mempertimbangkan apa yang ada dari al-Haqq yang tidak khusus dan tidak
berkaitan dengan al-Haqq, seperti segala sesuatu yang telah disebutkan di atas
berupa pengenalan kepada al-Haqq, kesaksian, kedekatan kepada-Nya, dan
melangkah dengan-Nya. Semata-mata dia menghadap karena tuntutan-tuntutan khusus
secara kolektif dan sendiri-sendiri, seperti mencapai sebab-sebab kebahagiaan
karena muncul di dalam benak berdasarkan hadis-hadis Rasulullah saw yang benar
dan penelaahan dari sebagian sisi.
Bagian ini memiliki perincian. Maka satu maqam hukum pun menuntut
didatangkan manfaat dan menolak bahaya segera dan tidak segera, dalam jangka
waktu tertentu dan tidak tertentu. Di dalam bagian ini dihasilkan hal-hal yang
menimbulkan keinginan dan rasa takut menurut perbedaan aspek-aspeknya.
Kebutuhan bersyarat adalah menyertai semua itu kecuali dua penghadapan pertama.
Sebab, kebutuhan yang menyertai keduanya adalah kebutuhan mutlak yang disebut menghadap. Maka ingatiah.
Pengikat kebutuhan ini adalah menuntut penyempurnaan yang bergantung pada
pencapaian satu atau beberapa tujuan. Saya pastikan untuk menyebut
pokok-pokoknya setelah dua penghadapan pertama. Ketahuilah hal itu, dan juga
selain yang saya sebutkan. Ia semata-mata penghadapan dengan bentuk-bentuk
perantara, seperti perbuatan, perhatian, bentuk-bentuk doa, dan sebagainya.
Penghadapan ini tidak memiliki martabat universal selain yang saya sebutkan,
melainkan perincian pokok-pokok ini. Tiada lain.
[1]
'Lihat biografinya di dalam Thabaqat as-Syafi'iyyah al-Kubra karya as-Subki, Mesir: 1324, jilid VII,
hal. 19; Manaqib al-'Arifin (dalam bahasa Persia) karya Ahmad al-Aflaki yang diterbitkan oleh Ahmad
Atasy, Ankara: 1961: Safahat al-L'ns li al-Jami, terjemahan oleh al-Lama'i Chelbi dari bahasa
Persia ke dalam bahasa Turki, cet. Istambul: 1279 H, hal. 632633; alh-Thabaqdt
al-Kubra karva asy-Sya'rani, cet. Mesir, tanpa
tahun, jilid I, hal. 177; Safinah al-Awliyd' karva Daraciku {berbahasa
Persia), cet. Qampur: 1900. hal. 64; Kitab al-Khithab karya Ismail Haq al-Bruswi (berbahasa Turki), cet. Istanbul: 1256 H, hal-
288-293; Tadzkirah al-Huffazh karya adz-Dzahabi. cet. India, 1956 M,
jilid IV, hal 1391; al-Wafi li al-Lafiyat karya Shafadi, cet. Weisbadn: 1981, jilid II. hal. 200; Jami' at-Karamat al-Awliya' karya an-Nabhani. cet. Mesir: 1962. jilid
II, hal 222; Habib as-Sayr karya Ghiyats ad-Din Husaini (berbahasa Persia). cet. Iran: 1362, jilid II.
hal. 155-156; Brockelmann, GAL, I, 585: Suppl., I. 807; Osman Ergin, Sadreddin
el-Konevi ve Eserleri, IU Edebiyat Fakultesi Sarkivat Mecmuasi, Istanbul:
1957, II, 63-90; Nihad Keklik, Sadreddin Konevi'nin Felesefesinde
Allali-Kainat ve Insan, Istanbul: 1967.
[2]
'Lihat Kasyf al-Khafa
karya al-'Ajlunl Isma'il bin Muhammad (Beirut. 1352), jilid II, hal. 236. Diriwayatkan
oleh Abu Na'im, Ibn 'Adi, dan sebagainya.
[3]
Ibn Wad'an adalah Abu Manshur
Muhammad bin 'Ali bin 'Ubaydillah bin Ahmad bin Shalih bin Sulayman bin Wad’al-Moshuli. Dia lahir pada tahun 408 H dan wafat pada tahun 494 H Di Moshul.
Dia menghimpun empat puluh hadis, namun dituduh berdusta. Lihat Siyar A'lam
an-Nubala' karya adz-Dzahabi (Beirut: 1984), jilid 19, hal. 164-167.
[4]
Saya tidak menemukannya di dalam
sumber-sumber rujukan.
[5]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam
bab al-Birr, hal. 55.
[6]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam
hab al-Musafirin
hal. 201 dan an-Nasa'i
dalam bab al-Iftitah hal. 17.
[7]
Diriwayatkan oleh at-Turmudzi dalam
bab al-Fitan, hal. 22 dan Ibn Hanbal, V/277-280.
[8]
Diriwayatkan oleh at-Turmudzi di dalam bab al-Birr, hal. 55; ad-Darimi dalam bab ar-Riqaq, hal. 74 dan Ibn Hanbal, V/153-158.
[9]
Diriwayatkan oleh al-Bukhari di
dalam bab al-lman hal, 39 dan al-Buyu hal. 2; Muslim di dalam bab ai-Musaqah hal. 107-108; Abu Dawud dalam bab al-Buyu' hal. 3; at-Turmudzi di dalam bab al-Buyu' hal. 1 an-Nasa'i di dalam bab al-Buyu' hal
2 dan al-Qudhdh hal. 11; Ibn Majali di dalam bab al-Fitan hal.
14; ad-Darimi di dalam bab al-Buyu’ hal. 1; dan Ibn Hanbal IV/267,
269-271 dan 275.
[10]
Diriwayatkan oleh al-'Ajluni di
dalam kitab Kasyfal-Khafa' juz II, hal. 224. Lihat pula Kanz al-Ummal karya 'Ala' ad-Din
'Ali al-Hindi (Beirut: 1985)
juz III, hal. 24.
[11]
Lihat Kasyf al-Khaf ' karya
al-'Ajluni, juz II, hal. 195.
[12]
Jami' al Ushul Judul lengkap buku
ini adalah Jami' al-Ushul min al-Hadits ar-Rasul karya Ibn Atsir (tahun
607 H). Buku ini dicetak di Beirut pada tahun 1950 dan berjumlah 12 jilid.
Hadis ini terdapat pada jilid II, hal. 186.
[13]
Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam
bab al-Jihad,
hal. 73.
[14]
'Rifa'ah bin Rafi' adalah seorang
sahabat. Nama lengkapnya adalah Rifa'ah bin Rafi' bin Malik bin al-Harits
al-Habli. Bapaknya, Rafi' bin Malik, adalah salah seorang dari dua belas
panglima yang memimpin Perang Aqabah bersama tujuh puluh orang Anshar. Rifa'ah
ikut terlibat dalam Perang Khandaq dan seluruh peperangan bersama Rasulullah
saw. Dia wafat pada awal kekhalifahan Mu'awiyah bin .Ali Sufyan. Lihat kitab ath-Thabaqat
al-Kubra karya Ibn Sa'ad (Beimt: 1967) jilid III, hal. 596-597.
[15]
Diriwayatkan oleh al-Bukhari di
dalam bab al-Adzan, hal. 126 dan Ibn Hanbal, III/158.
[16]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam
bab al-Masdjid, hal. 149; an-Nasai di dalam bab al-Iftitah, hal. 19 dan 36; dan Ibn Hanbal, III/106.
[17]
Abu Umamah, nama lengkapnya adalah
Abu Umamah al-Bahili, seorang sahabat Rasulullah saw. Dia meriwayatkan banyak
ilmu dan menceritakan tentang 'Umar, Mu'adz, dan Abu 'Ubaidah. Dia wafat pada
tahun 84 H. Lihat biografinya pada kitab Siyar Alam an-Nubala' karya adz-Dzahabi, jilid III, hal.
359-363.
[18]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab al-Musafirin,
hal 252.
[19]
Diriwayatkan oleli ath-Thabrani. Lihat kitab al-Jami'ash-Shaghir karya as-Suyuthi, cet. Mesir: 1321, jilid I, hal. 82.
[20]
Diriwayatkan oleh at-Turmudzi di dalam bab
ad-Da’wat, hal. 101 dan Ibn Majali di dalam bab az-Zuhd, hal. 27.
[21]Diriwayatan
oleh at-Turmudzi di dalam bab ad-Da'wat, hal. 98; Ibn Majah di dalam bab
az-Zuhd, hal. 30; dan Ibn Hanbal, 11/132, 155 dan III/425
[22]
Diriwayatkan oleh al-Bukhari di
dalam bab at-Ta'bir, hal. 45; Abu Dawud di dalam bab al-Adab, hal. 88; at-Turmudzi di dalam bab ar-Ru'ya, hal.
8; Ibn Majah di dalam bab ar-Ru'ya’, hal. 8; dan Ibn Hanbal, 1/216, 246, 359 dan
III/505.
[23]
Diriwayatkan oleh at-Turmudzi di
dalam bab ar-Ru’ya’, hal. 3; ad-Darimi di dalam bab ar-Ru’ya', hal. 9; dan Ibn Hanbal. 111/67, 93.
[24]
'Anas bin Malik adalah pelayan
Rasulullah saw dan sahabatnya yang paling terakhir wafat, yaitu pada tahun 93
H. Lihat Siyar A'lam an-Nubala', jilid II, hal. 395-40G.
[25]
Diriwayatkan oleh Ibn Majali di
dalam bab al-Iqamah. hal. 119 dan ad-Du'a', hal. 130.
[26]
Di riwayatkan oleh Ibn Hanbal dengan redaksi yang berbeda. Lihat jilid II, hal. 177.
[27]
Di riwayat kau oleh at-Turmudzi di dalam bab ad-Da'wdt, hal. 65.
[28]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab adz-Dzikr, hal. 78; Abu Dawud di dalam
bab al-Khatam, hal. 4; dan an-Nasa'i di dalam bab az-Zinah, hal. 8 dan 121.
[29]
Diriwayatkan oleh Ibn as-Sunni dari
Mu'adz. Lihat Kanz al-'Ummal karya al-Hindi, jilid III, hal. 144.
[30]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam Bab Al Iman, Hal 172 dan An Nasa’i dalam Bab
al-Buyu’ Hal 5-6
[31]
Diriwayatkan oleh Abu asy-Syekh dan ad-Dailami dengan berbagai
redaksi Lihat Kasyf al-Khafa' oleh al-Ajluni. juz I. hal 246. hadis no. 748
[32]
Diriwayatkan oleh at-Turmudzi dengan
berbagai redaksi di dalam bab al-Qiyamah, hal. 40.
[33]
Diriwayatkan oleh at-Turmudzi di
dalam bab Jahannam, hal. 6 dan Ibn Hanbal, II/ 197.
[34]
Saya tidak menemukannya di dalam sumber-sumber rujukan.
[35]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam
bab ath-Thaharah,
hal. I; ai-Turmudzi di dalam bab ad-Da'wat, hal. 86, ad-Darimi di dalam bab al-Wudhu, hal.
2; dan Ibn Hanbal, IV/260, V/342-344 dan 370.
[36]
Haritsah bin Malik al-Anshari.
[37]
Diriwayatkan oleh Ibn Majah di dalam
bab at-Fitan, hal. 3.
[38]
Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan
Abu Na'im. Lihat Kanz al-'Ummal karya al-Hindi, jilid XII, hal. 351.
[39]
Diriwayatkan oleh at-Turmudzi dengan
berbagai redaksi di dalam bab al-Adab. hal. 78.
[40]
Diriwayatkan oleh an-Nasa'i di dalam
bab an-Nisa’ hal. 1 dan Ibn Hanbal, III/128, 199 dan
285.
[41]
Diriwayatkan oleh Ibn Hanbal, 11/309 dan 505.
[42]
Diriwayatkan oleh al-Bukhari di
dalam bab az-Zakah dan bab-babnya yang
lain; Muslim di dalam bab az-Zakah, hal. 68; an-Nasa'i di dalam bab az-Zakah, hal. 63; ad-Dariml di dalam bab az-Zakah, hal. 23; dan Ibn Hanbal, IV/256, 258 dan 259.
[43]
Saya tidak menemukannya di dalam
sumber-sumber rujukan.
[44]
Diriwayatkan oleh an-Nasa'i di dalam
bab as-Sahw, hal. 62 dan Ibn Hanbal, V/191.
[45]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam
bab al-lmarah, hal. 153-154; Abu
Dawud di dalam bab al-Jihad, hal. 13; an-Nasa'i di dalam bab al-Jihad, hal. 15; Ibn Majah di dalam bab al-Jihad, hal. 13; dan Ibn Hanbal, 11/169.
[46]
Diriwayatkan oleh Ibn Hanbal,
III/124.
[47]
Diriwayatkan oleh at-Turmudzi di
dalam bab Tafsir Surah, hal. 3 dan bab al-Jannah, hal. 25.
[48]
Abu Sa'id di sini maksudnya adalah
Abu Sa'id al-Khudri Sa'ad bin Malik bin Sannan, seorang sahabat. Dia banyak
meriwayatkan hadis dari Rasulullah saw. Dia wafat pada tahun 63 H. Lihat
biografinya dalam kitab Siyar A'lam an-Nubala’ karya adz-Dzhahabi, jilid
III, hal. 168-172.
[49] Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam bab
al-Buyu’, hal. 78; Muslim di dalam bab al-Musaqah, hal. 81-83 dan
90; Abu Dawud di dalam bab al-Buyu’, hal. 12; an-Nasa'i di dalam bab al
Buyu', hal. 50; Ibn Majah di dalam bab at-Tijarah, hal 48;
ad-Dariirri di dalam bab al-Buyu) dan Ibn Hanbal, 11/262 dan 427
[50]
Asma' binti Yazid bin as-Sakn
al-Asyhaliyyah, anak perempuan bibi Mu'adz bin Jabal. Dia masuk Islam dan
berbaiat kepada Rasulullah saw. Dia meriwayatkan dari Rasulullah saw beberapa hadis
dan mengikuti beberapa peperangan. Dia hidup hingga masa pemerintahan Yazid bin
Mu'awiyah. Lihat biografinya di dalam kitab SiyarA'lam an-Nubala’ karya adz-Dzahabi,
jilid II, hal. 296-297.
[51] Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam bab al-Witr,
hal. 23; Ibn Majah di dalam bab ad-Du'a’ hal. 9; ad-Darimi di dalam bab Fadhail Al-Qur'an, hal. 14-15; dan Ibn Hanbal, Vl/461.
[52]
Buraydah bin Khashib bin 'Abdullah
bin al-Harits. Abu 'Abdillah dan Abu Sahi al-Aslami. Dia adalah seorang sahabat. Dia masuk Islam pada
masa hijrah. Dia hidup mengembara, lalu tinggal di Bashrah selama beberapa
waktu, selanjutnya pergi ke Khurasan pada masa kekhalifahan Utsman. Dia wafat
pada tahun 66 H. Lihat Siyar A'lam an-Nubala 'jilid II. hal.
469-470.
[53]
Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam
bab al-Witr,
hal. 23.
[54]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam
bab ash-Shalah, hal. 222: Abu Dawud di dalam bab ash-Shatah. hal. 148; dan yang lainnya.
[55]
diriwayatkan oleh al-Bukhari di
dalam bab al-Iman, hal. 37.
[56]
Dia adalah Syaikh Muhyad-Din bin al-'Arabi, guru penulis buku
ini
[57]Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab ash-Shalah, hal. 31. 76
[58]
Abu Yazid al-Bisthami. Thayfur bin 'Isa bin Syarusan. Dia adalah seorang zahid yang wafat pada tahun 161 H. Lihat Siyar A'lam an-Nubala’, XIII/86-89.
[59]
Ummu Habibah adalah seorang janda, anak perempuan Abu Sufyan, salah
seorang Ummahat al-Mu'minun, saudara perempuan Mu'awiyah. Dia meriwayatkan beberapa hadis. Dia wafat
pada tahun 44 H. Lihat Siyar Alam an-Nubala'. 11/218-223.
[60]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab al-Qadr, hal. 3 dan 33; dan Ibn Hanbal, 1/39, 403, 433, 445 dan 466.
[61]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab al-Qadr, hal. 18
[62] Diriwayatkan oleh
al-Bukhari di dalam bab Bad'al-Khalq, hal. 6 dan Ibn Hanbal, V/96, 103 dan 106.
[63] Lihat Ibn Hanbal, V/197.
[64] Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam bab al-Kusuf, hal. 2; Muslim di dalam bab at-Tawbah, hal. 32-36; at-Turmudzi di dalam bab ad-Da'wat, hal. 95; an-Nasa'i di dalam bab al-Kusuf, hal. 11; ad-Darimi di dalam bab an-Nikah, hal. 37; dan Ibn Hanbal, 1/281 dan 426.
[65]
Abdurrahman bin 'Awf adalah salah seorang dari sepuluh sahabat yang
mendapat kabar gembira (dijamin masuk surga). Banyak hadis yang diriwayatkan
darinya oleh Ibn 'Abbas, Ibn 'Umar, dan Anas bin Malik. Dia wafat pada tahun 32
H. Lihat SiyarA'lam an-Nubala 'Jilid I, hal. 69-92.
[66]Diriwayatkan oleh Ibn Hanbal, 1/191 dan 194.
[67] Abu Hurayrah adalah
seorang sahabat Rasulullah saw yang menyertai beliau selama empat tahun. Dia
wafat pada tahun 57 H. Disandarkan padanya 5374 hadis. Lihat SiyarA'lam an-Nubala', 11/578-632.
[68] Diriwayatkan oleh
al-Bukhari di dalam bab al-Adab, hal. 13; at-Turmudzi di dalam bab al-Birr, hal. 16; dan Ibn Hanbal, 1/190, 321 dan 11/295.
[69] Diriwavatkan oleh
al-Bukhari di dalam bab Tafsir Surah, hal. 47 dan at-Tawhld, hal. 35; Muslim di dalam bab al-Bin; hal. 16; dan Ibn Hanbal, 11/330, 383. dan 406.
[70]'Aisyah bin al-Imam ash-Shiddiq. Dia adalah Umm al-Mu'mimn. Dia wafat pada tahun 57 H. Lihat Siyar A'lam an-Nubald', 11/135-201.
[71]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab al-Btrr, hal. 17 dan Ibn Hanbal, 11/163 dan 190.
[72] Diriwayatkan oleh
Muslim di dalam bab al-Washiyyah, hal. 14; Abu Dawud di dalam bab al-Washdyd, hal. 13; dan an-Nasa'I di dalam bab al-Washaya, hal. 8.
[73] Saya tidak menemukannya
di dalam rujukan.
[74]
Ibu 'Abbas, nama lengkapnya adalah 'Abdullah bin 'Abbas, paman Rasulullah
saw. Beliau menyertai Nabi selama kurang lebih tiga puluh bulan. Dia belajar
kepada Ubay dan Zaid bin Tsabit, pena umat. Dia wafat pada tahun 68 H. Lihat Siyar A'lam an-Nubala', III/331-359.
[75] Diriwayatkan oleh
al-Bukhari di dalam bab al-Harts, hal. 16; an-Nasa'i di dalam bab al-Qiydmah, hal. 13; dan Ibn Majah di dalam bab al-Mandsik, hal. 40.
diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam al-Muwaththa'dalam bab Al-Quran, hal. 40.
[76] Lihat Sunan ad-Darimi dalam bab ar-Ru'ya, hal. 12; Ibn Hanbal, I/ 367, IV/66, V/243 dan 278; dan at-Turmudzi di dalam bab Tafsir Surah, hal. 38.
[77] Saya tidak
menemukannya di dalam sumber-sumber rujukan.
[78]
Diriwayatkan oleh Imam Malik di dalam al-Muwaththa’ dalam Bab Al-Qur’an, Hal.
40
[79]Al-Fashsh al-Isma'ili dari kitab Fushush al-Hikam karya Ibn AI'Arabi, cet. Beinit: 1400/1980, jilid I, hal. 90-94 (dengan
ta'liq oleh Doktor Abu al ‘Ali 'Afifi).
[80]
Saya tidak menemukannya di dalam
sumber-sumber rujukan.
[81] Diriwayatkan
oleh al-Bukhari di dalam bab at-Tawhid, hal. 24; Muslim di dalam bab al-Iman, hal. 29; Abu Dawud di dalam bab az-Zakah, hal. 5; at-Turmudzi di dalam bab az-Zakdh, hal.
6; an-Nasa'i di dalam bab az-Zakah, hal. 46; Ibn Majah di dalam bab az-Zakdh, hal. 1; dan Ibn Hanbal,
1/233.
[82]Dia adalah Syekh Muhyiddin bin al-'Arabi.
[83]
Hubungkan dengan al-Jdmi' ash-Shahih karya at-Turmudzi dalam Tafsir Surah, hal. 113.
[84]
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab al-fannah, hal. 44 dan at-Turmudzi di dalam bab Jahannam, hal. 3.
[85] Diriwayatkan oleh
Muslim di dalam bab adz-Dzikr, hal. 73; an-Nasa'i di dalam bab al-Isti'adzah, hal. 13 dan 65; dan Ibn Hanbal, TV/371 dan W 209.
[86] Lihat al-Jami' ash-Shaghir karya as-Suyuthi, cet. Kairo: 1321, jilid I, hal.
63. dari Ibn Hibban dengan redaksi yang berbeda-beda.
[87] Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam bab at-Tawhid, hal. 15 dan 35; Muslim di dalam bab at-Tawbah, hal. 1 dan bab adz-Dzikr, hal. 2 dan 19; at-Turmudzi di dalam bab az-Zuhd, hal. 51 dan kitab ad-Da'wat, hal. 131; Ibn Majah di dalam bab al-Adab, hal. 58; ad-Darimi di dalam bab ar-Riqdq, hal. 22; dan Ibn Hanbal, 11/251.
[88] Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam bab al-Istidzan. hal. 1; Muslim di dalam bab al-Birr, hal. 115 dan bab al-Jannah, hal. 28; dan Ibn Hanbal, 11/244.
[89]Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam bab ar-Riqaq, hal. 48.
[90]Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam bab al-Mawaqit, hal. 16; Muslim di dalam bab al-Masdjid, hal. 210; an-Nasa'T di dalam bab ash-Shaldh, hal. 231; al-Muwaththa' di dalam bab as-Safar, hal. 82; dan Ibn Hanbal. 11/257, 312 dan 486.
[91] diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam bab ar-Riqdq, hal. 38.
[92] Diriwayatkan oleh
Muslim di dalam bab ash-Shaldh, hal. 62-63.
[93] Saya tidak, menemukannya
di dalam sumber-sumber rujukan.
[94] Diriwayatkan oleh an-Nasa'i di dalam bab at-Tathbiq, hal. 81.
[95] Saya tidak
menemukannya di dalam sumber-sumber rujukan.
[96] Diriwayatkan oleh at-Turmudzi di dalam bab
al-Bin, hal. 55; ad-Dariml di dalam bab ar-Riqaq, hal. 74; dan
Ibn Hanbal, V/153, 158, 169,
[97] Diriwayatkan oleh
al-Bukhari di dalam bab ad-Da'wat, hal. 66.
[98] Ibid.
[99] Diriwayatkan oleh
Imam Malik di dalam al-Muwaththa 'dalam kitab Al-Qur'an, hal. 40.
[100] Ibn Mas'ud adalah
'Abdullah bin Mas'ud. seorang sahabat Rasulullah saw, ulama, dan faqih. Dia
termasuk orang pertama yang masuk Islam dan turut serta dalam Perang Badar.
Sejumlah perawi meriwayatkan hadis darinya, seperti Abu Hurairah dan Abu Umamah
dari kalangan sahabat. Dia wafat di Madinah al-Muuawwarah dan dikuburkan di
pemakaman Baqi' pada tahun 32 H. Lihat SiyarA'lam an-Nubald' karya adz-Dzahabi pada jilid I, hal. 461-499.
[101] Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam bab al-'Ilm, hal. 38, al-Adab, hal. 109 dan at-Ta'bir, hal. 10; Muslim di dalam bab ar-Ru'ya’, hal. 10-11; at-Turmudzi di dalam bab ar-Ru'ya, hal. 4 dan 7; Ibn Majah di dalam bab ar-Ru'ya", hal. 2; ad-Darimi di dalam bab ar-Ru'ya’ hal. 4; dan Ibn Hanbal, 1/375, 400, 440 dan 11/232. 411, 442.
[102] Saya tidak menemukannya di dalam sumber-sumber
rujukan.
[103] Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam bab
at-Ta'bir, hal. 26; Muslim di dalam bab ar-Ru'ya’ hal. 6;
at-Turmudzi di dalam bab ar-Ru'ya, hal. 1, 7, 10; Ibn Majali di dalam
bab ar-Ru'yd\ hal. 3; ad-Darimi di dalam bab ar-Ru'ya’ hal. 6; dan Ibn Hanbal, 11/395.
[104]
Lihat al-Jdmi' ash-Shakih karya al-Bukhari di dalam bab at-Tawhid, hal 27, bab at-Anbiya' Hal. 22, 41, bab Tafsir Surah, hal. 17; Muslim di dalam bab al-Iman, hal. 262-268; at-Turmudzi di dalam bab ash-Shaldh, hal. 45; dan sehagainya.
[105] Diriwayatkan
oleh al-Bukhari di dalam bab Bada al-Wahy, hal. 2 dan al-Muwaththa' di dalam bab Mas-y Al-Qur'an, hal. 7.
[106]
Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam bab al-Fitan. hal. 15 dan bab ad-Da’wa hL 34,
Muslim dalam Bab Fadha’il Hal 137 dan Ibn Hanbal II/177, 218 dan 254
[107] Diriwayatkan oleh
al-Bukhari di dalam bab az-Zakah, hal. 3 dan Tafsir Surah, hal. 3, 14; Ibn Majah di dalam bab az-Zakah, hal. 2; al-Muwaththa' di dalam bab az-Zakah, hal. 22; dan Ibn Hanbal, 11/355.
[108]
Lihat Shahih al-Bukhdridi dalam bab ar-Riqaq, hal. 51 dan Ibn Hanbal, 1/460.
[109]
Jabir bin 'Abdullah adalah sahabat Rasulullah saw yang mengikuti perjanjian ar-Ridhwan. Dia wafat pada tahun 78 H. Lihat SiyarA'lam an-AfefoAS'karya adz-Dzahabi, jilid III, hal. 189-194.
[110] Saya tidak menemukannya di dalam sumber-sumber rujukan.
[111] Diriwayatkan oleh Muslim di dalam bab al-Masajid, hal. 33.
[112] Diriwayatkan oleh
Muslim di dalam bab al-Imdn, hal. 31.
[113]
Banyak nama Thalhah di antara para perawi hadis. Kami tidak tahu yang mana yang
dimaksud. Lihat buku-buku rijal hadis seperu SiyarA'lam an-Nubald'karya
adz-Dzahabi.
[114] Malik adalah al-Imam
Malik bin Anas bin Malik dari kalangan tabi' at-tabi'in. Dia wafat pada tahun 179 H. Lihat, Siyar A'lam an-Nubala’ VIII/ 48-135.
[115]
Makhul ad-Dimasyq termasuk kalangan tabi'tn. Dia wafat pada tahun 113 H. Lihat, ath-Thabaqdt al-Kubra karva Ibn Sa'ad. jilid VII, hal. 453454, cet.
Beinu: 1388 H/1968 M.
[116]Abu Bakar adalah khalifah ar-rasyidin yang pertama.
[117]Saya tidak menemukannya di dalam sumber-sumber
rujukan hadis. Tetapi saya menemukannya di dalam Misykah al-Anwdr karya Muhy ad-Din al-'Arabi. Di dalam buku ini terdapat 101 buah hadis,
diterjemahkan dan diterbitkan oleh Walson ke dalam bahasa Perancis (dicetak di
Paris: 1983), hal 29
[118]
Diriwavatkan oleh Muslim di dalam bab ash-Shalah, hal. 38. 40; Abu Dawud di dalam bab ash-Shalah, hal. 132; at-Turmudzi di dalam bab Tafsir Surah, hal. 1; an-Nasa't di dalam bab al-Iftitah; Ibn Majah di dalam bab al-Adah. hal 52; Dan Ibn
Hanbal, 11/241, 285 dan 460.
[119]
ibn 'Abbas adalah 'Abdullah bin
'Abbas, anak paman Nabi saw. Dia seorang mujtahid, faqih, dan ahli tafsir. Dia
wafat pada tahun 68 H. Lihat SiyarA'lam an-Nubala’, Jilid III, hal. 331-359.
[120]
Diriwayatkan oleh al-Bukhari di
dalam Tafsir Surah, hal. 75.
[121]
Ibid an-Nasai’ di dalam bab al-Iftitah, hal. 37 dan Ibn Hanbal, I/343
[122]
Lihat al-Jami' ash-Shahih karya Muslim di dalam bab al-Qiyamah, hal. 27 dengan redaksi yang berbeda.
[123]
Lihat Sunan ad-Darimi pada bab ar-Ru’ya, hal. 12 dan Ibn Hanbal, I/368, IV/66,
dan VII/243
[124]
Lihat Kasyf al Khafa karya Al-‘Aljini, II/175
[125]
Diriwayatkan oleh Al Bukhari di dalam bab At-Tawhid, Hal.9 Bab Al Maghari, hal
38 dan Bab al-Qadr Hal. 7; dan Muslim di dalam Bab Al Dzikr, Hal 44-45
[126]
Diriwayatkan oleh Ibn Hanbal di dalam Musnadnya IV/402
[127]Lihal Kasyfal-Khafa, 11/195.
[128]
Diriwayatkan oleh at-Turmudzi di
dalam bab al-Manaqib,
hal. 8.
[129]
Diriwayatkan oleh Ibn Hanbal, V/73.
[130]Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam bab ar-Riqaq, hal. 39; Muslim di dalam bab al-Jum'ah, hal. 43; Ibn Majah di dalam al-Muqaddimah, hal. 7; ad-Dariml di dalam bab ar-Riqaq, hal. 46; dan Ibn Hanbal, IV/309.
[131]Diriwayatkan oleh at-Turmudzi di dalam bab al-Fitan, hal. 19 dan Ibn Hanbal, 111/84 dan 89.
[132]
Diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam bab al-Istidzan, hal.l; Muslim di dalam bab al-Birr, hal. 110; dan Ibn Hanbal, 11/244.
[133]
Lihat Kasyf al Khafa’ karya Al-‘Ajluni Jilid I Halaman 32
0 comments:
Posting Komentar
Sialhkan komen dengan bijak, cerdas, mencerahkan dan santun